Setelah dilantik menjadi Gubernur provinsi DKI Jakarta untuk Periode 2017-2022, Anies Baswedan menyampaikan pidato politiknya di halaman depan Balai Kota Jakarta, di Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat.Â
Yang menjadi sorotan banyak pihak (terutama dari Kasipenisnya/Kalangan Simpatisan & Pecinta Penista Agama) adalah isi pidato politik yang menurut mereka adalah pidato yang tidak intelek.
Menurut beberapa pihak lainnya, pidato Gubernur Anies Baswedan sepertinya melangar hukum dan HAM (mungkin maksudnya ham-daging babi).
Yang tak kalah bengisnya, ada pihak yang menuding bahwa isi pidato politik Gubernur terpilih adalah pidato diskriminasi, pidato yang berpotensi memecah belah bangsa, pidato yang bertujuan adanya Perda Pribumi, dan banyaknya komentar miring-negatif lain dan sebagainya.Â
Kendatipun Gubernur Anies Baswedan dengan orasi dan pidato politiknya mendapat raungan galak dan gonggongan rabies dari kelompok anjing gila. Namun isi dari orasi dan pidato Anies Baswedan wajib dan patut diapresiasi hakikat dan manifestasinya oleh kaum atau kalangan yang mau berfikir, punya otak dan masih waras tentunya.Â
Dan yang menjadi sangat begitu bermartabatnya isi pidato Gubernur DKI tersebut adalah manifestasi agama dari pribadi Anies Baswedan.
Anies Baswedan telah diuji keimanannya sebagai seorang Muslim yang teguh dengan aplikasi agamanya.
Kalimat pembuka dari mulut seorang Muslim yang dituduh pemecah belah ummat beragama di Indonesia khususnya di Jakarta adalah kalimat ikhtiar (Bismillaahirrahmaanirrahiim). Satu kata panjang berupa kalimat ikhtiar ini menunjukkan bahwa jatidiri manusia seorang Anies Baswedan adalah jatidiri religius, yang adalah jatidiri seorang manusia yang beragama dan ber-Ketuhanan Yang Maha Esa.
Kalimat ikhtiar ini memberi sinyal kuat kepada Kalangan Simpatisan dan Pecinta Penista Agama (Kasipenisnya) bahwa Anies Baswedan tidak meniadakan Tuhan dengan dunia dan jabatan. Bahwa seorang Anies Baswedan tidak menomor-duakan agama dari urusan politik. Bahwa Anies Baswedan adalah bukan dari kalangan yang buta agama. Dan bahwa Anies Baswedan menekankan dengan tegas biarpun hanya kata 'baslamalah' kalau juga Anies bukan bagian dari Kalangan Simpatisan dan Pecinta Penista Agama (Kasipenisnya).Â
Kemudian Anies Baswedan melanjutkan kata-kata dan kalimat puja-puji kepada ALLAH swt, Tuhan-Nya sang Gubernur DKI Jakarta.
Sinyalemen ini sekaligus merupakan channel posstive kepada khalayak warga Jakarta dan masyarakat Indonesia jika siaran agama bagi wajah negara adalah jelas dominasi dan pegangan utama setiap warga negara terutama pemimpin negara atau para pemimpin di daerah.Â
"Segala puji bagi Allah Sang Penguasa alam semesta. Semoga salawat serta keselamatan tercurahkan selalu kepada Nabi dan Rasul termulia. Berserta keluarga dan sahabat-sahabatnya, semuanya"
Sekali lagi, Anies membuktikan bahwa agama merupakan faktor primer bagi orang yang mengaku berketuhanan. Anies mengakui bahwa tanpa campur tangan atau kehendak Tuhan, maka semuanya pasti hanya karena manusia saja yang berusaha semampunya.Â
Seperti khalayak umum ketahui bersama, terkhusus bagi ummat beragama yang dinista agamanya. Isi pidato Gubernur Anies Baswedan adalah pembuktian terbalik terhadap segala macam tuduhan negatif dari kalangan penista agama, bahwa Anies Baswedan mendompleng kepentingan agama atas kepentingan pokitiknya. Maka isi pidato inilah yang menjadi pembenaran sekaligus bukti bahwa Anies Baswedan memang adalah orang beragama yang berbuat, bertindak dan mengambil keputusan politiknya berdasarkan kepentingan agama, terlebihlagi atas dasar penistaan agama dan usaha-usaha menghancurkan sendi-sendi kepentingan agama di negara yang ber-Pancasila dari falsafah Ketuhanan Yang Maha Esa.Â