Mohon tunggu...
HIMIESPA FEB UGM
HIMIESPA FEB UGM Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada

Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi (HIMIESPA) merupakan organisasi formal mahasiswa ilmu ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada DI Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Lika-liku Penyandang Disabilitas dalam Dunia Kerja Indonesia

7 April 2019   18:18 Diperbarui: 7 April 2019   19:14 4484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Oleh: Yusuf Fajar Mukti, Ilmu Ekonomi 2017, Staf Departemen Kajian dan Penelitian 2019

Sejak berlakunya Konvensi Tentang Hak Penyandang Disabilitas (CPRD) di forum PBB pada tahun 2008, banyak pemerintah dan lembaga internasional di berbagai negara mulai memberi perhatian khusus serta mengikutsertakan Penyandang Disabilitas (PD) dalam proses kegiatan ekonomi mereka. 

Data Bank Dunia menunjukkan bahwa pada tahun 2011, terdapat sekitar 15% atau satu miliyar orang penyandang di seluruh dunia, yang mana menurut studi International Labour Organization (ILO) apabila dimanfaatkan dengan baik dan efisien, dapat memberikan nilai tambah yang lebih bagi perekonomian suatu negara. 

Di Indonesia sendiri, hal lebih jauh telah dilakukan melalui Pasal 53 Undang-Undang (UU) No.8 tahun 2016 yang mewajibkan perusahaan mengakomodasi PD sekurang--kurangnya satu persen dari angkatan kerja untuk sektor swasta, dan dua persen untuk sektor publik. Lalu, bagaimana implementasi regulasi tersebut di pasar tenaga kerja Indonesia untuk sejauh ini?

Data jumlah penyandang disabilitas di Indonesia untuk sementara ini tidak mempunyai angka yang pasti. Setiap sumber memiliki angka yang berbeda. Semisal, Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) mencatat bahwa proporsinya lebih dari 12%, Susenas mendapatkan angka sebesar 2,31%, sedangkan data Podes tahun 2014 mencatat bahwa prevalensinya kurang lebih berada di angka 1%, sementara menurut data Kementerian Tenaga Kerja, pada tahun 2010, jumlah penyandang disabilitas adalah tujuh juta jiwa. 

Hal tersebut disebabkan oleh definisi berbeda yang digunakan oleh lembaga-lembaga penelitian sebagai basis risetnya sehingga menyebabkan sulitnya menentukan objek observasi ketika melakukan penelitian terkait tenaga kerja difabel. Terlepas dari itu, yang pasti penyandang disabilitas secara umum memiliki tingkat kesehatan yang buruk, capaian akademis yang rendah, partisipasi ekonomi yang tidak optimal dan rasio kemiskinan yang lebih tinggi relatif terhadap non disabilitas (Halimatussadiah, 2017). 

Di Indonesia sendiri, mengutip data Sakernas tahun 2016, tercatat bahwa jumlah penyandang difabel untuk penduduk dengan umur di atas 15 tahun adalah 12.15% (sekitar 22.8 juta). Dari persentase tersebut, ada sekitar 1.87% penduduk yang dikategorikan dalam disabilitas berat, sedangkan 10.29% sisanya adalah ringan.

Sumber: Halimatussadiah (2017)
Sumber: Halimatussadiah (2017)

Pada grafik dibawah ini, terlihat bahwa tren disabilitas meningkat seiring dengan pertambahan umur untuk kedua kategori. Khusus untuk kelompok penyandang disabilitas ringan, terjadi anomali berupa penurunan nilai saat memasuki zona umur 76--85 dan 86--98 tahun. 

Hal tersebut kemungkinan besar disebabkan oleh transisi yang terjadi pada penyandang disabilitas ringan menjadi kelas berat yang rentan pada umur 76 tahun ke atas sehingga berdampak pada kenaikan yang tajam untuk garis penyandang kelas berat di zona yang sama.

Sumber: ILO (2017)
Sumber: ILO (2017)

Sedangkan apabila dilihat dari segi jenis kelamin, maka proporsi penyandang perempuan secara keseluruhan relatif lebih banyak dibandingkan laki-laki, yaitu 49.01% dan 50.09%. Bahkan, untuk kelompok People Without Disabilities (PWOD), persentase laki-laki unggul tipis atas perempuan, yaitu 50.36% berbanding 49.64%.  

Sumber: Halimatussadiah (2017)
Sumber: Halimatussadiah (2017)

Hal lainnya yang dapat kita amati adalah terkait persentase jumlah penyandang yang berpartisipasi di dunia kerja di Indonesia. Terlihat pada tabel 4 bahwa persentase partisipasi PD di dunia kerja adalah hanya sebesar 56.72% untuk yang pertama dan 20.27% untuk yang kedua, jauh lebih rendah dari partisipasi Non-PD yang berada di angka 70.40%. Kondisi tersebut kemungkinan besar disebabkan oleh berbagai diskriminasi yang diterima oleh penyandang disabilitas, baik diskriminasi kelembagaan, lingkungan, fisik, maupun sosial, yang menyurutkan niat mereka untuk memasuki dunia kerja (Yeo & Moore, 2003). 

Tidak hanya itu, jumlah PD yang tidak masuk ke dalam kategori angkatan kerja yang berstatus sebagai pelajar memiliki persentase yang jauh lebih kecil (0.84% untuk PD-Ringan dan 0.85% untuk PD-Berat) dibandingkan dengan jumlah pelajar Non-PD (9.74%). Hal tersebut mengindikasikan betapa sulitnya Penyandang disabilitas dalam memasuki dunia pendidikan, dikarenakan biaya yang lebih mahal dan prospek tingkat pengembalian investasi pendidikan (Return to education) yang rendah (Halimatussaidah, 2017).

Sumber: Halimatussadiah (2017)
Sumber: Halimatussadiah (2017)
Terlepas dari simpang siurnya data terkait jumlah penyandang disabilitas tersebut, 7 November 2018 lalu situs berita Tempo.co melansir bahwa dari 440 perusahaan dengan tenaga kerja sekitar 237 ribu orang, tenaga kerja disabilitas yang terserap baru sekitar 2.851 orang atau sekitar 1,2 persen saja. Situs tersebut juga menerangkan bahwa berdasarkan data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) pada Agustus 2017, penduduk usia kerja disabilitas nasional sebanyak 21,9 juta orang. Dari jumlah tersebut, hanya 10,8 juta orang yang sudah bekerja. 

Jika dilihat dari data yang telah disajikan di atas, dapat diasumsikan masih banyak perusahaan yang belum memfasilitasi dan menerima pekerja difabel serta masih minimnya jaminan perlindungan perusahaan untuk melindungi para pekerja difabel. Bukan hanya jaminan perlindungan, bahkan kesejahteraan para pekerja difabel pun sebenarnya dilindungi oleh UU. Diamanatkan dalam Pasal 67 UU N0. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, bahwa :

(1) Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja penyandang cacat wajib memberikan perlindungan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya.

(2) Pemberian perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pemberian fasilitas terhadap penyandang disabilitas penting dalam kaitannya untuk memberikan kesejahteraan yang merata untuk seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali dan menjalankan amanat undang-undang yang berlaku. Berangkat dari hal ini, maka masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan pemerintah dalam mengakomodasi penyandang disabilitas ke depan, khususnya di dunia kerja.

Referensi:

  1. Badan Pusat Statistik. (2018). Labor Force Situation in Indonesia August 2018. Badan Pusat Statistik: Jakarta. 
  2. Halimatussadiah, A., Agriva, M., & Nuryakin, C. (2017). Persons with Disabilities (PWD) and
  3. Labor Force in Indonesia : A Preliminary Study (LPEM-FEUI No. 003). Jakarta.
  4. International Labour Organization. (2017). Laporan Akhir- Memetakan Penyandang Disabilitas (PD) di Pasar Tenaga Kerja Indonesia. Jakarta: ILO.
  5. Yeo, R., & Moore, K. (2003). Including Disabled People in Poverty Reduction Work: ''Nothing
  6. About Us, Without Us''. World Development Vol. 31, No. 3, pp. 571--590.
  7. WHO. (2011). World Report on Disability 2011. American Journal of Physical Medicine Rehabilitation Association of Academic Physiatrists, 91, 549. http://doi.org/10.1136/ip.2007.018143.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun