Mohon tunggu...
Hidayatullah
Hidayatullah Mohon Tunggu... Pengacara - Hidayatullahreform

Praktisi Hukum/Alumni Fakultas Hukum UHO

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Tapak Jejak Pilkada 2020, Apa yang Diwariskan?

18 Februari 2021   13:20 Diperbarui: 18 Februari 2021   19:12 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

"Dari Isu Covid-19, Lahirnya Kepemimpinan Baru dan Dinasti Politik"

Tahun 2020 adalah tahun yang berat bagi segenap masyarakat dunia tidak terkecuali di negara Indonesia akibat serangan wabah Covid-19. Sementara di tanah air agenda kebangsaan terutama aspek pemerintahan tidak boleh lumpuh. Salah satunya penyelenggaraan Pilkada serentak di 207 daerah. Sehingga Pilkada 2020 lalu sangatlah menentukan bagi bangsa Indonesia terutama berkaitan dengan penyelenggaraan Pilkada 2020 dalam situasi negara dalam keadaan darurat kesehatan.

Ditengah bencana nasional non alam dalam status darurat kesehatan akibat pandemi Covid-19 yang juga berdampak pada memburuknya situasi ekonomi bangsa, membuat Pilkada di 270 daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Indonesia menjadi sebuah pertaruhan komitmen dalam membangun tatanan mozaik demokratisasi tingkat lokal.

Apakah kisah sukses Pilkada 2020 hanya sekedar kejutan dimasa kedaruratan kesehatan, ataukah benar-benar bukti bahwa Indonesia memang serius dan konsisten dalam melakukan konsolidasi demokrasi.

Tentunya, Pilkada 2020 jelas sangat berbeda dengan Pilkada sebelumnya baik dari aspek teknis penyelenggaraan terutama aspek regulasi mengalami perubahan disesuaikan dengan penerapan protokol kesehatan Covid-19. Katakanlah dari aspek perundangan Presiden Joko Widodo melihat situasi dalam keadaan genting memaksa akhirnya mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 2 Tahun 2020 yang saat ini telah diundangkan menjadi Undang-undang No. 6 Tahun 2020 tentang Perubahan ketiga atas Undang-undang No. 1 tahun 2015. Perppu N0. 2 Tahun 2020 itu lahir untuk melanjutkan tahapan Pilkada yang sempat tertunda selama tiga bulan sehingga berkonsekwensi pemungutan suara semula 23 September 2020 bergeser menjadi 9 Desember 2020.

Itulah kenapa Pilkada 2020 disebut Pemilihan Serentak Lanjutan (PSL), karena adanya bencana non alam sehingga mengakibatkan tertundanya sebagian tahapan penyelenggaraan Pilkada dan kemudian
dilanjutkan kembali.

Kompleksitas pelaksanaan Pilkada 2020 secara teknis menyesuaikan dengan protokol kesehatan Covid-19. Awal-awal penerapan nya menimbulkan polemik nasional karena pada masa pendaftaran dan deklarasi pasangan calon banyak aturan protokol kesehatan Covid-19 dilanggar. Hampir keseluruhan bakal pasangan calon mengikutsertakan ratusan bahkan ribuan pendukung simpatisan pada momen pendaftaran di kantor KPU daerah yang di mulai tanggal 4 hingga 6 September 2020.

Dalam masa pendaftaran yang ditetapkan KPU tersebut, para pasangan calon setelah selesai proses pendaftaran dibarengi dengan agenda inisiatif sendiri yakni deklarasi pasangan calon. Acara inisiatif inilah rentetan pelanggaran protokol Covid-19 yang tidak dapat ditegakkan baik itu aparat gugus tugas Covid-19 didaerah, terutama penyelenggara KPU dan Bawaslu daerah. Problematika ini menyulut protes meluas di publik agar Pilkada 2020 dapat ditunda.

Akhirnya tanggal 29 September 2020 digelar Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat antara Komisi II DPR RI, Kemendagri, KPU, Bawaslu dan DKPP. Rapat tersebut mengevaluasi seluruh tahapan yang sudah dan sedang berlangsung dengan kesimpulan rapat tetap menyepakati pelaksanaan Pilkada Serentak digelar pada tanggal 9 Desember 2020 dengan penegakan disiplin dan sanksi hukum terhadap pelanggaran protokol kesehatan Covid-19. Pertimbangannya karena dianggap situasi masih dapat dikendalikan.

Terhadap antisipasi penyebaran Covid-19 dan tidak terulang kembali terjadinya pelanggaran protokol kesehatan Covid 19 seperti dimasa pendaftaran pasangan calon, maka di daerah dibentuk kelompok kerja atau gugus tugas bersama kelompok kerja yang dibentuk bersama antara Bawaslu, KPU, DKPP, Kemendagri, TNI, Satuan Tugas Covid-19, Kejaksaan dan Kepolisian agar diintensifkan terutama dalam tahapan yang berpotensi terjadinya pelanggaran.

Berdasarkan hasil rapat tersebut akhirnya KPU RI merevisi PKPU No. 10/2020 tentang perubahan atas PKPU No. 6/2020 tentang pelaksanaan Pilkada dalam kondisi bencana non alam. Regulasi teknis kampanye juga dengan penekanan pengaturan melarang pertemuan yang melibatkan massa banyak dan kerumunan seperti rapat umum, konser, arak-arakan, dan lain-lain.

Selain itu juga KPU untuk pelaksanaan kampanye regulasi lebih banyak menekankan melalui media daring. Juga terhadap kewajiban penggunaan masker, hand sanitizer, sabun, dan alat pelindung kesehatan lainnya sebagai media kampanye dan pengaturan standar pemberlakuan protokol kesehatan Covid-19 pada pemungutan suara di TPS. Tak luput pula KPU memperhatikan pemilih yang berusia rentan terhadap Covid-19.

Dalam perjalanan tahapan berlangsung walaupun penerapan standar protokol kesehatan cukup ketat, tetapi wabah virus corona tetaplah menjangkiti sejumlah jajaran penyelenggara Pemilu baik pusat dan daerah. Tidak sedikit pula para peserta Pilkada terkonfirmasi positif Covid-19. Bahkan beberapa ada yang meninggal dunia. Teruntuk pihak-pihak yang terkonfirmasi covid-19 ditengah penyelenggaraan tahapan Pilkada berlangsung harus tetap bekerja walau menjalani proses isolasi mandiri selama 14 hari.

Dengan problematik pandemi Covid-19 itu sungguh diluar dugaan, justru Pilkada 2020 tidak melahirkan kluster Covid-19 yang dikhawatirkan sejumlah pihak. Tidak adanya release data dari tim Gugus Tugas Covid-19 baik pusat dan daerah tentang kluster Pilkada. Data yang tersedia adalah insiden-insiden personal penyelenggara Pemilu dan pasangan calon sebagai yang terkonfirmasi positif Covid-19.

Patut di apresiasi bahwa Pilkada 2020 justru dapat dijadikan momentum bagi penyelenggara, Pemerintah, Partai Politik, peserta maupun pemilih itu sendiri untuk mengendalikan penyebaran dan pencegahan Covid-19.

Tentu saja sebuah pekerjaan yang menguras tenaga penyelenggara maupun peserta  itu sendiri dalam kurung waktu tahapan penyelenggaraan berkutat memikirkan bagaimana Pilkada bisa sukses ditengah tuntutan kepatuhan terhadap protokol kesehatan Covid-19.

Publik pasti hanya dapat melihat hasil akhir, tetapi bagaimana semua proses itu berjalan, maka hanya akan ditemukan ceritanya dari mereka yang berada dalam pergulatan tahapan Pilkada dan pihak-pihak lain yang merekam jejak-jekak Pilkada 2020 masa pandemi, baik jurnalis maupun pemantau dan para penggiat Pemilu.

Lahirnya Pemimpin-Pemimpin Baru

Tetapi publik secara umum dapat ikut mengetahui gegap gempita suasana kompetisi politik dan antusias pemilih yang cukup tinggi serta kesibukan yang ketat dari jajaran penyelenggara Pilkada di 270 daerah. Termaksud adanya fenomena kekuatan-kekuatan baru dengan lahirnya pemimpin-pemimpin baru, tak terkecuali fenomena munculnya calon kepala daerah bagian dari dinasti kekuasaan.

Yang menarik di beberapa daerah Pilkada terjadi perubahan konstalasi dalam perimbangan kekuatan kandidat antara calon dari petahana dan non petahana. Misal, di Pilkada Sultra ada tujuh Kabupaten terdapat  tiga calon petahana mengalami kekalahan yaitu Buton Utara, Wakatobi dan Kolaka Timur. Tiga calon petahana lain nya mengalami perlawanan yang cukup sengit dari kompetitornya non petahana dengan
selisih perolehan suara tipis satu sampai tiga persen. Hanya Kabupaten Konawe Kepulauan yang calon petahana memperoleh suara selisih 51,4 persen secara signifikan melampaui tiga calon pesaing nya.

Menonjol nya Dinasti Politik

Fenomena yang cukup menonjol adalah meningkatnya dinasti politik yang meningkat tajam di Pilkada 2020 dibanding tiga Pilkada serentak sebelumnya yaitu 2015 lalu, sebagaimana hasil riset yang dilakukan seorang seorang kandidat Doktor Ilmu Politik Universitas Northwestern, Amerika Serikat bernama Yoes C. Kenawas. Dalam hasil risetnya Yoes C. Kenawas mengatakan bahwa kalau Pilkada 2015 hanya ada 52 peserta pilkada yang memiliki kekerabatan dengan pejabat. Sementara di Pilkada 2020, terdapat 158 calon yang memiliki hubungan dengan elite politik. Termaksud didalamnya anak dan mantu Presiden Joko Widodo yang pada akhirnya memenangkan Pilkada Solo dan Medan.

Lain pula dengan temuan Nagara Institute terkait dinasti politik yang bertarung di Pilkada 2020 mengalami kenaikan jumlah disebabkan, salah satunya oleh Putusan MK No. 33/PUU-XIII/2015. Sebelum putusan tersebut, jumlah dinasti politik pada rentang waktu tahun 2005-2014 hanya berjumlah 59 orang kandidat dinasti. Namun dalam pilkada serentak pada tahun 2015, 2017 dan 2018 terjadi kenaikan drastis yakni 86 orang kandidat. Namun Pilkada serentak Desember 2020, jumlah kandidat calon kepala daerah dari dinasti politik meningkat tajam menjadi 124 orang kandidat. Nagara Institute berpendapat bahwa putusan MK tersebut secara nyata dan meyakinkan telah menjadi justifikasi terhadap kenaikan angka dinasti politik di Indonesia sampai pada Pilkada 2020.

Ini tentu mengkhawatirkan bagi demokrasi Indonesia. Sisi lain menunjukkan bahwa kita Indonesia tidak memiliki sistem kekaderan kepemimpinan melalui jalur-jalur formil seperti Partai Politik. Banyak calon pemimpin lahir begitu instant dan tiba-tiba saja muncul di permukaan hanya dengan latar belakang karena anak, istri, suami dan kekerabatan kekeluargaan yang dekat dengan pejabat negara atau pun daerah. Tentunya pihak yang diuntungkan adalah mereka yang memiliki pertalian darah dengan pejabat tersebut.

Kekhawatiran banyak pihak dengan kemunculan dinasti politik akan berpotensi pada penyalahgunaan kekuasaan dan conflict of interest dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Penulis berpendapat bahwa munculnya calon dari jalur dinasti ini membuktikan bahwa Partai Politik tidak berfungsi sebagai wadah penggemblengan kader-kader kepemimpinan baik nasional maupun lokal. Bagaimana mungkin banyak kandidat kepala daerah diusung bukan dari kader murni partai politik. Banyak kader loncat pagar yang tiba-tiba memiliki kartu anggota karena hanya kepentingan maju sebagai kandidat karena kedekatan kekerabatan keluarga pejabat.

Ternyata kondisi Partai Politik sangat membutuhkan dinasti untuk mobilitas dan sumber daya partai agar terus eksis sampai pada kepentingan basis dukungan suara Pada Pemilu selanjutnya terutama Pemilu Legislatif.

Jejak Politik yang Berharga

Fenomena baru diatas baik munculnya kepemimpinan baru maupun menjamurnya calon dari jalur dinasti politik merupakan jejak yang berharga dari perjalanan demokrasi di bangsa ini. Bagaimana persaingan politik diantara mereka, dan bagaimana cara mereka untuk meyakinkan pemilih. Bagaimana mereka memenangkan pertarungan dan bagaimana mereka dalam situasi yang terbatas dengan aturan protokol kesehatan Covid-19 yang sangat ketat melakukan konsolidasi dan kerja-kerja politiknya.

Begitu pula di pihak penyelenggara Pilkada terkait kendala-kendala apa saja yang muncul di pelaksanaannya, peserta dan pemilih itu sendiri. Bagaimana pula realita publik terhadap masalah-masalah yang mereka hadapi.  Sehingga berbagai peristiwa dan masalah yang muncul dalam proses-proses Pilkada 2020 masa pandemi di atas terlalu berharga untuk dilupakan begitu saja.
Ada banyak yang perlu di koreksi, ada banyak pelajaran yang bisa dipetik.

Dalam konteks itulah, penulis menorehkan sedikit jejak Pilkada 2020 yang tentunya banyak pihak pula yang punya cerita yang sama maupun berbeda sebagai kalaedoskop Pilkada 2020 dimasa pandemi Covid-19.

Cerita jejak Pilkada serentak 2020 bisa menjadi medium pendidikan politik bagi bangsa ini untuk  memetik pelajaran dari Pilkada dimasa kedaruratan kesehatan Covid-19 menuju Pemilu dan Pilkada yang lebih berkualitas di masa mendatang.


Demikian, semoga bermanfaat.

Bumi Anoa, 18 Februari 2021
Penulis; Praktisi Hukum/Ketua KPU Provinsi Sultra Periode 2013-2018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun