"Kita harus mendefinisikan ulang soal apa itu TV. TV sudah lebih dari sekedar gambar bergerak," tegasAmir.
TV SEBAGAI MEDIA INTERAKTIF
"Mari kita lihat dulu apa kata penonton di Twitter. Wow! Hashtag #XFactor_IND baru saja menjadi trending topic di Indonesia," kata Robby Purba, host X-Factor Indonesia sesaat setelah peserta X-Factor menyelesaikan lagunya.
Setelah meninggalkan American Idol, Simon Fuller merilis If I Can Dream yang langsung mengintegrasikan siaran televisi, video streaming melalui Hulu dan media sosial. Produser acara, Michael Herwick, menegaskan bahwa generasi sekarang tak hanya berada di depan TV, tapi juga di Facebook dan Twitter. Prosumer telah masuk ke dunia TV dan menjadikan interaksi langsung dengan audien sangat penting.
Norma 'duduk manis' depan TV tak berlaku lagi. TV bagi generasi saat ini menjadi salah satu media interaksi dan kolaborasi yang berkomplemen dengan media digital. Ketika menyaksikan TV, fokus kita turut terbagi ke smart phone di tangan dengan aplikasi Facebook atau Twitter.
Pada 2010 lalu siaran langsung Super Bowl XLIV di AS mencatat sejarah dengan berhasil menangguk 106,5 juta penonton. Audien tak hanya riuh di ruang keluarga atau bar. Tapi juga menciptakan eforia di dunia maya melalui Twitter, Facebook dan blog ketika siaran sedang berlangsung.
Hal yang sama juga kita lihat dalam siaran langsung Academy Awards, Grammy Awards, atau kontes bakat. Audien ingin merasa lebih terhubung dengan acara itu sendiri dan memberikan kontribusi terhadap program kesayangannya.
"Kita tidak lagi bicara soal program TV, tapi bicara kepada program TV," tulis James Poniewozik, kolumnis media di Time Magazine.
Dunia prosumer ini menemui jalannya di ranah OD. Melalui smart TV, audien bisa memberikan rating terhadap program OD atau VOD yang ditawarkan sehingga memudahkan sesama audien memilih konten.
Seperti juga di Youtube, setiap orang melalui smart tv bisa memberikan komentar atas VOD yang baru ditontonnya. Bahkan Hulu mengizinkan audiennya untuk membuat subtitle film dalam bahasa mereka masing-masing.
Dengan demikian terciptalah sebuah ekosistem big data yang terbuka dan kolaboratif antar audien. Tak ada lagi prime time layaknya TV linear. Setiap waktu adalah prime time dan semua orang bebas memilih waktnya sendiri.
Konten terbaik bukan lagi dipilihkan oleh stasiun TV, tapi dari hasil rekomendasi dan interaksi audien lain. Yang kemudian akan kita lihat adalah konten OD yang bisa difilter berdasarkan most viewed, most rated, most favorited atau most commented.