Mohon tunggu...
Honing Alvianto Bana
Honing Alvianto Bana Mohon Tunggu... Petani - Hidup adalah kesunyian masing-masing

Seperti banyak laki-laki yang kau temui di persimpangan jalan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Kuntilanak di Mata Air Oenasi

24 April 2020   10:23 Diperbarui: 24 April 2020   10:44 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Mata air Oenasi | piqsels.com

"Kalau kalian mencuci di sungai ini saat sore hari, kalian memang akan melihat seorang perempuan berambut panjang yang adalah penunggu tempat ini. Ia adalah korban pertama yang mati saat terjatuh dari tangga yang mengarah ke mata air itu. Ia bernama Mery. Perempuan yang mati saat hamil 8 bulan. Ia kemudian berubah wujud menjadi kuntilanak. Sejak saat itu, tempat ini menjadi angker."

"Kuntilanak itu kini tinggal di pohon besar diujung tangga itu. Ia memang sering turun ke mata air saat sore hari. Dan ketika kalian melihat dia menuruni tangga-tangga itu, kalian akan dibawa ke langit, dan hanya badan saja yang akan kembali ke bumi, sementara jiwa kalian akan menjadi tawanannya. Percayalah dan ikuti nasihat saya."

Awalnya warga tak begitu percaya dengan ucapan kakek Amle'ut, tapi kematian demi kematian yang berurutan membuat penjelasan kakek amle'ut terdengar masuk akal.

Mata air disungai itu berada dibawah jembatan,  ditutupi pepohonan yang rimbun, memang sangat cocok jadi tempat tinggal para setan. Berdasarkan cerita yang dituturkan secara turun-temurun oleh sesepuh kampung disini, nama Oenasi berasal dari kata Oe yang berati air, dan nasi yang berarti hutan.

Menurut cerita, dahulu Oenasi ditemukan oleh seorang perempuan yang sedang mencari kayu bakar di sekitar hutan. Ia  lalu terkejut ketika melihat  seekor ular berkepala manusia yang keluar dari celah-celah batu besar disekitar tebing.

Kata orang, ular itu bisa berbicara. Ia sering bernyanyi menjelang matahari terbenam. Suaranya mirip suara ayam yang sedang berkokok. Tak heran, warga disini menyebutnya ular kokmanu (ular dengan suara menyerupai ayam). Ular tersebutlah yang menunjukan mata air kepada perempuan itu.

Kita tentu tak perlu bertanya apakah benar ular itu berkepala manusia dan lain-lain. Sebab di zaman  ketika dongeng menyerupai kenyataan, banyak binatang berkepala manusia dipercaya begitu saja.

***

Kabar tentang kematian Neta dengan cepat menyebar ke seantero kampung, "Kakek Amle'ut juga bilang, biasanya kuntilanak itu muncul pada sore hari, jadi jangan ada yang berani mencuci di mata air ini saat sore hari. Apalagi menjelang mata hari terbenam. Jadi, jika ada keperluan, lebih baik ditunda dulu sampai esok saja. Sebab bisa jadi kita akan bertemu dengan kuntilanak itu."

Sejak saat itulah, mata air yang sedianya menghidupi seluruh orang dikampung ini, dengan menyajikan pemandangan indah, barisan pohon mahoni, suara ricik air, dan suara anak-anak kecil bermain seluncuran menggunakan pelepah kelapa, kini berbalik sangat mencekam.

Ketika sore hari, tak terlihat lagi  aktivitas warga. Jembatan di diseberang mata air yang menghubungkan Oenasi dengan kampung tetangga pun menjadi lenggang. Namun mereka tahu bahwa ini tidak menuntaskan seluruh masalah. Seluruh warga Oenasi lalu mengadakan pertemuan di depan sebuah gereja tua untuk mencari  jalan keluar. Polisi, pendeta, camat, dan semua tokoh masyarakat ikut berkumpul. Mereka berunding cukup alot.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun