Mohon tunggu...
Honing Alvianto Bana
Honing Alvianto Bana Mohon Tunggu... Petani - Hidup adalah kesunyian masing-masing

Seperti banyak laki-laki yang kau temui di persimpangan jalan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mama Mery, Peran Gereja, dan UU Omnibus Law

8 Oktober 2020   09:22 Diperbarui: 8 Oktober 2020   09:31 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertama, orang tidak mampu berpikir mandiri dan kritis tentang suatu masalah. Akibatnya, ia menyandarkan kebenaran pada tokoh dan golongan tertentu.

Kedua, memilih aman. Orang-orang yang tidak berani menyuarakan kebenaran memang akan selalu memilih aman. Memilih aman bisa berarti mengikuti apa kata otoritas atau diam saat melihat ketidakadilan ada di depan mata.

Nah, sebagai tokoh agama, Mama Mery tidak seperti itu. Ia tahu akan panggilan Tuhan yang sebenarnya. Ia tidak hanya berkhotbah tentang memikul salib, tapi diam membisu saat terjadi ketidakadilan. Ia juga tidak diam ketika melihat kekeringan dan busung lapar terjadi didaerah.

Saya melihat, beliau sudah banyak memberi contoh lewat tindakan. Beliau seringkali terlibat dalam masalah-masalah lingkungan. Beliau ikut menanam pohon dan mengajak masyrakat untuk mengatasi masalah krisis air dan kekeringan. Beliau juga mengajak jemaat dan pendeta2 di desa untuk menanam sayuran agar ikut mengatasi kasus gizi buruk dan lain-lain.

Usaha semacam itu adalah usaha yang sulit. Usaha yang tidak mendapatkan tepuk tangan dan puji-pujian. Usaha yang memilih keluar dari zona nyaman di atas mimbar. Usaha yang diam-diam ingin menyadarkan umat atau jemaat. Banyak yang mengikuti, tapi tak sedikit yang menolak dan menganggap usaha semacam itu adalah usaha sia-sia yang hanya membuang-buang waktu.

Saya bisa merasa apa yang dialami oleh Mama Mery Kolimon dan beberapa pendeta yang berpikiran maju dan terbuka. Mereka pasti merasa serba salah saat melihat ketidakadilan didepan mata. Apalagi, ketidakadilan itu adalah hasil dari kebijakan penguasa yang salah kaprah.


Mereka (para tokoh agama), meski memiliki ribuan jemaat, tapi mereka sesungguhnya adalah "minoritas kritis" dalam gereja itu sendiri.

Untuk itu, kita perlu menaruh hormat pada para tokoh agama seperti Mama Mery Kolimon yang tetap gigih dan konsisten dalam membela kaum-kaum yang terpinggirkan dan termarjinalkan.

Sekali lagi, tanggung jawab para rohaniawan/rohaniawati gereja bukan hanya berkhotbah tentang surga, tapi ikut mewujudkan Keadilan, Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan. Dan menolak UU Omnibus Law yang menyengsarakan umat adalah usaha menjalankan tanggung jawab gereja. Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun