Bagaimana Menghadapinya?
1. Sadari dan terima bahwa kamu sedang rapuh. Banyak yang menyangkal sedang mengalami puber kedua karena malu atau merasa itu memalukan. Padahal, mengakui bahwa kamu butuh pertolongan adalah awal dari kedewasaan.
2. Jujur pada diri sendiri. Apakah kamu benar-benar mencintai orang itu? Atau hanya merasa diperhatikan setelah lama diabaikan? Bedakan cinta dengan euforia. Jangan buat keputusan permanen saat kamu sedang dalam perasaan sementara.
3. Cari bantuan profesional. Konseling pernikahan atau terapi individu bisa sangat membantu. Jangan tunggu sampai semua hancur. Masalah emosional butuh ruang untuk dibicarakan dan diurai secara sehat.
4. Kembalilah ke anak-anakmu. Lihatlah wajah anak-anakmu. Mereka adalah bukti cinta yang pernah kamu janjikan kepada pasanganmu. Jangan rusak kehidupan mereka karena kamu tidak bisa mengendalikan egomu sendiri.
Saatnya Bertanggung Jawab
Puber kedua bukan aib. Tapi membiarkan puber kedua merusak rumah tangga dan menyakiti anak-anakmu, itu adalah kesalahan besar.
Jatuh cinta itu memang hak setiap orang. Tapi bertanggung jawab atas cinta yang sudah kamu ikrarkan sebelumnya, adalah bentuk kematangan tertinggi.
Jangan jadikan usia sebagai alasan untuk kembali bersikap seperti remaja yang tak berpikir panjang. Jadilah dewasa yang bisa menahan diri, menimbang risiko, dan bertindak dengan penuh kesadaran.
Karena tidak ada yang indah dari kisah cinta yang menjijikkan apalagi jika ia dibangun di atas tangis dan luka keluarga sendiri.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI