Mohon tunggu...
Himawijaya
Himawijaya Mohon Tunggu... Administrasi - Pegiat walungan.org

himawijaya adalah nama pena dari Deden Himawan, seorang praktisi IT yang menyukai kajian teknologi, filsafat dan sosial budaya, juga merupakan pegiat walungan.org

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Membangun Paradigma

1 Juni 2020   17:16 Diperbarui: 1 Juni 2020   17:15 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jika diharuskan mewajibkan buku bacaan kepada para pegiat walungan.org, maka saya akan mewajibkan tiga buku kecil ini. Buku yang sudah lama terbit dan diterjemahkan. Kecil itu Indah, karya Schumacher diterjemahkan dan diterbitkan LP3ES, dengan cetakan pertama tahun 1979. 

Buku kedua, Revolusi Sebatang Jerami karya Masanobu Fukuoka, diterjemahkan dan diterbitkan Obor, cetakan pertama tahun 1991. Terakhir, buku karya Vandana Shiva: Bebas dari Pembangunan, juga terbitan Obor dengan cetakan pertama 1997. Ketiganya diterbitkan semasa rezim orde baru. Buku yang secara tegak-berkacak menentang cara pembangunan gaya Orde Baru.

Mengapa ketiga buku itu penting?

Yang disasar ketiganya adalah bangunan paradigma. Paradigma adalah cara pandang terhadap diri, manusia dan lingkungan, yang mendasari dan melatari cara berpikir (kognisi), bersikap dan bertingkah-laku. 

Paradigma berisi seperangkat asumsi, konsep, nilai dan praktik yang akan diterapkan dalam memandang realitas (wikipedia). Gagasan bagaimana sebuah paradigma mendasari sains diungkapkan oleh Thomas Kuhn dalam The Structure of Scientific Revolutions. Kuhn juga mengenalkan istilah pergeseran paradigma (Paradigm Shift) dalam karyanya.

Jadi singkatnya, paradigma adalah kerangka nilai, cara pandang di benak kita yang mendasari semua perilaku lahiriah.

Schumacher mendasarkan keseluruhan argumentasi di dalam bukunya, kepada "konsep etika". Etika yang bagaimanapun bagi Schumacher ditegakkan dari asumsi metafisika, sebagaimana ungkapan Mahatma Gandhi, dalam buku ini, yakni : "Kita harus menyadari bahwa di samping badan ada jiwa, yang baka, yang dipertanggungjawabkan setelah kematian, dan kepercayaan ini harus merupakan kepercayaan yang hidup, dan pada akhirnya, tanpa kekerasan itu tidak ada manfaatnya bagi orang-orang yang tidak memiliki kepercayaan yang hidup akan Tuhan Ar-Rahman.

Paradigma dasar ini diajukan Schumacher, tatkala ia membongkar pijakan ilmu ekonomi era modern. Pijakan yang dibangun di atas serakah, iri hati dan kompetisi. Sesuatu yang dianggap positif oleh ekonom sekelas Keynes.

Setelah mengguggat karakter serakah ekonomi modern, Schumacher lalu merambah ke bagaimana perlakuan karakter tersebut merambah ke pendidikan yang berbasis industri-kapitalis, pengembangan teknologi besar, mahal dan massal tapi tak bermanfaat, menghasilkan masalah besar gai sumber daya alam dan manusia serta penggunaan tanah.

Di akhir Schumacher berkesimpulan bahwa sumberdaya terbesar adalah pendidikan. Pendidikan seperti apa?

Pendidikan yang hanya fokus dan murni tukang (know-how) tidaklah berguna. Lalu berpaling kepada humaniora semata yang sudah terspesialisasi tidak membantu kita memahami dunia dengan lebih asasi dan mendorong kita agar lebih ber-etika. 

Pendidikan tidak akan menolong kita selama tidak memberi tempat kepada metafisika. Apa yang diajarkan sains dan humaniora tidaklah berguna, kalau pengajarannya tidak membuka pintu kepada kepemahaman metafisika, perihal hakikat kehidupan. (halaman 88).

Gugatan Schumacher juga menohok cara memandang kerja dan pekerjaan. Ia melihat sifat sejati manusia adalah: berkreasi. Kreasi inilah yang seharusnya didorong dalam "bekerja": bekerja dengan tanpa bekerja. Sebuah pekerjaan yang inheren dengan masing-masing individu.

Bermula dari konsep etika yang belandaskan metafisika (keimanan terhadap Tuhan, pertanggung-jawaban terhadap jiwa manusia setelah mati), Schumacher lalu membangun dan menawarkan sebuah pengembangan teknologi yang berdasar kepada :

1. teknologi yang murah sehingga mudah dan bisa dijangkau semua orang
2. cocok untuk kegiatan kecil-kecilan
3. serasi dengan sifat kreatif manusia

Ketiga konsep ini yang dibungkus menjadi "Small is Beautiful"

***
Buku Bebas dari Pembangunan karya Vandana Shiva sebangun dengan apa yang dituturkan Schumacher. Jika Schumacher mengambil contoh metafisika agama Buddha dalam mengkritisi basis ekonomi modern, maka Shiva mendasarkannya kepada Prakriti (prinsip feminim):sebuah konsep kosmologi Hindu untuk mengkritisi konsep Pembangunan, Revolusi Hijau, Modernisasi dan Industrialisasi.

Bagi Shiva, konsep pembangunan modern, sejatinya adalah perpanjangan cara kolonial dalam mengeruk sumber daya alam dan sumber daya manusia di tanah jajahan, tapi dalam bentuk baru: neokolonialisme. Apa yang disebut modern, beradab, pertumbuhan ekonomi semuanya berbasis kepada paradigma reduksionistik semata. 

Tidak memandang alam dan manusia secara utuh, holistik dan integral. Kritik Shiva ini berbasis kepada pijakan yang ia namakan prinsip feminitas : ekofeminisme, yang membawakan prisnip keseimbangan, keselamatan, kedamaiaan, kolaborasi dan bukan kompetisi, eksploitasi dan kehancuran.

Konsep Feminitas yang dibawakan Shiva sebenarnya juga mengkritik konsep dan teori feminis radikal yang semata bernuansa sexisme. Feminitas yang diusung Shiva, bukanlah dikotomi antara feminis-maskulin, tapi feminitas-maskulinitas (praktriti-purusha) dalam kesatuan, kesetangkupan.

Apa yang dipaparkan Shiva, mengingatkan saya dengan paparan Sachiko Murata dalam The Tao of Islam, yang memaparkan bagaimana prinsip-prinisp feminitas dalam doktrini kosmologi dan metafisika Islam.

Tidak hanya berhenti di kosmologi, Shiva juga memaparkan dengan cukup detail, bagaimana prinsip feminitas ini terbumikan dalam struktur sosial masyarakat. Sosok perempuan yang merawat ibu bumi, mengkonservasi tanah dan hutan, menyemai benih, cara bertani dan memproduki sumber pangan sesuai prinsip-prinsip alamiah. Beda sekali dengan cara yang dilakukan pembangunan modern dengan revolusi hijau: pupuk kimia, monokultur, pestisida, menghancurkan ekologi.

Cara bertani alamiah ini kemudian diuraikan dengan lebih teknis dan detail dalam Buku ketiga: Revolusi Sebatang Jerami, karya Masanobu Fukuoka. Ia menawarkan cara bertani tanpa bekerja. Sebuah cara bertani yang sealamiah mungkin, membiarkan proses-proses tumbuh kembang tanaman seperti apa adanya. 

Jerami, dalam cara pandang pertanian modern dipandang produk sampingan, sampah yang harus dibuang. Tapi dalam cara pandang pertanian alami, ia adalah bagian dari proses utama. Ia ikut andil dalam penyuburan tanah.

Begitulah bagaimana ketiga buku ini cukup penting bagi para pegiat lingkungan. Menelisik konsep ekofeminisme nya Shiva, mengingatkan saya pada "rahmatan lil alamiin" dalam Islam. Rahmatan (penuh kasih sayang) adalah seakar dengan rahim, kata muanats (feminim dalam bahasa Arab), dan lil alamiin adalah segenap alam. 

Sebuah cara pandang yang merahmati keseluruhan alam, sejalan prinsip holistik, integral seperti apa yang diusung Shiva dalam hampir keseluruhan bukunya. Paradigma holistik ini juga disuarakan dengan lantang oleh Fritjof Capra, terutama dalam Turning Point dan The Web of Life.

Cara pandang atau paradigma holistik ini, bagaimanpun tak bisa tegak tanpa asumsi dasar, bahwa semesta adalah bertingkat secara vertikal (gradasi menaik), The Great Chain of Being, sebuah pijakan dasar bagi agama. Itulah paradigma-iman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun