Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Cerpen Sastra Grup (cerpensastragrup.com)

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG (@cerpen_sastra), Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen di Kompasiana (@pulpenkompasiana), Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (@kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (@indosiana_), Pendiri Tip Menulis Cerpen (@tipmenuliscerpen), Pendiri Pemuja Kebijaksanaan (@petikanbijak), dan Pendiri Tempat Candaan Remeh-temeh (@kelakarbapak). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Sebuah Senyuman pada Suatu Malam di Panti

4 April 2021   18:55 Diperbarui: 5 April 2021   00:36 560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Derita demi derita itulah yang saya temui setiap hari. Saya sudah tidak punya air mata, saking terlalu seringnya menangis. Dan kali ini, saya tidak suka mereka menangis lagi. Apalagi, ibadah Paskah. Mereka pasti menangis, karena Yesus disalib.

"Oma-oma yang disayangi Tuhan, malam ini kita memperingati ibadah kematian Yesus di kayu salib. Mari kita renungkan pengorbanan-Nya menebus kita dari dosa-dosa," Pak Pendeta mulai berkhotbah.

Tepat seperti yang saya kira. Alunan musik mendayu-dayu terdengar. Para penyanyi menyanyikan lagu sendu. Satu demi satu oma itu menangis. Mereka tidak tahan dengan begitu menderitanya Yesus, menanggung dosa mereka. Mereka tidak menyangka, ada manusia yang tega menyerahkan dirinya, berkorban bagi mereka. Mereka begitu sedih, dan terus sedih, karena Yesus sudah mati.

Saya juga sedih. Namun, tidak ada air mata mengalir. Saya mungkin tidak tahu apakah sebetulnya saya sedih atau tidak. Yang pasti, suara saya sedikit terbata-bata. Jujur, saya tidak berharap oma-oma itu terus-terusan sedih.

"Tetapi, tenang, Oma. Yesus memang mati. Tetapi, Dia bangkit pada hari ketiga. Dia menang atas maut!" seru pak Pendeta.

Seorang oma yang sudah pikun bertanya, "Jadi, Yesus tidak mati, Pak?"


"Dia sudah bangkit, Oma. Dia telah mengalahkan maut."

Oma itu tiba-tiba tersenyum. Dia terharu, Tuhannya begitu hebat. Sejenak, saya tidak melihat kesedihannya. Mungkin dia melupakan anaknya yang nakal itu. Oma-oma di sekitarnya pun begitu. Hanya ada pujian akan kekaguman atas perbuatan Tuhan yang luar biasa.

...

Jakarta

4 April 2021

Sang Babu Rakyat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun