"Hati itu seperti halaman rumah yang dibersihkan tiap hari tapi akan kembali kotor"
Setiap hari aku menyapu dan membersihkan halaman rumah yang tidak begitu luas. Pada suatu hari seorang berkata padaku, "Disapu terus juga akan kotor lagi, capek-capekin diri aja."
Lantas apakah karena dia akan kembali kotor, kita biarkan begitu saja?
Apakah sampah yang ada hari ini akan ditumpuk dan berserakan menghiasi halaman rumah kita? Tentu, tidak, bukan? Meski halaman rumah akan tetap kotor setiap hari, kita harus tetap membersihkan. Jika tidak bisa dua kali sehari, minimal sekali sehari.
Begitu pula dengan hati. Dalam islam kita diajarkan untuk tetap menjaga hati agar tetap bersih. Bersih dari penyakit hati seperti iri, dengki, bosan, malas, kecewa, ragu, dan putus asa. Maka, dianjurkanlah untuk terus melakukan zikir agar hati menjadi tenang. Namun, kenapa saat kita sudah rajin berzikir hati masih saja kotor, hati masih saja mengandung hasad, bahkan sampai putus asa berkepanjangan.
Maka, dalam islam juga diwajibkan untuk tetap melakukan kewajiban seperti sholat lima waktu, membaca al-quran, berzikir, beristigfar, dan membaca shalawat. Agar hati yang kotor bisa dibersihkan, bisa dibenahi, dan terjaga oleh hal-hal yang buruk.
Menjaga kebersihan hati
Kita mengenal namanya penyakit hati dan juga penyakit fisik. Di antara ke dua sakit ini ternyata memiliki nilai sakit yang sangat berbeda. Apa bedanya?
Seorang yang menderita penyakit fisik, ketika maut menjemput, selesailah sudah apa yang dia derita. Kita mungkin pernah mendengar ketika seseorang meninggal karena sebuah penyakit tertentu dan para tetangga akan berkata "Selesai sudah dia dengan penyakitnya, Allah sudah mengangkat semua penyakitnya sekarang, semoga dia lebih tenang di sana."
Penyakit fisik akan berakhir dengan akhirnya kehidupan dunia yang kita jalani, lain dengan penyakit hati.
Loh? Apa bedanya?
Yah, tentu saja berbeda. Penyakit hati tidak demikian. Dia akan terus membuat kita merasa sakit ketika masih tersisa penyakit-penyakit hati yang terbesit dalam diri kita. Penyakit hati menyebabkan kita mudah marah, tersinggung, tergoda, hidup terasa berantakan, tidak nyaman ketika ingin melakukan sesuatu.
Tidak sampai di situ saja, penyakit hati yang masih bersemayam di tubuh kita akan menjadi pemberat saat kita dijemput oleh malaikat pencabut nyawa. Dan puncak penyiksaaannya nanti ada di akhirat.
Lupakah kita banyak siksaan dalam kubur dikarenakan karena sombong, iri, tamak, serakah, suka membangkang, dan berprasangka buruk?
Bayangkan saja jika kita masih menyimpan semua kejelekan itu dalam hati. Ingat dalam kubur hanya kita seorang tak ada yang menemani. Hanya amal perbuatan dan segala bentuk kebaikan yang telah kita lakukan.
Dalam sebuah hadis menjelaskan bahwa. Ketika nyawa kematian sudah datang menjemput ada tiga kekasih yang akan mengatarkan kita ke tempat peristitarahatan terakhir. Kekasih pertama akan menemani kita sampai ajal menjemput, dialah harta kita. Kekasih kedua akan mengantar kita sampai ke liang kubur. Dia adalah keluarga kita. Dan kekasih yang terakhir akan menemani kita hingga padang mahsyar. Itulah amal ibadah kita.
Maka, berhati-hatilah dalam berperilaku. Berhati-hatilah dengan kata-kata yang dikeluarkan.
Hati sumber kebaikan juga kejahatan
Hati. Ialah rajanya anggota tubuh. Sedangkan anggota tubuh lain adalah pasukannya. Jika rajanya baik, baik pula pasukannya, jika ia jahat jahat pula pasukannya.
Hati sangat penting perannya dalam kehidupan kita. Menjaganya adalah kewajiban. Melindungi dari segala keburukan adalah sebuah keharusan.
Kita perlu mengingat pula tentang sebuah hadis yang telah menjelaskan peran hati dalam kehidupan.
Dari An-Nu'man bin Basyir ra, nabi saw., bersabda:
"Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, baik pula seluruh jasad. Jika ia buruk, buruk pula seluru jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati." (H.R Imam Bukhori no.52 dan Muslim no 1599)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI