Keesokan harinya
Ali datang ke gedung parlemen lebih pagi dari biasanya. Di meja kerjanya, ada map berwarna merah muda---tanda dokumen penting---bertuliskan "RAHASIA, Pembahasan RUU Otonomi Daerah."
Ia membukanya perlahan, dan menemukan sesuatu yang membuat dadanya sesak,
ada pasal sisipan baru yang membuka celah korupsi dalam pengelolaan dana daerah.
"Ini gak bisa didiamkan," gumamnya.
Ali tahu siapa yang mengusulkan pasal itu. Partai Karya Nasional, partai tempat Bakhun bernaung.
Ia sadar, kalau ia bersuara, kariernya bisa tamat. Tapi kalau ia diam, nuraninya akan terkubur.
Sore harinya, Ali menulis di buku catatannya,
"Kebenaran memang tak selalu menang, tapi kebohongan yang dibiarkan adalah dosa yang akan menua bersamamu."
Ia menutup buku itu, lalu melangkah keluar. Di pikirannya hanya satu hal, ia akan melawan, entah dengan cara apa pun.
Di lobi gedung parlemen, Ali berpapasan dengan seorang perempuan berjaket merah marun.