Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Cerpen Sastra Grup (cerpensastragrup.com)

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG (@cerpen_sastra), Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen di Kompasiana (@pulpenkompasiana), Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (@kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (@indosiana_), Pendiri Tip Menulis Cerpen (@tipmenuliscerpen), Pendiri Pemuja Kebijaksanaan (@petikanbijak), dan Pendiri Tempat Candaan Remeh-temeh (@kelakarbapak). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Lelaki Satu Mata

27 Agustus 2021   00:35 Diperbarui: 27 Agustus 2021   01:36 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi lelaki satu mata, sumber: Unsplash/Drew Graham via Bogor.suara.com

"Carilah mata-mata orang di sekitarmu yang ingin engkau punyai. Setelah cocok, berdiamlah dalam kamar, kunci pintu, dan tunggu. Saya akan mendatangimu dan memberi mata seperti yang kau inginkan itu."

"Ingat! Hanya sekali kesempatan engkau meminta."

Anak itu sudah pernah menceritakan kisah itu kepada ibunya. Tetapi, karena ibu terlalu kalut dalam emosi dan memandang cerita itu hanya bualan belaka, maka sia-sialah ucapan sang anak. Penghiburan darinya tetap tidak bisa menghentikan tetesan-tetesan air mata sang ibu yang selalu mengalir dari hari ke hari.

Tibalah waktunya lelaki itu keluar dari rumahnya yang reot itu. Ia berjalan-jalan ke sekitar. Dengan satu mata kirinya, ia memandang orang berlalu-lalang. 

Pakaiannya hitam lusuh. Ia memanggul sebuah karung goni berwarna cokelat. Tangan kanannya membawa sebuah garpu panjang guna memulung barang-barang bekas yang masih bisa digunakan.

Ia berjalan mendekati sebuah warung makan. Ada seorang bapak berdiri dengan gagah, memakai jas hitam dan celana panjang cokelat. Parfumnya wangi sekali. Bapak itu baru keluar dari mobil.

Lelaki itu menengadahkan tangan di depan bapak itu. Tanpa melihat, bapak itu lewat begitu saja. Matanya tidak melirik sama sekali. Ia hanya mendeham dan terus melihat ponsel, seolah ada urusan penting yang harus dikerjakan. Lelaki itu menarik tangannya.

"Sombong sekali orang ini. Mentang-mentang berduit," gumamnya dalam hati.

Tidak jauh dari situ, ada dua orang wanita sedang duduk dan makan bersama. Seperti sepasang teman. Satu terlihat kesusahan dan ingin minta tolong. Satu lagi merasa kecewa.

"Tolonglah! Bantu saya. Kali ini saja. Saya tidak akan lagi merepotkanmu."

"Sudah berapa kali kau bohong? Kemarin katanya mau lunasi. Sekarang belum lunas, mau pinjam lagi. Kau jangan tipu-tipu!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun