Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Cerpen Sastra Grup (cerpensastragrup.com)

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG (@cerpen_sastra), Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen di Kompasiana (@pulpenkompasiana), Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (@kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (@indosiana_), Pendiri Tip Menulis Cerpen (@tipmenuliscerpen), Pendiri Pemuja Kebijaksanaan (@petikanbijak), dan Pendiri Tempat Candaan Remeh-temeh (@kelakarbapak). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Dunia yang Selalu Bahagia

31 Maret 2021   01:38 Diperbarui: 1 April 2021   04:49 664
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tersenyum.| Sumber: pexels.com/Kat Jayne via Tribunnews

Dalam sekejap, perempuan itu meraih kantung dari tangan temannya itu. Ia melangkahkan kaki mengambil sebuah botol berisi air minum. Sudah lama memang dia tidak tidur. Temannya itu memegang tangannya.

"Tunggu dulu! Jangan buru-buru! Setelah kamu minum obat ini, harus ada seseorang di sampingmu. Dia harus meminumkan obat yang putih, agar kamu sadar kembali."

Perempuan itu lekas melirik anak gadisnya. Tanpa banyak bertanya, anak gadisnya menganggukkan kepala, seperti menangkap isyarat dari ibunya. Temannya itu lekas pergi. "Selamat berbahagia," ujarnya sambil menutup pintu.

Tidak berapa lama, obat biru itu ditenggaknya. Perempuan itu merebahkan badan. Dia tertidur.

Dia pergi ke sebuah alam yang begitu indah. Dia melihat dirinya mengenakan gaun yang begitu mewah, dengan riasan emas murni pada renda-rendanya, dalam sebuah rumah yang begitu megah. Dia melihat, suaminya hidup kembali, menemaninya membesarkan Sin, anaknya.

"Saya minta maaf, Lin. Saya janji tidak berutang lagi," ujar suaminya itu. Lin tersenyum, seakan tidak percaya dengan yang dilihatnya. Dari sebuah kamar di depannya, muncul bapak dan ibunya berjalan begitu sehat. Ia langsung memeluk mereka dan menciumi pipinya.

"Pak, Bu, Lin rindu," katanya perlahan. Ia meneteskan air mata, penuh keharuan. Orangtuanya tidak menjawab, hanya mendekapnya begitu erat dan terasa sangat hangat. 

Masih ada kebahagiaan yang dinikmatinya. Ia melihat orang-orang biadab yang sudah memperkosanya, tertangkap dan dihukum penjara bertahun-tahun, dalam sebuah layar televisi, yang sudah menyala tanpa disadarinya.

Namanya pun begitu harum. Banyak tetangga hingga kerabatnya merasa bangga pernah mengenalnya. Orang terkaya di kota itu, paling dermawan dan begitu dihormati. Ke mana pun ia melangkah, ia selalu bisa mengangkat dagu dan membusungkan dada. Semua serba ada, dalam sekedip mata, semua tersedia.

Uangnya begitu banyak. Mobil mahalnya hingga puluhan. Tanahnya berhektar-hektar. Ia tersenyum dan terus tersenyum, kemudian tertawa, melihat betapa indah hidupnya. Apakah ini yang namanya kebahagiaan? Ia tidak berhenti tersenyum. Dari hari ke hari, dalam mimpi itu, ia terus tersenyum dan tersenyum.

Dalam mimpinya, ia seperti tidak menemukan adanya masalah. Semua gampang dilewati begitu saja, sehingga wajahnya menjadi cerah. Kerutan wajahnya perlahan berkurang, dan di hadapan banyak orang dia terus gembira.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun