Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Cerpen Sastra Grup (cerpensastragrup.com)

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG (@cerpen_sastra), Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen di Kompasiana (@pulpenkompasiana), Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (@kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (@indosiana_), Pendiri Tip Menulis Cerpen (@tipmenuliscerpen), Pendiri Pemuja Kebijaksanaan (@petikanbijak), dan Pendiri Tempat Candaan Remeh-temeh (@kelakarbapak). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Anak Lelaki

24 November 2020   21:34 Diperbarui: 24 November 2020   21:41 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber:beritatangsel.com

Tangisan keras seorang bayi meramaikan rumah dukun bayi di kampung itu. Budi dari kejauhan melihat. Diamati baik-baik anaknya. Matanya tertuju kepada ada tidak daging tumbuh di antara dua paha anaknya. "Sial! Perempuan"

Sementara itu, Susi mendekap anaknya erat-erat. Dirasakan jantungnya berdetak kencang di antara kedua buah dadanya. "Anakku sayang, ibu di sini" Berbisik dia di telinga anaknya.

Kendati Susi bahagia atas kehadiran anaknya, tidak demikian dengan Budi dan Pak Dedi. Mereka kecewa berat. Anak itu jarang sekali mendapat perhatian. Paling, ditanya sudah makan atau belum. Setelahnya, waktu penuh dihabiskan bersama ibunya.

Budi tidak putus asa. Dia berjuang mati-matian mempertahankan kehormatan dan membanggakan keluarganya. Jeda setahun anak itu lahir, Susi mengandung lagi. Kali ini, dia tidak ngidam apa-apa.

Anak kedua pun lahir. Sama seperti anak pertama. Perempuan.

Warga kampung seluruhnya cepat mengetahui. "Perempuan lagi sepertinya" Ujar salah seorang warga. Dia tahu, karena tidak ada pesta kelahiran anak di rumahnya.

Budi kembali tidak patah arang. Kembali lagi digauli istrinya itu, sampai dia telah melahirkan enam anak. Seluruhnya perempuan. Setelah melahirkan anak keenam, Susi berkata pada Budi.

"Bud, aku sudah capek ngelahirin. Sudahlah, kita cukupkan. Kan sama saja, anak perempuan dengan laki-laki. Toh, mereka juga anak kita"

"Kamu mikirin siapa?" Budi menyentak. "Kamu gag mikirin keluarga ini? Mau jadi apa kita di depan warga? Bapak itu pejabat kampung. Wajib dihormati. Sudah-sudah, tidur sana"

Susi terdiam. Dia masuk kamar. Sesekali dia terlihat mengerang kesakitan. Mengelus-elus bagian pinggangnya yang terasa sangat nyeri. Seperti sudah capek melahirkan.

Akhirnya, dengan terpaksa, Susi melayani lagi birahi suaminya yang ambisius itu. Di tengah kesakitannya. Kali ini, Budi yakin, anaknya lelaki. Dia telah meminum ramuan sakti, yang diperoleh dari orang pintar ternama di kampung itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun