Mohon tunggu...
HIJRASIL
HIJRASIL Mohon Tunggu... Administrasi - pemula

menjadi manusia seutuhnya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Perempuan Pembawa Gitar

21 Desember 2018   22:22 Diperbarui: 21 Desember 2018   22:47 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tengah malam saat semua orang sudah tertidur lelap, suara langkah kaki itu selalu terdengar, langkah kakinya pun sudah aku hafal siapa orang itu.

Dari kejauhan di balik remang-remang lampu rumah warga dia selalu muncul, suara langkah kakinya ikut memecah keheningan malam, suara sendal di tarik-tarik itu suara ciri khas dari langkah kakinya.

Dia selalu menenteng sebuah benda besar tergantung di balik punggungnya. Sarung berwarna hitam dengan bentuk gitar itulah selalu menemaninya, isi di dalam sarung itu sudah pasti benda yang bernama gitar.

Suatu pagi saat sang surya masih pelan-pelan naik dari timur, tak sengaja pagi itu aku melihat lampu di depan kamar tergantung dengan balon setengah pecah, tetapi masih mengeluarkan cahayanya.

Dalam benak aku bertanya "kok bisa balon lampunya pecah dalam keadaan tergantung", "siapa juga orang yang mempunyai tinggi badan mencapi balon yang ketenggiannya melebihi manusia?"

Aku langsung menduga pada sosok itu, iya si perempuan pembawa gitar, sarungnya lumayan gede kalau di jinjing di balik bahu perempuan itu bisa melewati balon lampu yang tergantung pas di depan kamar aku.

"ya sudah lah ngapain aku harus pusing memikirkan balon lampu toh dia masih mengeluarkan cahaya walaupun kondisi balonnya setengah pecah" gumam aku dalam hati. Tak mau mengusut masalah lampu terlalu dalam sampai mau menanyakan atau menceritakan pada orang lain.

Namanya wening, aku baru tau namanya di kemudian hari ketika kami lagi menggelar buka puasa bersama di mushola dalam lingkungan kos kami, dia salah satu mahasiswa di kampus terkenal di kota jogja.

"kamu di prodi apa wen" suatu ketika karena penasaran aku langsung menanyakan pada wen.

"prodi pendidikan seni mas" ujarnya seraya menyandarka badannya pada dinding di belakangnya.

Tidak heran bila wening setiap hari ke kampus kerjanya membawa gitar selain buku, teori dan praktek menjadi wajib, mungkin belajar mempraktekan langsung merupakan metode belajar paling utama, bila hanya belajar teori saja.

Bulan depan wening sudah masuk semester lima, di semester ini seperti biasa setiap anak di prodi musik akan menggelar pertunjukan musik, pertunjukan ini akan menjadi tolak ukur bagi setiap mahasiswa seni musik, bila pertunjukannya sukses mereka tidak hanya akan mendapat nilai bagus tetapi sebuah keberhasilan dari proses belajar mereka selama ini.

Tidak heran bila selama sebulan ini aku selalu mendapati wening pulang ke kosnya lebih dari pukul satu malam.

"tumben pulangnya jam segini wen" tanya aku saat ia mau lewat di depan aku.

"iya mas, lagi sibuk persiapan pertunjukan bulan depan" ujar wen sambil menghentikan langkah kakinya.

Wenig begitu berbeda dengan perempuan lain, cara berpakaiannya membuat dia berbeda, rambut terurai tanpa di kepang atau disisir rapi, kamejanya tidak di kancingi hanya memperlihatkan kaus, jalannya pun terbilang berbeda seperti seorang lelaki.

Pernah suatau waktu ketika wening mau mudik lebaran, aku berujar padanya dengan candaan, bila balik jangan lupa ole-ole kopi khas pontianak. Wening pun tanpa keberatan mengiyakan candaan aku. Tanpa di sangka-sangka ternyata candaan aku berbuah kenyataan, saat kembali ke jogja dia memberikan aku sebungkus kopi bubuk.

Waktu aku sedang asik tenggelam dalam bacaan dari novel pramoedya, tiba-tiba sebuah tiket di sodorkan di depan wajah aku seketika memecah kosentrasi. Pandangan ku angkat pada orang yang menyodorkan tiket.

"hadir ya mas" belum sempat aku menanyakan tiket apa wening langsung meminta untuk hadir di pertunjukan mereka.

"ini tiket di acara pertunjuka kami" seperti tau isi benakku wening menjelaskan perihal tiket itu.

Di dalam tiket tertera jadwal acara pertunjukan di tanggal dua lapan bulan februari, acara akan di maulai pukul delapan sampai sepuluh malam, tempat pertunjukan akan di laksanakan dalam sebuah gelanggang olahraga di kampus mereka sendiri.

Malam itu hujan cukup deras ketika aku terjaga sampai pukul tiga pagi, riak air terdengar ramai berjatuhan dari ujung genting membuat genangan air. Aku keluar menengok sendal-sendal yang terparkir jangan sampai di bawa air. Saat pintu kamar ku buka, di depan sudah ada wening.

"loh kok berdiri disini wen" aku berusaha menyembunyikan rasa terkejut, saat melihatnya.

"pertunjukan kami terancam gagal mas" ujar wening seraya melanjutkan

"ada yang mencoba menggagalkan acara nanti malam"

"siapa itu wen" tanyaku tak kuasa mengeluarkan rasa penasaran.

"entahlah mas yang pastinya karena kecemburuan di antara para dosen" sahut wen.

Sambil duduk di depan mushola kami berdua bergantian bercerita perihal dosen mereka di kampus, aku mencoba menghibur wen seraya pura-pura memahami masalah pertunjukan mereka.

Menurut wening, di prodi mereka memang sering di hadapkan dengan gagalnya pertunjukan. Tahun lalu hal yang sama menimpah senior mereka.

Usut punya usut, di kalangan para dosen bila ada anak binaan mereka yang berhasil melaksanakan pertunjukan tahunan itu, dosen itu akan mendapat apresiasi besar dari rektorat.

 Secara otomatis dosen bersangkutan akan di kenal luas oleh setiap kalangan yang hadir saat pertunjukan.

Bila pertunjukan sukses bukan tidak mungkin dosen pembina beserta mahasiswanya akan di undang untuk mengisi kegiatan musikal dimana saja. Sampai-sampai akan mewakili unversitas ke luar negeri.

"terus apa langkah kalian wen" kini aku berusaha rencana mereka dengan masalah pertunjukan

"subuh ini kami rapat mendadak untuk menggelar aksi esok pagi di kampus agar pertunjukan kami bisa terselenggara" ujar wening seraya tangannya mengusap rambut.

Setelah duduk menunggu hujan berhenti, langit tiba-tiba menjadi terang lagi, wening berpamitan untuk pergi. Dari jauh sudah terdengar suara azan di bawah angin.

Sore itu setelah selesai mandi dan berpakaian, suara nada pesan dari heandpone ku di atas kasur berbunyi.

"jangan lupa nanti malam datang ya mas" pesan masuk dari wening seketika memberitahu kalau aksi mereka pagi tadi berhasil.

Setelah selesai pertunjukan, di belakang panggung wening memberitahu kalau pagi itu seluruh unit kegiatan mahasiswa menggelar aksi mengancam pengusutan dana kemahasiswaan yang raib entah ke kantong siapa. Termasuk dana pertunjukan di tahun-tahun kemarin.

 aksi itu tujuannya menuntut agar pertunjukan harus tetap di selenggarakan dari usaha sekelompok orang yang mencoba menghentikan kegiatan pertunjukan.

Takut akan hal tersebut pihak rektorat akhirnya mengecam sejumlah pihak yang mencoba  menggagalkan pelaksanakan pertunjukan.

  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun