3. Â Transparansi, akuntabilitas, dan pengelolaan keuangan
      Koperasi yang sehat harus membuka akses informasi kepada anggota: laporan keuangan rutin, pertanggungjawaban tahunan, audit internal maupun eksternal, serta mekanisme evaluasi. Penggunaan aplikasi digital seperti E-Office Desa dan integrasi perbankan dapat meningkatkan akuntabilitas.
      Penggunaan rekening bank resmi bagi koperasi juga menandakan upaya menghindari praktek "tunai kas desa" yang rawan manipulasi. Namun, pengurus harus dilatih supaya tidak tergantung kepada satu atau dua orang dalam pengelolaan uang.
4. Hubungan dengan pemerintah dan regulasi
      Koperasi desa Merah Putih di Mojokerto berjalan dalam kerangka regulasi yang cukup padat diantaranya UU No. 25/1992 tentang Perkoperasian, UU No. 59/2024, dan Instruksi Presiden No. 9/2025 tentang percepatan pembentukan koperasi, serta surat edaran dari Kementerian Koperasi dan Kementerian Desa. Namun regulasi tanpa implementasi dapat menyebabkan masalah administratif. Untuk mempercepat legalisasi koperasi, pemerintah daerah telah menyediakan anggaran operasional dan notaris melalui pergeseran APBD.Â
      Kerjasama juga diinisiasi antara koperasi desa dengan entitas seperti Bulog dan Pupuk Indonesia agar koperasi bisa menjadi distributor resmi bahan pokok. Hal ini memperlihatkan pendekatan sinergis antara koperasi, pemerintah daerah, dan pelaku bisnis nasional.
Perkembangan, Dampak, dan Realitas Operasional
    Setelah fase pembentukan, tantangan berikutnya adalah aktivasi operasional agar koperasi tidak menjadi "koperasi tidur". Berikut gambaran perkembangan dan dampaknya sejauh ini:
1. Aktivasi dan layanan usaha
      Meski legalitas sebagian masih dalam proses, terdapat koperasi yang telah mulai beroperasi. Misalnya, dua koperasi di Desa Gempolkerep, Kecamatan Gedeg, dan Desa Ketapanrame, Kecamatan Trawas, telah aktif menyediakan komoditas pokok seperti beras, gula, dan pupuk. Ke depan, Pemkab menargetkan bahwa semua koperasi desa Merah Putih di Mojokerto aktif penuh sebelum akhir 2025.
      Unit usaha yang direncanakan untuk dikelola koperasi desa melibatkan jasa simpan pinjam, kelogistikan, apotek, klinik desa, pergudangan, distribusi, bahkan "dapur umum" (MBG) desa. Model ini diharapkan mengonsolidasikan kebutuhan masyarakat desa dalam satu lembaga kolektif.