Mohon tunggu...
Achmad Nur Hidayat
Achmad Nur Hidayat Mohon Tunggu... Konsultan - Pakar Kebijakan Publik

Achmad Nur Hidayat (Born in Jakarta) previously earned Master Public Policy on Economic Policies from Lee Kuan Yew School of Public Policy National University of Singapore (NUS) and from Tsinghua University, Beijing China in 2009. He had an executive education from Harvard Kennedy School of Government, Boston-USA in 2012. He is currently assisting and providing recommendation for both the Supervisory Board of Central Bank of Indonesia and Government of Indonesia in the effort to increase sustainable economic growth, maintain the financial system stability and reinvent human resources capacities in line with technological disruption. He was Chairman of Student Boards (Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia) University of Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Demokrasi dan Vaksinasi Covid-19

10 Januari 2021   07:09 Diperbarui: 10 Januari 2021   07:45 500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dunia bergembira karena awal tahun 2021, sejumlah vaksin COVID-19 sudah beredar luas, namun sayangnya imunitas global masih jauh dari terwujud. Kasus COVID-19 makin bertambah dan belum menunjukan tanda yang mereda seiring ditemukannya varian baru COVID-19. Penambahan kasus baru dunia harian 5 Jan 21 sebesar 542.399 meningkat dibandingkan 1 Des 20 sebesar 453.170 kasus baru.

Bagaimana Ekonomi Politik dari Vaksin COVID-19 terutama empat vaksin yang kini sudah tersebar di dunia yaitu Pfizer-Biontech, Oxford-Astrazeneca, Sputnik V, dan Sinopharm-sinovac? Apakah masyarakat dunia menerima keempatnya dengan antusias atau skeptis?

Kampanye vaksinasi massal sedang diluncurkan di seluruh dunia karena pemerintah dunia mencari cara untuk menahan penyebaran COVID-19.

Pfizer-Biontech (AS), Oxford-Astrazeneca (UK), Sputnik V (Rusia), dan Sinopharm-sinovac (China) adalah salah satu vaksin resmi yang didistribusikan di beberapa negara.

Namun Rusia, India, dan China telah dikritik karena terburu-buru proses persetujuan vaksin mereka, dan beberapa orang tetap skeptis untuk divaksinasi.

Secara kesehatan, perusahaan yang memiliki vaksin tersebut berupaya serius mendapatkan pasar vaksin di negara-negara padat penduduk namun upaya tersebut tidak dibarengi dengan alasan scientis dan ilmiah yang memadai.

Seiring dengan negara-negara yang lebih kaya memperluas upaya imunisasi mereka, banyak negara berkembang yang berjuang dengan pandemi masih menunggu antrian vaksin dari negara kaya.

Distribusi Vaksin Jauh Lebih Sulit

Melakukan penyebaran vaksin COVID-19 ke miliaran orang di daerah terpencil dunia adalah hal yang sulit, apalagi bila penyimpanan vaksin tersebut perlu ruang dingin -2 Celcius yang tidak tersedia didaerah terpencil.

Upaya distribusi tersebut perlu melalui banyak sungai, banyak hutan, pegunungan, dan hanya ada sedikit jalan beraspal. Oleh karena itu distribusi vaksin di negara berkembang membutuhkan waktu bertahun-tahun.

Dengan tingkat penyebaran COVID-19 yang semakin tinggi, diprediksi banyak negara berkembang tidak mampu mengamankan kebutuhannya vaksinnya sendiri sehingga negara tersebut membutuhkan bantuan global yang bila diabaikan negara tersebut akan menjadi negara darurat kesehatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun