Mohon tunggu...
Ana
Ana Mohon Tunggu... Lainnya - Perangkai kata

Menemani anak salah satunya juga mengajarkan bersikap sebagai manusia

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tentang Kita yang Tak Pernah Terlupa

11 September 2020   20:06 Diperbarui: 11 September 2020   20:09 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pagi itu. Kamis, 16 Januari 2020. Cuaca Bandung berkabut.  Tak berbeda jauh dengan perasaan Nami saat itu. Kacau dan penuh tanda tanya.

Pintu ruangan terbuka. Dilihat oleh wanita itu, sosok pria yang pernah hidup bersamanya,  sedang tergeletak  dengan wajah pucat dengan sebuah selang oksigen melekat di hidungnya.

Nami berjalan mendekatinya.
"Mas?"
Terasa asing dengan keadaan yang dilihat saat itu. Nami duduk agak berjauhan.

Heru tersenyum, sesekali napasnya tampak berat. "Aku sakit, Mi."

"Ya ... aku tahu."

"Kemarilah agak dekat."  Heru coba melambaikan tangannya.

Nami menggeser duduknya.

Sambil memegang tangan wanita itu. "Maafkan -- aku -- Mi," ucapnya terbata-bata.

Mata wanita itu menghangat. "Ya, Mas. Aku sudah maafkan semua tentang kita." Kenangan saat mereka bersama dahulu kembali terlintas.

Mengapa semua cinta sekarang menjadi luka? Kau adalah pria yang aku puja dahulu dan aku sendiri wanita yang kau perjuangkan dahulu. Kita berjalan, tertatih hingga berlari. Lalu, mengapa semua menjadi tak berarti, sekarang?

"Terima kasih, ya. Kamu memang baik. Aku tidak menyesal menjadikanmu ibu dari anak-anakku."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun