Mohon tunggu...
Hikmal Akbar Ibnu Sabil
Hikmal Akbar Ibnu Sabil Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

MAHASISWA PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS JEMBER

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Banyuwangi dan Ketimpangan Ekonomi

7 September 2022   20:45 Diperbarui: 28 Januari 2024   14:17 1248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Matahari terbit dan Pulau Bali | Foto: Hikmal Akbar Ibnu Sabil 

Banyuwangi, kabupaten yang terletak di ujung timur Pulau Jawa ini dikenal dengan "The Sunrise of Java". Luasnya yang mencapai 5.782 km, sedikit lebih luas dari Pulau Bali, menjadikan kabupaten ini sebagai kabupaten terbesar di Pulau Jawa. Memiliki keindahan alam yang unik, tak heran bila kabupaten ini bertumpu pada sektor pariwisata. 

Didukung dengan ekonomi kreatif yang berbasis UMKM kabupaten ini memiliki lonjakan drastis dalam pertumbuhan ekonomi dari tahun 2015. Namun, sayangnya pertumbuhan ekonomi ini tidak dibarengi dengan pemerataan pendapatan di setiap wilayah. Sehingga terjadi ketimpangan antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. 

Dilansir dari website Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Timur, rasio gini Kabupaten Banyuwangi naik sebanyak 0,05 dari yang sebelumnya 0,32 di tahun 2020 menjadi 0,37 di tahun 2021. Meskipun masih dalam kategori rendah, namun bila terus dibiarkan rasio gini Kabupaten Banyuwangi akan masuk dalam kategori sedang. 

Rasio gini sendiri menunjukkan angka ketimpangan pendapatan di suatu wilayah pada tahun tertentu yang berkisar antara angka nol sampai satu dan digambarkan dalam bentuk kurva yang disebut kurva Lorenz. 

Dengan indikator semakin mendekati angka satu ketimpangan pendapatan semakin tinggi, dan semakin mendekati angka nol ketimpangan pendapatan semakin rendah atau distribusi pendapatan semakin merata. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa ketimpangan pendapatan di Kabupaten Banyuwangi mengalami peningkatan di tahun 2021.

Ketimpangan wilayah terjadi tidak hanya terhadap distribusi pendapatan masyarakat, tetapi juga terjadi terhadap pembangunan antar wilayah. Wilayah pemilik pariwisata yang umumnya memiliki garis pantai yang panjang seperti Kecamatan Tegaldlimo dan Pesanggaran, maupun wilayah dataran tinggi seperti Kecamatan Songgon, Licin, dan Glenmore justru menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang cenderung lambat. Hal ini dapat dilihat dari angka kemiskinan di kecamatan tersebut yang stagnan.

Contohnya di Kecamatan Pesanggaran, banyak dusunnya tergolong dalam daerah yang tertinggal dan bahkan tidak dilirik oleh pemerintah. Seperti Dusun Pancer, Dusun Sukamade, Dusun Sumberjambe, dan dusun-dusun lainya. Yang anehnya, di dusun-dusun tersebut justru terdapat potensi pariwisata, seperti Pantai Pulau Merah, Pantai Muara Baduk, Taman Nasional Meru Betiri, Pantai Sukamade dan tempat wisata lainnya. 

Berdasar data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Banyuwangi. Kecamatan Pesanggaran sendiri hanya memiliki sedikit fasilitas umum dibanding kecamatan lainnya. 

Menunjukkan minimnya perhatian pemerintah terhadap pembangunan infrastruktur di daerah ini. Hal ini berbanding terbalik dengan kontribusi pariwisata Pesanggaran terhadap daerah yang cukup tinggi. Kontribusi lain dari kecamatan ini berada pada sektor pertambangan, dimana sektor pertambangan turut menyumbang sekitar 7,25 % PDRB Kabupaten Banyuwangi pada 2021.

Gunung Tumpang Pitu dari Pelabuhan Pancer | Foto: Hikmal Akbar Ibnu Sabil 
Gunung Tumpang Pitu dari Pelabuhan Pancer | Foto: Hikmal Akbar Ibnu Sabil 

Pada awalnya, Tambang Emas Tumpang Pitu milik PT Bumi Suksesindo yang terletak di Dusun Pancer ini memunculkan masalah, dimana tenaga kerja yang diserap kebanyakan merupakan tenaga kerja asing. Namun, pada tahun belakangan, 65% tenaga kerja tambang ini merupakan warga lokal asli Banyuwangi. 

Problematika tambang ini juga merambah ke nelayan, banyak nelayan yang mengaku hasil tangkapannya berkurang setelah kegiatan penambangan di Gunung Tumpang Pitu itu dilakukan. Hal ini tentunya mengganggu aktivitas ekonomi warga Pancer yang kebanyakan bermata pencaharian sebagai nelayan.

Masalah ketimpangan juga terjadi di Kecamatan Tegaldlimo yang merupakan kecamatan dengan luas terbesar di Banyuwangi. Komersialisasi Balai Taman Nasional Alas Purwo di Semenanjung Blambangan untuk wisata rupanya tidak cukup untuk memajukan perekonomian di wilayah tersebut. Serapan tenaga kerja lokal dalam pengelolaan Taman Nasional sudah cukup bagus, tetapi pemberdayaan ekonomi kreatif masyarakat di Kecamatan Tegaldlimo masih relatif kurang. 

Sadengan Taman Nasional Alas Purwo | Foto: Hikmal Akbar Ibnu Sabil 
Sadengan Taman Nasional Alas Purwo | Foto: Hikmal Akbar Ibnu Sabil 

Dilihat dari sedikitnya produk khas di Tegaldlimo, sebenarnya masyarakat memiliki lokasi strategis dalam menjangkau wisatawan non-lokal saat berkunjung ke Alas Purwo. Bila hal tersebut dapat dimanfaatkan dengan baik, maka perekonomian di wilayah Tegaldlimo akan naik secara signifikan. 

Pemberdayaan ekonomi kreatif di Banyuwangi diberlakukan untuk mengembangkan potensi masyarakat di beberapa daerah. Di pelosok bagian barat misalnya, Dusun Kakao yang berjarak 62 kilometer dari pusat kota memiliki produk khas berbahan dasar kakao untuk mengembangkan ekonomi daerahnya. Pendirian pabrik produksi kakao menjadi alternatif bagi masyarakat yang ingin menikmati langsung olahan coklat lokal dari tempat ini. 

Alhasil, buah kakao yang sebelumnya langsung diekspor ke luar negeri, kini sebagian dapat diolah dan dijajakan di kafetaria milik Dusun Kakao. Pengembangan ekonomi kreatif ini juga didukung oleh pemerintah kabupaten dengan pembangunan amfiteater untuk pertunjukan seni. 

Perkebunan kakao di Kecamatan Glenmore memang dikenal sebagai salah satu daerah penghasil kakao terbaik di dunia. Kakao edel, sebagai komoditi unggulan, dijuluki sebagai coklat mulia karena cita rasa dan perlakuan yang diberikan berbeda dari kakao biasa. Hal ini tentunya menjadi daya tarik tersendiri bagi daerah ini. 

Dimana Kecamatan Glenmore memiliki potensi besar di masa depan, karena diprediksi akan menjadi ramai setelah pembangunan jalan lintas selatan Jember-Banyuwangi. Sehingga pemberdayaan ekonomi kreatif berbasis sumber daya yang tersedia akan dapat menjadi sumber ekonomi bagi masyarakat sekitar.

Contoh lainnya berada di bagian utara Kabupaten Banyuwangi, pemerintah kabupaten memberdayakan Desa Wisata Tamansari di Kecamatan Licin untuk menjadi sumber ekonomi baru bagi warga sekitar. Desa ini memiliki ikon yang menarik wisatawan, seperti Taman Gandrung Terakota, Wisata Alam Sendang Seruni, wisata kuliner khas Banyuwangi, serta Pasar Gandrungan yang diresmikan oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno. 

Dalam pengelolaannya, pemerintah memberi kewenangan kepada Bumi Desa, sehingga terjadi peningkatan taraf hidup masyarakat desa dan memajukan pariwisata daerah. Diharapkan pula, masyarakat dapat beralih dari yang sebelumnya hanya bergantung pada sektor agraris kini mulai dapat mengembangkan sektor pariwisata sebagai pundi-pundi ekonomi.

Daerah-daerah tersebut mayoritas berada di bagian terjauh dari pusat kegiatan dan berbatasan dengan kabupaten/kota lain. Sehingga dalam jangkauannya pemerintah melakukan upaya agar masyarakat dapat mengembangkan potensi daerah di sekitar secara mandiri dan kedepannya dapat membentuk pusat kegiatan baru di luar zona perkotaan. Meski sumber pendanaan dan tata kelola awalnya dilakukan pemerintah, namun hasilnya dapat dinikmati oleh masyarakat. 

Hal ini juga dapat mencegah arus urbanisasi, karena lahan tempat tinggalnya kini dapat menyerap tenaga kerja dan diberlakukan secara produktif. Sebab, kadang kalanya, ketimpangan ekonomi yang terjadi justru tidak menyebabkan pemerataan pendapatan ataupun pembangunan dan malah menyebabkan lebih banyak orang melakukan urbanisasi untuk mencari daerah dengan produktivitas tinggi. 

Urbanisasi sendiri didefinisikan sebagai perpindahan penduduk dari desa ke kota, dengan tujuan untuk meningkatkan taraf hidup. Umumnya urbanisasi di setiap wilayah menunjukkan tren yang naik tiap tahunnya. Di Banyuwangi sendiri, target urbanisasi banyak berada di bagian tengah kabupaten. Hal ini dapat dilihat dengan ketersediaan lahan yang makin berkurang, serta konsentrasi penduduk semakin padat. 

Di Kecamatan Muncar misalnya, kecamatan yang memiliki pelabuhan perikanan terbesar di Pulau Jawa ini menunjukkan pertumbuhan penduduk dari faktor migrasi yang meningkat. Namun, bila dilihat secara kuantitatif, angka kemiskinan di kecamatan ini juga berbanding lurus dan semakin naik. Kebanyakan dari mereka merupakan nelayan tradisional yang datang dari luar daerah dengan tujuan mencari sumber penghidupan baru.

Kawasan Minapolitan ini juga mengalami beberapa kendala, seperti munculnya slum area, degradasi lingkungan, banyaknya gelandangan dan anak jalanan, serta eksploitasi tenaga kerja dibawah umur. Hal ini mengindikasi tingkat ketimpangan ekonomi yang dapat menjadi faktor pendorong dalam urbanisasi.

Dalam hal ini, pemerintah melakukan upaya pemberdayaan masyarakat melalui program Kotaku (Kota Tanpa Kumuh) yang merupakan salah satu dari sejumlah upaya strategis Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk mempercepat penanganan permukiman kumuh di Indonesia.

Dengan maksud untuk membangun sistem yang terpadu dalam penanganan kawasan kumuh, dimana pemerintah daerah memimpin dan berkolaborasi dengan para pemangku kepentingan dalam perencanaan maupun implementasinya, serta mengedepankan partisipasi masyarakat dalam pengelolaannya. Kegiatan penanganan kawasan kumuh ini meliputi pembangunan infrastruktur serta pendampingan sosial dan ekonomi untuk keberlanjutan penghidupan masyarakat yang lebih baik di lokasi permukiman kumuh.

Di Kecamatan Muncar, Kotaku diberlakukan di Desa Wringinputih yang berada di bagian selatan Kawasan Industri Perikanan Muncar. Sasaran dari program ini umumnya wilayah tepi pantai, seperti salah satu kampung di tepian Teluk Pangpang. Kampung ini terletak di Kawasan Konservasi Hutan Mangrove Kawang, bagian barat dari Tanjung Sembulungan. 

Program Kotaku ditujukan untuk mencegah timbulnya permukiman kumuh baru dalam rangka mendukung terwujudnya permukiman perkotaan yang layak huni, produktif, dan berkelanjutan. Sehingga pemerintah dapat menekan angka urbanisasi dan menciptakan permukiman yang lebih tertata dan terstruktur. 

Konservasi Mangrove Teluk Pangpang | Foto: Hikmal Akbar Ibnu Sabil 
Konservasi Mangrove Teluk Pangpang | Foto: Hikmal Akbar Ibnu Sabil 

Kawasan kumuh lain yang muncul di Kabupaten Banyuwangi terletak di ibukota kabupaten sendiri, Kecamatan Banyuwangi. Arus urbanisasi yang tinggi dengan harapan mendapat pekerjaan di kota, rupanya berdampak negatif pada monografi salah satu desa di kecamatan ini. Desa Karangrejo, yang berbatasan langsung dengan Selat Bali memiliki presentase pemukiman kumuh sebesar 83,2%  dari total luas wilayah 119 Hektare di tahun 2018. 

Monografi desa ini menunjukkan kondisi masyarakat di Desa Karangrejo yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai nelayan baik nelayan kecil maupun nelayan besar memiliki pendapatan harian yang fluktuatif dibawah rata-rata. 

Sangat jelas pula bahwa lokasi permukiman ini berada di kawasan sempadan pesisir yang harusnya menjadi kawasan konservasi laut. Bahkan beberapa permukiman penduduk jaraknya terlalu dekat dengan laut, sehingga mudah rusak saat terjadi gelombang tinggi. 

Strategi penanganan permukiman kumuh akibat urbanisasi dapat dilakukan dengan pencegahan urbanisasi melalui program pemberdayaan desa. Bila sudah terbangun kawasan kumuh, maka pemerintah dapat mewadahi masyarakat melalui pembangunan permukiman murah yang layak huni bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

Implementasi pemerintah dalam menekan ketimpangan ekonomi dan menghilangkan arus urbanisasi juga harus didukung oleh masyarakat itu sendiri. Pemberdayaan masyarakat yang telah dibangun, sepantasnya harus terus dipertahankan secara konsisten agar program-program yang sudah disusun dapat terealisasi dengan baik dimasa depan.

Harapannya, pemerintah juga lebih memperhatikan daerah-daerah yang kurang dalam segi ekonomi maupun infrastruktur dengan perencanaan jangka panjang yang lebih matang. Pembangunan harus dilakukan secara merata dan menyeluruh agar masyarakat luas dapat mencapai kesejahteraan sosial sesuai dengan tujuan pembangunan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun