Kendati begitu, mereka tetap menaruh asa. Suatu saat, badai ini diyakini pasti berlalu. Seperti kata Raden Ajeng Kartini, "Habis Gelap Terbitlah Terang".
- Pemandu Wisata;
Mereka yang sehari-harinya bertugas memberikan informasi tentang sejarah daerah wisata, cara berwisata sesuai aturan, tentunya terdampak beberapa bulan terakhir ini. Kendati begitu, ada yang memilih untuk tidak tinggal diam. Sebagian berinisiasi dan berkreativitas membuat wisata virtual, dengan tarif yang terbilang murah. Demi membuat dapur tetap mengebul.
Melalui zoom (aplikasi rapat virtual), mereka menampilkan kegiatan berwisata ke daerah wisata domestik dan mancanegara, yang tentunya telah dilakukan sebelum virus Corona merebak, kepada mereka yang telah mendaftar sebagai peserta jalan-jalan virtual ini.Â
Peserta dapat sedikit memuaskan keinginan mata mereka, kendati hanya duduk di depan perangkat elektronik dan tidak beranjak kaki kemanapun.
- Pengusaha di Sektor Transportasi;
Sepertinya sudah tidak perlu dipertanyakan lagi seberapa hebatnya dampak Covid19 di sektor usaha transportasi. Bila wisata tutup, otomatis usaha transportasi di sektor wisata ikutan tidak berjalan.Â
Di sisi lain, ada sebagian dari mereka yang membeli alat transportasi (semisal bus) dengan berutang dalam jumlah rupiah yang tidak tergolong kecil. Pemasukan tak ada, sementara utang tetap harus dibayar. Sudah jatuh, tertimpa tangga pula.
- Agen Tiket Perjalanan
Sejalan dengan di atas, agen tiket pun ikutan terdampak. Sepinya jumlah wisatawan ikut menyepikan penjualan tiket mereka. Penjualan turun otomatis pemasukan ikut menurun. Sementara itu, biaya operasional tetap berjalan. Alhasil, pengetatan ikat pinggang.
- Pengusaha Rumah Makan;
“Kami mau memasak untuk siapa? Orang daerah wisatanya sepi begini." Kira-kira itu bayangan keluhan mereka. Para usaha kecil dan menengah yang memusatkan dirinya berjualan makanan di sekitar daerah wisata.
Ada yang berjualan bakso, nasi goreng, pisang goreng, bahkan sampai makanan khas daerah wisata setempat. Mereka hidup dari cuan yang disebar para wisatawan, yang kelaparan dan kehausan karena lelah berwisata.
- Pemilik Hotel;
Tingkat keterisian kamar hotel (okupansi) oleh para pelancong sedikit banyak pasti menurun. Banyak kamar-kamar hotel dari kelas biasa sampai termewah, dari tidak berbintang hingga berbintang lima, hanya terisi oleh perabotan tanpa ada insan yang mendiami.
Iya, sepinya pengunjung di lokasi wisata pasti berbanding lurus dengan sepinya kamar hotel di sekitarnya. Bahkan, ada yang bisa sampai di bawah lima puluh persen tingkat okupansinya.
- Penjual Cinderamata;