Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Cerpen Sastra Grup (cerpensastragrup.com)

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG (@cerpen_sastra), Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen di Kompasiana (@pulpenkompasiana), Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (@kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (@indosiana_), Pendiri Tip Menulis Cerpen (@tipmenuliscerpen), Pendiri Pemuja Kebijaksanaan (@petikanbijak), dan Pendiri Tempat Candaan Remeh-temeh (@kelakarbapak). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengapa Kita Bisa Tertawa Saat Melihat Orang Menderita?

16 Mei 2021   12:33 Diperbarui: 16 Mei 2021   12:40 472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mentertawakan orang, sumber: 2ch.hk

Beberapa lelaki duduk manis di depan televisi. Beragam kudapan tergeletak di lantai. Salah seorang menyalakan televisi. Sekejap terlihat, acara lawak yang mereka sukai, karena sangat menghibur. Salah satu aktor dengan sengaja menaburkan tepung ke wajah aktor lainnya.

Sebagian aktor di sekitarnya tertawa, melihat penderitaan aktor lain itu. Para penonton dalam acara tidak kalah riuh rendah. Beberapa lelaki itu terbahak-bahak.

Pernahkah kita mentertawakan penderitaan orang? Tidak perlu terlalu alim menjawab. Saya pernah. Tanpa saya sadari dan pikir benar, sesekali kelepasan karena satu dua hal.

Semisal, saat berinteraksi dengan teman. Waktu mereka memainkan perilaku bodoh -- tidak wajar dan di luar kebiasaan, sehingga mereka menderita ringan, saya pun lekas tertawa. 

"Orang yang seharusnya saya anggap dapat berpikir dewasa, tahu yang benar dan seyogianya dilakukan, bagaimana bisa melakukan perbuatan bodoh tanpa pikir panjang itu? Jika ia menderita, wajar dong!" gumam saya dalam hati, seraya tertawa kecil.

Penderitaan menjadi bahan tertawaan

Fenomena penderitaan menjadi bahan tertawaan tidak sulit kita temukan. Baik di dunia nyata, maupun dunia maya -- lebih seringnya. Semua yang bermain media sosial gampang menemukan. Apa pun jenis media, ada.

Pasti dengan sengaja, akan diunggah sebuah rekaman peristiwa yang menunjukkan perilaku orang melakukan sesuatu. Kemudian, orang itu menderita akibat perilakunya. Bisa dialami sendiri atau bersama orang di sekitarnya.

Berbagai tanggapan muncul di kolom komentar. Ada yang mempertanyakan rasionalitasnya. Ada yang marah-marah, seharusnya tayangan seperti itu tidak untuk lucu-lucuan.

Ada yang tertawa lepas, riang gembira. Bahkan menautkan akun media sosial temannya, dengan maksud mengajaknya tertawa. Dan seterusnya, sampai memenuhi kolom komentar. Tombol suka ditekan banyak orang. Video itu dalam sekejap viral.

Mengapa kita bisa tertawa melihat penderitaan?

Saya, satu di antara orang yang mentertawakan itu. Entah kenapa, sesekali saya juga bisa mentertawakan mereka. Apakah karena salah satu penyebab di bawah ini?

Kita dilatih tertawa

Sejak kecil, sebagian kita dilatih orangtua untuk tidak gampang cengeng. Jatuh sedikit dari sepeda, biasanya kita menangis karena sakit. Berkelahi dengan teman, jika kalah, sebentar terisak dan mengadu ke orangtua.

Orangtua kemudian bilang, "Sudah-sudah. Gitu aja kok gembeng!" Lalu, orangtua akan melakukan sesuatu agar perhatian akan sakit hilang dan kita tertawa. Selain bertujuan membuat mental kuat, kita secara tidak langsung dilatih mentertawakan penderitaan sendiri.

Melihat ada kebodohan

Satu dua hal penyebab seorang menderita adalah terkait kobodohan pribadi. Ada perilaku benar yang biasanya sudah banyak orang tahu, tetapi sengaja atau karena faktor lupa, diabaikannya, sehingga dampak perilaku menjadi buruk.

Ini didasarkan rasa keingintahuan: bagaimana ya, jika melakukan hal yang dilarang -- menjadi larangan karena telah terbuktikan dampaknya buruk. Kita menjadi tidak habis pikir atas perilaku bodoh itu, sehingga tersenyum dan akhirnya tertawa. Ada satu dua orang pula, bertindak bodoh, mengalami derita, untuk mencari perhatian orang-orang.

Rasa simpati sudah hilang

Hilangnya unsur simpati, apakah perlu saya buktikan? Sudah jelas terpampang sepertinya. Baru-baru ini, banyak peristiwa kesedihan melanda negeri. Mirisnya, satu dua warganet ada yang gagal bersimpati -- jangan diharap pula berempati, sehingga mengunggah kalimat-kalimat yang seolah lucu bagi mereka, padahal begitu menyakitkan terasa.

Pendapat itu mereka rangkai sedemikian rupa tanpa memperhitungkan bagaimana rasanya menjadi korban. Entah, apakah maksudnya melucu, sehingga mereka bisa tersenyum ringan, bahkan tertawa.

Tidak ingin menambah penderitaan

Dengan kita tertawa, sesekali juga berniat untuk menghibur orang. Kita tidak ingin melihat teman atau saudara sedih dan larut terus-terusan dalam penderitaan. 

Seusai kita bersimpati dan berempati untuk beberapa waktu, ada saatnya kita mengajak mereka bangkit, agar tetap kuat menjalani kehidupan. Tertawa dapat meringankan beban penderitaan.

Orang itu jahat

Ini penyebab yang terlalu nakal, tetapi ada. Kita tertawa karena orang yang telah melukai kita, mengalami penderitaan, sehingga terlihat mendapat balasan.

Kita senang dan begitu puas, pihak-pihak yang menjahati kita, hidupnya sengsara. Kendati bukan kita yang melakukannya, serasa ada keadilan yang terjadi. Memang, sudah sewajarnya, orang yang berperilaku jahat suatu waktu juga dijahati. 

Saya tidak melarang kita tertawa lewat tulisan ini. Pada dasarnya, tertawa menghasilkan semangat dan membuat bahagia. Tetapi, dengan tidak mengamati dan ikut merasakan situasi yang terjadi (tepat atau tidak), kemudian kita tertawa berdasarkan hasil pikir pribadi, mungkin perlu dipertimbangkan ulang, agar kualitas sikap tidak terlihat ganjil atau bahkan tertangkap meremehkan dan tidak peduli dengan keadaan sekitar.

Sedihlah bersama orang yang lagi sedih. Tertawalah bersama orang yang sedang tertawa. Sama-sama satu rasa dalam perbedaan tiap-tiap karakter. Itulah seyogianya, perilaku yang berkembang di kehidupan nyata. Catatan ini sekaligus menjadi pengingat bagi saya.

...

Jakarta

16 Mei 2021

Sang Babu Rakyat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun