Begitu pula tahun 2018 - 2019 musim pilpres dan pileg yang banyak menghabiskan energi, waktu, dan sumber dana. Polarisasi semakin meruncing.
Kemungkinan, pada tahun 2019 - 2021 akan datang musim pilkada serentak lagi, jadi bersiaplah ... tantang Ichsan.
Begitu juga tahun 2021 yang akan datang, dan seterusnya akan datang kembali pemilu-pemilu yang tidak akan pernah berhenti. Memang musiman, dan silih berganti, tapi berjalan sepanjang tahun.
Pesta (pencoblosan) yang digelar hanya sehari, namun seolah berjalan 24/7, 365 hari, atau sepajang tahun. Waktu dan energi kita terkuras banyak untuk setiap pemilu musiman yang datang silih berganti tanpa henti sejak 1998.
Lalu, kapan kita fokus dan serius mengurus NU?
Apakah sudah memiliki program tahunan atau lima tahunan yang terstruktur, terarah dan terukur?
Barangkali, sungguh kita tidak akan diminta pertanggung jawaban tata kelola pemerintahan. Tapi justru akan diminta perjanggung jawaban atas kepengurusan NU?
Faktanya, mengapa wahabi, PKS, dan radikalisme malah justru semakin menguat? Padahal kita tidak pernah lelah dan berhenti memperjuangkan kepemimpinan daerah maupun nasional? Barangkali, kita terlalu latah atau bingung menentukan target dan prioritas kita? Padahal NU akan berumur seabad pada 2026?
Menurut Ichsan, percayalah, hari ini dunia milenial 4.0 semakin cepat berubah. Mampu menggeser nilai, budaya, ideologi, ekonomi, dan opini dengan kuat. Arus penyebaran faham, informasi dan teknologi tidak dapat dibendung atau diputar ke belakang?
Hari ini, masyarakat pedesaan bisa mengkases informasi melalui ruang privat atau kamar pribadi mereka, dan secara perlahan hijrah menuju faham dan pandangan baru yg menarik untuk diyakini.
Masyarakat kita masih ada yang mengharamkan televisi, tapi bebas mengakses Youtube, Facebook, dan Whatsapp. Lalu bisakah kita mengendalikan atau melarang mereka? Saya yakin tidak bisa, ungkap Ichsan