Ellis mengajarkan bahwa berpikir rasional dan positif bukan berarti menipu diri atau mengabaikan realitas, melainkan mengoreksi cara berpikir yang salah agar lebih sesuai dengan kenyataan yang ada. Dengan mengubah pikiran yang keliru, seseorang bisa mengubah perasaannya dari cemas menjadi tenang, dari marah menjadi bijak. Itulah inti positive thinking therapy yang kemudian menjadi dasar bagi banyak bentuk terapi modern seperti CBT (Cognitive Behavioral Therapy) (Ellis & Bernard, 2006; Martin, 2023).
Dalam contoh seseorang yang gagal dalam wawancara kerja, pikiran irasionalnya mungkin: "Saya benar-benar gagal total, hidup saya hancur." Perasaan yang muncul: kecewa, rendah diri, putus asa. Namun, dengan pendekatan Ellis, ia diajak berpikir ulang secara rasional: "Saya gagal hari ini, tapi itu tidak berarti saya gagal selamanya. Ini hanya satu wawancara dari banyak kemungkinan wawancara lainnya. Saya bisa belajar dari pengalaman ini dan memperbaiki performa saya di kesempatan berikutnya." Hasilnya, perasaan berubah dari putus asa menjadi termotivasi. Realitas eksternal sama, tetapi realitas batin berubah, dan itulah yang menciptakan tindakan baru yang lebih adaptif.
Pemikiran Ellis tentang rasionalitas sebagai kekuatan positif memiliki akar yang dalam dalam tradisi filosofis, meskipun ia mengembangkannya dalam kerangka psikologis yang empiris dan terapeutik. Jika para Stoik menekankan kendali diri dan Nietzsche menekankan afirmasi kehidupan, Ellis menegaskan kekuatan logika dan kesadaran rasional dalam membentuk emosi. Ia memperlihatkan bahwa berpikir positif bukanlah ilusi atau pengelabuan diri, melainkan tanggung jawab intelektual untuk memilih cara berpikir yang sehat dan sesuai dengan realitas (Ellis & Bernard, 2006).
Sumbangan penting Ellis dalam diskursus berpikir positif adalah kemampuannya mengoperasionalkan konsep-konsep filosofis yang abstrak menjadi teknik-teknik terapeutik yang praktis dan dapat diuji secara empiris. Melalui REBT, ia mengembangkan serangkaian metode untuk mengidentifikasi keyakinan irasional, menantangnya dengan pertanyaan-pertanyaan kognitif, dan menggantinya dengan keyakinan yang lebih rasional dan fungsional. Proses ini, yang dikenal sebagai D (Disputing) dalam model perluasan ABC menjadi ABCD, melibatkan konfrontasi aktif terhadap pola pikir yang maladaptif dan pengembangan perspektif alternatif yang lebih sehat (Martin, 2023).
Ellis juga memberikan kontribusi penting dalam mendemistifikasi konsep berpikir positif dengan membedakannya dari sekadar "positive affirmation" atau optimisme naif. Baginya, berpikir positif yang sejati harus didasarkan pada realisme rasional pengakuan terhadap fakta-fakta yang ada tanpa distorsi, tetapi dengan interpretasi yang konstruktif dan fungsional. Misalnya, mengakui bahwa seseorang memiliki kelemahan dalam bidang tertentu (realisme) sambil percaya bahwa kelemahan tersebut dapat dikembangkan melalui usaha dan pembelajaran (konstruktif).
Mereka bersama-sama membentuk sebuah mosaik pemahaman yang kaya tentang seni hidup yang bermakna sebuah warisan intelektual yang terus menginspirasi dan membimbing orang-orang yang mencari ketenangan, makna, dan kesejahteraan dalam menghadapi kompleksitas kehidupan modern. Dari ruang takhta kekaisaran Romawi hingga klinik terapi modern, dari ruang kuliah Amerika hingga tulisan-tulisan filsafat Jerman, kelima pemikir ini telah memberikan kontribusi yang tak ternilai bagi pemahaman kita tentang bagaimana berpikir positif dapat menjadi kekuatan transformatif dalam membentuk kehidupan yang bermakna dan autentik.
Daftar pustaka
Ellis, A., & Bernard, M. (2006). Rational Emotive Behavioral Approaches to Childhood Disorders. https://doi.org/10.1007/B137389
Epictetus, & Lebell, S. (1995). The Art of Living: The Classic Manual on Virtue, Happiness, and Effectiveness.
Martin, S. (2023). Using values in cognitive and behavioral therapy: A bridge back to philosophy. Journal of Evaluation in Clinical Practice. https://doi.org/10.1111/jep.13872
Nietzsche, F., & Teaching, S. (2022). Friedrich Nietzsche S Teaching.
Pinnacle, Nietzsche, F., & Spinner, S. (2013). "The Pinnacle of Life's Jubilation": An Exploration of the Vitality for Human Greatness in the Poetry of Friedrich Nietzsche the Origin of Poetry.
  Â
  Â
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI