Pua Mbey (1850 -- 1910)
Pua Mbey lahir pada tahun 1850 di Kelurahan Tonggo, Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur. Sejak muda, ia dikenal sebagai pribadi yang cerdas, tegas, bijaksana, dan religius. Kepemimpinannya dan pengaruhnya terhadap masyarakat membuat namanya diabadikan sebagai nama marga, yang hingga kini tetap digunakan oleh semua anak laki-lakinya dan keturunan laki-laki berikutnya.
Pada masa pembentukan Kerajaan Swapraja Nagekeo, Pua Mbey disebut dalam proklamir (bheasa) oleh Raja pertama, Yang Mulia Bapak Raja Roga Ngole, berkedudukan di Boawae. Isi proklamir itu berbunyi:
"Kako solo mema ta molo... Kako ngasi mona sala wali... Kowa tiwa zili tana Togo... Kolo dasi lau bata bay... Togo... Togo toto woso... Mona sama Pua Mbey... Kakajodho..."
Pengakuan ini menunjukkan pentingnya posisi Pua Mbey dalam sejarah politik dan sosial Nagekeo. Tidak lama setelah itu, ia diangkat menjadi raja di Nunu Panda, yang terletak di antara kampung Daja dan kampung Romba, memimpin masyarakat dengan adil dan bijaksana.
Pua Mbey memiliki tiga anak laki-laki:
1. Abdurrasyid Pua Mbey
2. Abdul Jalil Pua Mbey
3. Abdul Asis Pua Mbey
Selain kepemimpinan, Pua Mbey dikenal religius. Ia menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci bersama ketiga anaknya, yang masih kecil. Perjalanan memakan waktu berbulan-bulan karena transportasi belum modern.
Di Mekkah, Pua Mbey menghembuskan nafas terakhir pada tahun 1910. Anak-anaknya kemudian pulang ke kampung halaman dengan kapal dagang VOC Belanda, membawa pengalaman, pelajaran, dan nilai-nilai kepemimpinan ayah mereka.