Saya bergegas menuruni tangga keluar mall menuju sebuah taksi yang sedang menunggu penumpang malam itu. Tiba-tiba seorang bapak tua berkeriput menghadang langkahku. "Naik becak, Mas?" tanyanya. "Maaf, Pak. Tujuan saya agak jauh, butuh taksi." kilahku tanpa berhenti melangkah. "Nanti saya antar ke kaos Dagadu, SEPULUH RIBU saja, Mas." sergahnya. (Saya dalam hati) "Sudah larut malam jam sepuluh begini masih nawarin ke Dagadu." Tapi tiba-tiba terasa darahku berhenti mengalir, kakiku tak kuasa tuk melangkah. Waktu laksana berhenti berdetak di seantero Malioboro. Mobil, motor, becak, andong dan pejalan kaki semua berhenti bergerak. Kata-kata itu terngiang lagi, "SEPULUH RIBU saja, Mas." Oh, jiwaku lemah lunglai. Alangkah sombongnya diriku! Mengabaikan seorang bapak tua yang meninggalkan anak cucunya malam-malam demi mencari tambahan penghasilan. Sementara saya menjinjing belanjaan bernilai berlipat-lipat dari angka yang dia sebut. Saya balikkan badan, saya dekati bapak itu yang masih mengharap saya naik becaknya. Saya salami erat-erat sambil berkata, "Pak, ini sedikit tambahan buat lebaran bersama keluarga." Saya cepat-cepat masuk taksi sebelum bapak itu berkata apa-apa. Dari dalam taksi saya lirik keluar, ternyata bapak itu sudah berdiri di dekat jendela, tersenyum sambil melambaikan tangan. Saya balas lambaiannya, segenap ragaku luruh tersenyum. Taksi pun bergerak pelan menembus kegelapan malam Yogya. Kulangitkan doa untuk orang-orang seperti bapak tua itu, yang mencari nafkah dengan JUJUR dan HALAL. Semoga mereka mendapat rejeki berlipat, kesehatan hingga hari tua dan kebahagiaan yang abadi. Aamiin. *semoga cerita ini tidak menjadi riya', karena saya yang banyak kekurangan ini masih belajar untuk memahami* Ilustrasi foto: Pitoyo Susanto http://pitoyosusanto.wordpress.com/2012/01/04/becak-driver-of-yogyakarta/