Mohon tunggu...
Hara Nirankara
Hara Nirankara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis Buku | Digital Creator | Member of Lingkar Kajian Kota Pekalongan -Kadang seperti anak kecil-

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Arteria Dahlan dalam Pusaran Kontrol Emosi

10 Oktober 2019   14:03 Diperbarui: 11 Oktober 2019   10:02 1861
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto via Tribunnews.com

Ada hal menarik yang perlu saya bahas masalah Arteria Dahlan dalam debat semalam di Mata Najwa.

Dalam tulisan kali ini saya tidak akan menghujat atau pun menyalahkan argumen dia sebagai seorang lulusan Ilmu Ketatanegaraan. Saya juga tidak akan menyudutkan posisi dia sebagai anggota dewan. Saya akan berbicara berdasarkan fakta di lapangan. 

Saya pribadi tidak akan menyalahkan yang bersangkutan merasa marah karena DPR mendapatkan kepercayaan terendah di bawah KPK dan Presiden. Jika Arteria Dahlan ingin mengembalikan kohormatan DPR, tentu itu hal yang patut diapresiasi.

Tapi menurut saya emosi dia keliru dengan melontarkan nada tinggi, seolah semua masyarakat harus tunduk dan hormat kepada anggota dewan. Tentunya ini berkaitan juga dengan prinsip saya yang anti terhadap superioritas.

Pada kenyataannya, DPR memang mempunyai kinerja yang buruk. Hal itu ditunjukan dengan sering bolosnya anggota dewan, mengesahkan UU secara tergesa-gesa sehingga menimbulkan pasal karet, UU ITE misalnya.

Melalui fakta tersebut seharusnya yang bersangkutan dapat berkaca bahwa memang pada kenyataannya DPR jauh di bawah ekspektasi rakyat. 

Kalau menurut hemat saya pribadi, jika DPR terbukti kinerjanya rendah, kenapa yang bersangkutan tidak meminta maaf mewakili seluruh anggota dewan karena kinerja yang rendah itu? Saya rasa meminta maaf yang saya maksud merupakan sikap bijak yang harus dibuktikan oleh semua orang yang berada di dalam wadah institusi atau yang berafiliasi. 

Mengakui kinerja buruk dengan meminta maaf tidak akan membuat harga diri DPR terjun bebas, justru saya yakin sekali, akan ada banyak orang yang memuji atas sikap itu. Jika hal demikian dilakukan, tentunya bisa menjadi nilai lebih untuk mendorong etos kerja yang benar-benar profesional dan mewakili suara rakyat.

Kekeliruan berikutnya yang dilakukan oleh Arteria Dahlan adalah ketika yang bersangkutan berkata bahwa tidak semua anggota dewan itu "jelek" seperti penilaian masyarakat pada umumnya, sehingga semua anggota dewan mendapatkan stigma yang sama jeleknya.

Analogi yang diutarakan oleh wakil fraksi NasDem juga menurut saya keliru jika ada seorang profesor yang melakukan zina, maka otomatis semua profesor akan dianggap cabul. 

Analogi demikian sama halnya dengan agama Islam. Ada sebagian umat Islam yang menjadi teroris tidak serta merta semua umat Islam adalah teroris. Tentu semua orang sudah paham jika akan sangat keliru jika menyalahkan Islamnya.

Tapi poinnya ada di sini: kalian hanya perlu menerima fakta yang terjadi bahwa kinerja DPR memang rendah dan banyak masyarakat yang tidak percaya dengan DPR. Hanya itu, terima saja kenyataannya. 

Toh, menerima kenyataan demikian bukan berarti yang bersangkutan termasuk ke dalam golongan yang dinilai rendah itu, kan?

Nah selanjutnya, silahkan bekerja dengan sungguh-sungguh sesuai dengan titah "Wakil Rakyat" yang sesungguhnya. Silakan kembalikan kepercayaan publik terhadap DPR dengan mengevaluasi yang ada di DPR. Lakukan pembaharuan, lakukan perbaikan agar DPR kembali menjadi wakil rakyat yang sesungguhnya.

Tapi saya rasa itu tidak mungkin, hehehehe.

Perkara diskusi dengan Prof Emil Salim, saya kecewa dengan performa Arteria Dahlan yang menurut saya tidak beretika. Saya, sejengkel apapun terhadap lawan debat saya, saya selalu mengedepankan etika dalam berkomunikasi, terlebih kepada orang yang lebih tua. 

Katakanlah Arteria benar, tapi jangan menjadikan kebenaran itu sebagai senjata untuk berbuat yang salah. Paham? Saya ulangi, katakanlah Arteria benar dengan idealismenya, tapi dia akan salah ketika menyela omongan orang tanpa permisi, melupakan etika serta norma sosial. 

Kenapa saya berkata demikian? Saya dulu pernah beberapa kali ikut lomba debat tingkat sekolah, kota, dam provinsi, tentunya saya tahu betul mekanisme dalam debat. Dan, yang dilakukan Arteria sama sekali tidak mencerminkan seorang yang mempunyai 'kuasa'. 

Akan lebih elok jika mempersilahkan lawan debat untuk menyelesaikan pemaparannya secara keseluruhan. Tapi yang dilakukan oleh Arteria? Itu hal yang tidak bisa dibenarkan walau "katakanlah" Arteria memang benar.

Nah, poin utama dalam tulisan kali ini adalah tentang anger management yang luput dari kontrol seorang Arteria Dahlan. Apa sih anger management itu?

Anger Management atau pengendalian emosi adalah suatu tindakan untuk mengatur pikiran, perasaan, nafsu, amarah, dengan cara yang tepat dan positif, serta dapat diterima secara sosial, sehingga dapat mencegah sesuatu yang buruk, atau merugikan diri sendiri dan orang lain. 

Hemat saya, dengan karakter Arteria yang vokal, ditambah dengan penilaian terhadap DPR adalah dua unsur yang menyebabkan Arteria tidak memiliki kontrol emosi, sehingga akan 'menghajar' apapun yang ada di depannya, lawan debat misalnya. 

Hal ini memang sering terjadi sehingga nantinya akan memuncul sikap arogansi yang berlebihan. Arogan saja suah buruk, apalagi arogansi yang berlebihan? Inilah bahayanya jika seseorang tidak bisa mengendalikan emosi. Contoh kasusnya banyak, berakibat terhadap tawuran hingga pembunuhan misalnya.

Saya sendiri, saya akui, dulu saya sangat merasa kesulitan untuk mengendalikan emosi. Bagi kalian yang mengikuti postingan sejak awal, pasti akan sangat paham dengan karakter, ataupun alter ego yang saya miliki. Tetapi untungnya, semakin sering saya dikritik, dihujat, bahkan diancam, saya merasa sudah terbiasa dengan itu semua dan mengabaikan emosi yang dibuat berantakan. 

Kunci untuk mengendalikan emosi, imho, adalah bersikap legowo. Jadikan apa yang kamu terima sebagai bahan intropeksi diri, jangan terlalu dipikirkan omongan-omongan setan yang berseliweran di sekitar kalain, evaluasi diri, dan yang paling penting adalah berkaca, beratanya kepada diri sendiri, lakukanlah self talking sebisa kalian. Silahkan selami sisi terdalam kalian, lalu bandingan dengan semua omongan yang kalian terima.

cnnindonesia.com | diedit kembali by Hara Nirankara
cnnindonesia.com | diedit kembali by Hara Nirankara

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun