Pelamar diberikan waktu untuk menyelesaikan tugas berbentuk labirin melalui komputer selama 15 menit. Lalu, peneliti akan menanyakan ekspektasi dari pelamar terhadap banyak tugas yang mampu mereka selesaikan.Â
Jawaban dari pelamar akan menjadi gambaran tingkat percaya diri yang mereka miliki. Peneliti menemukan hasil bahwa pelamar dengan penampilan menarik cenderung memiliki ekspektasi yang tinggi terhadap jumlah tugas yang mampu mereka selesaikan. Hal ini dapat mencerminkan tingkat kepercayaan diri yang lebih tinggi, berdasarkan penelitian ini, pelamar dengan penampilan menarik memiliki tingkat kepercayaan diri 13%-16% lebih tinggi.Â
Berdasarkan jumlah tugas yang mampu diselesaikan, pelamar dengan penampilan menarik dan kurang menarik menunjukkan tidak adanya perbedaan signifikan pada tugas yang mampu diselesaikan. Hasil tersebut menunjukkan tidak adanya pengaruh antara penampilan dengan produktivitas seseorang.Â
Di lain sisi, pewawancara akan melakukan seleksi kepada pelamar berdasarkan resume, foto, wawancara langsung, dan via telepon. Pada bagian ini peneliti akan memberikan 5 perlakuan berbeda yaitu, (1) pewawancara hanya diberikan resume dari pelamar (B), (2) berdasarkan resume dan foto pelamar (V), (3) berdasarkan resume dan wawancara melalui telepon selama 5 menit (O), (4) berdasarkan resume, foto, dan wawancara melalui telepon selama 5 menit (VO), dan (5) berdasarkan resume, foto, dan wawancara secara langsung (FTF). Dari hasil wawancara ini nantinya peneliti akan menanyakan ekspektasi pewawancara terhadap produktivitas pelamar yang diwawancara. Hasil dari perlakuan ini menunjukkan bahwa pewawancara cenderung berekspektasi lebih terhadap produktivitas pelamar dengan penampilan menarik.Â
Dari sisi pendapatan, pada perlakuan B tidak ada beauty privilege karena hanya berdasarkan resume, sedangkan pada perlakuan lain (V, O, VO, FTF) beauty privilege mulai berlaku. Perlakuan V, O, VO menunjukan adanya peningkatan perkiraan pendapatan oleh pewawancara sebesar 12% hingga 13%, peningkatan ini semakin signifikan pada perlakuan FTF yaitu sebesar 17% . Penelitian ini menunjukan penampilan dan percaya diri mampu memengaruhi penghasilan pada pasar tenaga kerja.Â
Dalam penelitiannya, Andreoni dan Petrie (2008) menjelaskan alasan mengapa orang dengan penampilan menarik mampu menghasilkan pendapatan lebih. Hal tersebut bukan disebabkan oleh orang dengan penampilan  menarik mampu lebih kooperatif dan produktif daripada orang dengan penampilan kurang menarik, tetapi ini disebabkan oleh efek dari perilaku masyarakat dalam merespon orang dengan penampilan menarik. Orang-orang akan berpikir bahwa orang dengan penampilan menarik akan sangat membantu  sehingga  menganggap mereka akan lebih kooperatif dan produktif. Stereotip ini membuat orang-orang berekspektasi lebih kepada orang dengan penampilan menarik, jika mereka tidak mampu memenuhi ekspektasi, orang-orang akan kehilangan ekspektasi tersebut sehingga cenderung meremehkan, berdampak pada hilangnya efek beauty privilege. Varian (2006) menggambarkan kondisi dari dampak beauty privilege tersebut sebagai pisau bermata dua. Â
Dampak  Beauty Privilege
Diskriminasi Tenaga Kerja
Pada pasar tenaga kerja, beauty privilege dapat memunculkan diskriminasi pada tenaga kerja. Terdapat dua alasan mengapa orang-orang lebih memilih untuk memiliki rekan kerja dengan penampilan menarik, pertama adanya stigma bahwa orang dengan penampilan menarik lebih produktif dan kedua adanya keinginan untuk bekerja dengan rekan kerja yang lebih menarik dipandang (Sierminska, 2015).Â
Pada beberapa jenis pekerjaan tertentu, penampilan mampu menciptakan diskriminasi oleh konsumen. Pekerjaan jenis ini biasanya melibatkan interaksi secara langsung antara karyawan dengan konsumen. Daniel dan Hermermesh (1994), menggambarkan kejadian ini seringkali dialami oleh sales promotion karena karyawan dengan penampilan lebih menarik  akan dapat menarik lebih banyak konsumen sehingga menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi.
Industri Kosmetik