Deretan warung makan di sekitar Jalan Timoho, Sleman, Yogyakarta, mungkin tak asing bagi para mahasiswa yang tinggal di sekitarnya. Namun satu warung kecil bernama "Kang Mas Sipa Dhaharan" punya cerita berbeda di balik asap dapurnya. Warung yang terletak persis di samping Pondok Pesantren JPPI Minhajul Muslim, tepatnya di Jalan Timoho RT 4/RW 1, Ngentak, Depok, Sleman, ini bukan hanya tempat makan biasa, ia adalah simbol ketekunan dan keteguhan seorang pemuda bernama Syifa Risky Namian, atau yang akrab dipanggil Syifa.
Syifa Risky Namian, pemuda berusia 23 tahun yang akrab disapa Syifa, adalah pemilik sekaligus pengelola tunggal warung ini. Tak banyak yang menyangka bahwa warung kecil ini tumbuh dari krisis besar yang melanda hampir seluruh dunia: pandemi COVID-19. Sebelum pandemi, Syifa sempat bekerja di sebuah perusahaan. Namun seiring memburuknya kondisi ekonomi akibat wabah, perusahaannya tak mampu membayar karyawan secara penuh. Gaji Syifa pun dipotong hingga akhirnya ia memutuskan berhenti.
"Waktu itu bingung mau ngapain. Mau cari kerja susah karena semua serba terbatas. Akhirnya saya memutuskan untuk buka warung kecil-kecilan aja, siapa tahu bisa jalan," ujarnya.
Tahun 2019 menjadi titik awal perjuangannya. Saat itu, Syifa memutuskan memanfaatkan ruang depan rumahnya sendiri yang terletak persis di samping Pondok Pesantren JPPI Minhajul Muslim. Ia menata seadanya, meja kayu sederhana, rak makanan, dan beberapa kursi plastik untuk pembeli yang ingin makan di tempat. Modal yang digunakan pun sangat terbatas, berasal dari tabungan pribadi dan sisa gaji terakhir sebelum keluar dari pekerjaan. Hari-hari pertama membuka warung, Syifa harus menghadapi kenyataan bahwa dagangannya sepi. Yang datang hanya beberapa santri pondok. Bahkan seringkali makanan yang ia siapkan tidak habis dan akhirnya ia makan sendiri agar tidak terbuang.
Namun di situlah ketangguhan Syifa diuji. Ia tetap bangun pagi, memasak sendiri, membuka warung setiap hari tanpa absen. "Saya pikir, kalau saya buka terus dan konsisten, pasti akan ada hasil. Namanya juga usaha," katanya.
Menu yang ditawarkan di warung ini sangat khas dan merakyat. Nasi putih dengan berbagai pilihan lauk sederhana seperti sayur tumis, tahu goreng, tempe, dan gorengan. Tapi yang menjadi favorit pelanggan adalah sambel-sambel racikan Syifa, terutama sambel teri. Rasa pedas yang pas, dipadukan dengan gurihnya teri yang digoreng garing membuat menu ini selalu dicari. "Sambel teri itu jadi ciri khas warung saya. Kalau habis, kadang ada yang nanya 'kok gak ada sambel terinya, Mas?'," ujar Syifa.
Selain sambel teri, Syifa juga membuat sambel usus dan sambel ati yang tak kalah digemari. Untuk minuman, warung ini menyediakan es teh manis, es nutrisari, hingga kopi Good Day dalam berbagai varian. Walau sederhana, semuanya disajikan dengan penuh ketulusan. Tidak heran jika pelanggan mulai berdatangan secara rutin. Warung yang dulu sepi kini mampu melayani sekitar 15--20 orang per hari.
"Alhamdulillah, meski belum ramai banget, tapi setidaknya cukup untuk biaya hidup saya sehari-hari," kata Syifa. Ia tidak memungkiri bahwa warung ini belum menghasilkan untung besar, namun ia bersyukur bisa mandiri dan tidak lagi bergantung pada pekerjaan yang tidak pasti.