Mohon tunggu...
Hara Nirankara
Hara Nirankara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis Buku | Digital Creator | Member of Lingkar Kajian Kota Pekalongan -Kadang seperti anak kecil-

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hakikat Agama

16 September 2019   13:59 Diperbarui: 23 Juni 2021   21:24 1817
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Memahami hakikat agama (unsplash/ali-arif-soydas)

Sebelum Hindhu, Budha, Islam masuk ke Nusantara, orang Jawa kuno mempunyai sebuah kepercayaan yang bernama Kapitayan. Kapitayan ini percaya bahwa ada sesuatu yang tidak dapat 'dijelaskan' yang disebut dengan Tuhan. 

Orang-orang Jawa kuno beribadah dengan melakukan ritual di sebuah tempat yang disebut dengan Sanggar Pamujan/Sanggar Pemujaan, di mana tempat/sanggar itu adalah tempat yang dikeramatkan.

Jika saya tarik secara garis besar, Kapitayan ini sama dengan konsep kepercayaan yang ada pada jaman Babilonia maupun Sumeria, dan jaman animisme hingga monoteis. Mereka semua percaya bahwa ada sesuatu yang tidak dapat dijelaskan, sesuatu yang berada di luar prediksi manusia.

Baca juga : Hakikat Agama bagi Manusia

Ketika Ulama Persia datang ke Gunung Tidar dan berdiskusi dengan Sabda Palon [versi lain], Sabda Palon mengajukan 4 syarat yang wajib dipenuhi oleh Ulama Persia dalam menyebarkan Agama Islam.

Pertama, tidak boleh ada paksaan apapun kepada masyarakat Jawa untuk menentukan pilihan mereka terhadap Islam. 

Kedua, ketika akan dibuat sebuah tempat ibadah, harus dibuat bentuk yang memperlihatkan identitas Hindhu/Budha/Jawa walau isinya Islam. 

Ketiga, jika ingin mendirikan kerajaan yang berbasis Islam, harus ada unsur campuran utk Raja/Ratunya. Keempat, Islam boleh masuk dan berkembang di Nusantara asalkan dengan catatan bahwa orang Jawa tidak hilang Jawanya.

Image by Adam Samantho
Image by Adam Samantho
Kebetulan adek sepupu saya bertanya kepada saya perihal Islam, dan dia melayangkan pendapat bahwa Negara harus berada di bawah kendali agama. 

Maka saya jawab, "Tolol. Bodoh. Kamu harus bisa membedakan apa itu Rahmatan Lil Alamin dan apa itu Rahmatan Lil Muslimin. Agama pada hakekatnya adalah sebuah aturan, undang, membedakan mana yang baik dan mana yang benar, memberikan batasan, menuntun kehidupan umat manusia agar sesuai dengan titah, sesuai dengan hakikat manusia itu sendiri terutama dalam urusan sosial/kemanusiaan. 

Jika kamu beranggapan bahwa Islam harus dijadikan patokan oleh Negara, itu salah! Sebelum ada Islam, sudah ada Hindhu dan Budha, penganut/penghayat agama kuno Nusantara. Mereka sama meyakini tentang sesuatu yang Maha Kuasa yang sukar untuk dilogikakan." Setelah saya jawab demikian, sepupu saya diam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun