Mohon tunggu...
Hestri Parahest
Hestri Parahest Mohon Tunggu... hobi menulis

coretan si miskin diksi dan intuisi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mimpi Dilma (bagian 2)

17 Oktober 2025   18:10 Diperbarui: 17 Oktober 2025   18:10 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Mimpi Dilma (Sumber : dokpri/Gemini AI)

Di balik pintu besar itu, terhampar ruangan putih yang sangat luas. Tidak ada langit-langit, tidak ada lantai, dan tidak ada tembok pembatas. Luaaas sekali. Mungkin lebih luas dari hamparan galaksi. Dilma menyaksikan berjuta-juta malaikat di dalamnya, berkelebat menangkapi milyaran amplop putih yang terus melesat tanpa jeda, dari lantai yang tidak berubin. Gerakan lincah mereka yang setengah terbang, mirip penari-penari balet yang diatur oleh sebuah hukum fisika yang sangat asing. Sebagian dari malaikat dengan membopong segunung tumpukan amplop, terbang melesat ke atas, dan menghilang ditelan jantung cahaya.

Dilma tertegun dan terkesima. Lalu ia bertanya pada malaikat di sampingnya, "Mereka sedang apa? Dan amplop-amplop itu amplop apa?"

Sang malaikat berwajah tenang itu hanya tersenyum. Tiba-tiba, sebuah amplop sebesar kertas folio terbang melesat ke arah Dilma, dan terjatuh tepat menyentuh ujung jari-jari kakinya. Dilma terkejut memandangi amplop yang terjatuh di kakinya itu.

"Ambil dan bukalah," kata malaikat lirih kepada Dilma.

Dilma lalu memungut amplop itu. Betapa terkejutnya ia, begitu membaca tulisan yang tertera di amplop : Dilma Ahmad Fadillah.

Dada Dilma seketika berdegup kencang, itu nama lengkapnya! Ia mulai ketakutan memandang sang malaikat yang berdiri di sampingnya.

"Malaikat, kenapa amplop ini ada tulisan nama lengkapku?" tanya Dilma.

Malaikat berwajah tenang itu tersenyum lagi. Wajahnya memberi isyarat kepada Dilma untuk membuka amplop yang dipegangnya. Dilma lalu membuka amplop putih itu. Ia tertegun sejenak. Ternyata amplop yang dibukanya berisi sebuah kertas yang bercahaya. Dilma kemudian menarik kertas bercahaya dari dalam amplop. Lagi-lagi ia terkejut. Kertas bercahaya itu ternyata sebuah layar video. Dilma melihat adegan video dirinya sendiri, ketika selesai sholat dzuhur di kamar kosnya dan melantunkan doa di sela suara hujan deras.

Itu doaku tadi, gumam Dilma dalam hati. Suara lantunan doa dalam kertas bercahaya begitu keras menggema, seperti ada pengeras suara di dalamnya. Padahal seingat Dilma, ia hanya berlantun lirih ketika mengucapkan doa-doanya.

Di antara jutaan malaikat yang sedang menangkapi amplop, tiba-tiba salah satunya terbang melesat ke arah Dilma, dan mendarat tepat di hadapannya. Dilma memandang malaikat itu. Malaikat di hadapannya pun tersenyum, seraya mengulurkan tangannya, dan meminta kembali amplop putih dari tangan Dilma. Dilma lalu memberikan amplopnya kepada malaikat itu. Dan secepat kilat malaikat tadi kembali melesat pada kesibukan tugasnya, menangkapi amplop yang lainnya, dan membawanya terbang ke atas.

"Ini adalah padang penerimaan doa dan harapan dari semua makhluk di bumi. Amplop-amplop itu adalah doa-doa dari bumi," kata sang malaikat berwajah tenang, yang masih setia berdiri di samping Dilma.

"Amplop-amplop itu diangkut semua ke atas? Tanpa terkecuali?" tanya Dilma.

Malaikat mengangguk. "Kecuali amplop yang berwarna hitam. Amplop hitam tidak akan pernah sampai ke padang penerimaan," jawabnya menjelaskan.

Malaikat berwajah tenang itu kemudian berjalan meninggalkan pintu besar padang penerimaan doa. Dilma pun mengikutinya. Keduanya kembali menyusuri jalan berkabut cahaya putih, tanpa batas pandang. 

Akhirnya mereka sampai di depan sebuah pintu yang lebih megah, lebih besar, dan lebih menjulang dibanding pintu sebelumnya. Pintu itu terbuat dari material cahaya putih yang memukau, dan diselingi semburat cahaya keemasan yang lembut. Seluruh permukaannya dihiasi ukir-ukiran dengan motif yang bukan motif dari dunia, dan disertai detil yang nyaris hidup.

Pintu dengan cahaya semburat keemasan itu membuka perlahan. Dilma terperanjat melihat pemandangan di hadapannya. Ia menyaksikan padang putih keemasan yang membentang tak terhingga, dipenuhi oleh malaikat dengan jumlah tak terhingga pula, lebih dari yang ada pada pintu sebelumnya. Tidak ada langit-langit, tidak ada lantai, dan tidak ada tembok pembatas. Padang keemasan ini dipenuhi oleh jantung-jantung cahaya, yang memuntahkan tanpa jeda kotak-kotak yang terbentuk dari cahaya pula.

Dilma masih terkesima dengan pemandangan di hadapannya. Begitu kotak-kotak itu tertutup oleh sentuhan lembut, sepasukan malaikat yang lain segera membawanya terbang melesat. Namun kali ini arah terbangnya bukan ke atas, melainkan turun ke bawah menembus lapisan langit.

"Itu kotak apa?" tanya Dilma pada malaikat berwajah tenang yang masih setia bersamanya.

Sang malaikat tersenyum memandang Dilma.

(Bersambung)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun