Mohon tunggu...
Honing Alvianto Bana
Honing Alvianto Bana Mohon Tunggu... Petani - Hidup adalah kesunyian masing-masing

Seperti banyak laki-laki yang kau temui di persimpangan jalan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Cekdam

24 April 2020   01:27 Diperbarui: 24 April 2020   07:45 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi:Memancing di Cekdam. (Antoni reis tanesi)

Makanan dipiring itu belum juga habis. Ketika saya mendengar suara yang samar-samar dari kejauhan.

"Awuaa..wuaaa. Awuaa..wuaaa."

Saya berhenti mengunyah nasi, mengarahkan telinga ke arah jendela, dan ...suara itu tak terdengar lagi. Kecuali suara dua ekor babi dibalik dapur yang entah kenapa tak pernah kenyang.

Saya kembali mengunyah nasi, mengambil sepotong ikan, menggigitnya, lalu melemparkan tulangnya kebawah. 2 ekor anjing saling gigit, berebut tulang di bawah meja.

"Usir itu anjing," teriak ibu dari uembubu [1].

"Huuuss..Asu la'i (anjing ini)". Saya berdiri sambil menendang anjing-anjing itu. Ketika saya hendak kembali duduk, suara itu kembali terdengar.

"Awuaa..wuaa. Awuaa..wuaa."

Kali ini suara itu terdengar jelas. Saya mengenal suara itu. Itu suara Tinus. Ia memberi isyarat agar saya segera menemuinya di ujung setapak.

Saya lalu berdiri sambil melangkah ke dinding yang membatasi ruang makan dan dapur. Saya membungkuk, menutup salah satu mata, dan melihat kearah dapur melewati sebuah lubang sebesar ibu jari.

Dari celah dinding, saya melihat ibu sedang sibuk meniup api. Mata-nya sedikit tertutup. Kepulan asap membuatnya keolahan. Potongan-potongan kayu itu seakan sedang mempermainkannya. Beberapa kali asap mengepul, tapi kayu-kayu itu tak hendak menyala. Setiap ia menarik napas dan menghembuskannya ketengah tungku, selalu terdengar suara batuk beberapa kali. Disebelah ibu,terlihat seekor ayam sedang menatap ibu dengan rasa iba.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun