Mohon tunggu...
HIMIESPA FEB UGM
HIMIESPA FEB UGM Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada

Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi (HIMIESPA) merupakan organisasi formal mahasiswa ilmu ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada DI Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Money

Kebijakan Populis di Tahun Politis

13 Mei 2018   17:57 Diperbarui: 17 Juli 2018   07:45 1148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Oleh: Ghifari Ramadhan Firman, Ilmu Ekonomi 2016, Staf Ahli Departemen Kajian dan Penelitian HIMIESPA 2018

Maka dari itu, keputusan pemerintah untuk menambah alokasi subsidi solar menjadi sorotan. Karena kebijakan ini kontradiktif dengan apa yang dilakukan pemerintah sebelumnya. Terlebih pemerintah menyatakan tidak akan menaikkan harga premium dan solar serta listrik hingga tahun 2019. Mengapa kebijakan pemerintah yang sebelumnya cenderung tidak populis kemudian menjadi populis?

Dilematis

Meskipun pemerintah memutuskan untuk tidak menaikkan harga premium dan solar hingga tahun 2019, harga minyak dunia justru terus meningkat. World Bank melansir harga minyak dunia per April 2018 rata -- rata untuk segala jenis mencapai 68.79 Dollar AS per barrel, meningkat sebesar 31 persen year on year atau tujuh persen month to month. Padahal, dalam asumsi makro Kemenkeu sebagai dasar penyusunan APBN 2018, pemerintah mengasumsikan harga minyak dunia sebesar 48 Dollar AS per barrel, yang berarti ada selisih sekitar 12 Dollar AS per barrel. 

Selisih ini, secara keseluruhan, cukup besar mengingat konsumsi BBM Indonesia yang mencapai 1.6 juta barel per hari. Hal ini menyebabkan pemerintah memutuskan untuk meningkatkan alokasi dana subsidi solar dan harga jual pertamax, agar harga premium dan solar tetap.

Kebijakan pemerintah lainnya yang menarik adalah penetapan harga jual batu bara untuk domestic market obligation (DMO). DMO merupakan skema yang mewajibkan perusahaan dalam negeri untuk menjual produknya didalam negeri, dalam hal ini perusahaan batu bara. Dengan adanya DMO, perusahaan batu bara tidak dapat serta merta melakukan ekspor, tetapi juga harus mematuhi kewajiban pemenuhan kebutuhan dalam negeri.

 Pemerintah menetapkan harga batas bawah dan atas DMO dengan kisaran 50 Dollar AS hingga 70 Dollar AS per ton. Kebijakan ini merupakan antisipasi dari tren haga batu bara yang terus naik. 

Sejak bulan Februari 2016, harga batu bara telah meningkat dua kali lipat dan diperkirakan akan terus meningkat. Kenaikan harga batu bara disebabkan oleh perbaikan perekonomian global, terutama China dan AS.

Pemberlakuan skema DMO sejatinya bertujuan untuk mempertahankan tarif listrik hingga tahun 2019. Karena sebagian besar pembangkit listrik di Indonesia menggunakan batu bara sebagai bahan input, maka penting bagi pemerintah untuk mempertahankan harga batu bara agar tarif listrik tidak mengalami kenaikan.

Lebih mengejutkan lagi, pemerintah membatalkan 14 proyek strategis nasional senilai Rp 264 triliun dengan dalih tidak memeuhi syarat. Tentu kebijakan ini menjadi tanda tanya besar. Pemerintahan Jokowi yang dikenal sangat pro infrastruktur, secara tiba -- tiba membatalkan beberapa proyek strategis nasional. Melihat trek kebijakan dan keadaan perekonomian Indonesia, kebijakan ini dirasa cukup akal. 

Dengan adanya pembatalan 14 proyek strategis nasional, pemerintah memiliki lebih banyak ruang fiskal untuk membiayai subsidi BBM dan listrik nantinya.

Pemerintah juga meningkatan alokasi bantuan sosial, seperti Bantuan Pangan non Tunai (BPNT), Program Keluarga Harapan (PKH) serta Jaminan Kesehatan Nasional Penerima Bantuan Iuran (JKN -- PBI). Pertumbuhan nilai bantuan sosial untuk triwulan satu tahun 2018 mencapai 88 persen, year on year. Angka ini cukup besar dibandingkan dengan pertumbuhan alokasi dana bantuan sosial yoy pada triwulan satu tahun 2017, yaitu tiga persen. Bahkan, alokasi dana bantuan sosial pada triwulan satu tahun 2016 berkurang 38 persen yoy.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun