Penilaian kritis: dari kompromi ideologis ke institusionalisasi negara
Dua aspek utama dari perjalanan Maramis. Pertama, ethos kompromi, Ia berfungsi sebagai jembatan antara aliran nasionalis-Islam dan nasionalis-sekuler serta sebagai suara bagi kepentingan Indonesia Timur. Dalam studi pascakolonial, kompromi seperti perubahan rumusan sila pertama merupakan syarat terwujudnya "kontrak" kebangsaan yang menyeluruh. Maramis menjelaskan bahwa Piagam Jakarta bukanlah dogma yang definitif, melainkan sebagai dokumen transisi menuju kesepakatan Pancasila.
Kedua, kapasitas kelembagaan. Penerbitan ORI pada tahun 1946, walaupun menghadapi sejumlah kendala teknis, merupakan kemajuan signifikan menuju kapasitas negara. Dengan mata uangnya sendiri, Republik memiliki alat kebijakan untuk fiskal, pengendalian inflasi awal, dan pendanaan administrasi negara. Bahwa tanda tangan Maramis muncul di berbagai pecahan ORI menunjukkan peran "kepercayaan publik" yang terikat pada sosok pengambil kebijakan. Di tataran simbolik, ia menghubungkan teks (konstitusi) dengan alat (anggaran & dana) supaya Republik tidak terhenti sebagai konsep.
Warisan dan penghargaan
A.A. Maramis meninggal dunia di Jakarta pada 31 Juli 1977 dan dikebumikan di TMP Kalibata. Negara selanjutnya mengukuhkan pengakuan atas kontribusinya melalui pemberian gelar Pahlawan Nasional pada tahun 2019. Penghormatan lain mencakup penamaan Gedung A.A. Maramis di Kementerian Keuangan dan kontribusinya dalam sejarah uang Republik Indonesia. Warisan ideologinya mengajarkan seni berkompromi demi persatuan; warisan institusionalnya adalah kerangka kedaulatan fiskal yang mendukung berdirinya negara
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI