Mohon tunggu...
Hilmi LasmiyatiMiladiana
Hilmi LasmiyatiMiladiana Mohon Tunggu... Guru - Laksmi Purwandita

Guru bahasa Indonesia Penulis belasan antologi bersama Penulis antologi puisi solo DARI NOL HINGGA ANANTA

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Akhir yang Lebih Baik

25 April 2020   15:20 Diperbarui: 25 April 2020   15:38 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

AKHIR YANG LEBIH BAIK
Hilmi Lasmiyati Miladiana

Dingin berhembus perlahan. Gemintang berkerlip. Aku menggigil di rak sepatu paling bawah. Paling dekil dan tak rupawan dibanding penghuni rak sepatu yang lain.

Ada haru di hatiku, aku selalu terpilih membawa tuanku ke masjid untuk sholat Subuh. Ketika adzan Subuh berkumandang, sepatu sendal dan sepatu lari berdoa "Ya Allah semoga kali ini aku yang dipakainya ke mesjid.. aamiin" doa yang khusu penuh harap. Namun, nyatanya..ketika tuanku keluar rumah aku yang dipakainya. Alhamdulillah

Basahnya air wudhu syahdu membuatku berlinang. Ya Rabb, mohon berkahi tuanku ini.. setiap subuh bagaimana pun letihnya ia selalu membawaku ke mesjid. Aku di parkir di undakan mesjid berjejer dengan alas kaki lain. Menanti dalam rindu..tak sabar untuk menemani nya kembali ke rumah.

Jamaah subuh telah selesai. Aku kaget seorang pria tambun tiba tiba memakai aku. Walau sempit, ia paksakan kakinya masuk. Berlari proradis menuju kamar mandi. Pasrah aku tidak bisa apa apa. Sayup suara siram toilet dan nafas lega dari arah kamar mandi. Ia keluar, membetulkan sarungnya. Memaksakan kembali kakinya yang gempal ke tubuhku. Sampai di undakan mesjid, ia menemukan sendal yang menjadi miliknya.

Masjid sudah lengang.. Aku tertunduk dalam duka. Tuanku nampaknya sudah kembali ke rumah tanpa aku. "Hiks..hiks.." tangisku pecah.

Sepasang sendal di sebelahku tertulis "Sendal Wudhu" menoleh seperti ia tahu apa yang ku rasakan. "Selamat datang sahabatku, usaplah air mata mu... Di sini kau tak hanya dipakai saat subuh. Lima waktu, kau akan dipakai." Mendengarnya, isakku terhenti. Mataku berbinar dan hati penuh syukur.

Bandung, September 2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun