Menapaki lantai pasar yang bersih, kaki ini terasa ringan berselancar menuju lapak Bu Nurul, penjual telur bebek langganan saya di baris paling ujung.Â
"Bu, telur bebek mentah sepuluh nggih," kata saya setiba di lapak.
"Siap," jawab Bu Nurul sigap seperti biasanya.
Dia mulai menyalakan bola lampu kecil andalannya untuk mengecek kondisi telur satu persatu sebelum dikemas dan dibawa pulang oleh pembeli. Setelah kondisi telur dipastikan oke semua, saya segera mengarahkan kamera ponsel ke kode QR yang dipasang Bu Nurul persis di sebelah rentengan sachet lada bubuk.
"Suwun nggih bu," pamit saya setelah pembayaran berhasil.
Jawaban Bu Nurul selalu sama, "Nggih ibu, sami-sami, sehat selalu," ujarnya dengan senyum yang tak pernah tertinggal saat melepas saya lanjut ke lapak yang lain.
Itulah sepotong keseharian saat belanja di Pasar Modern (Pasmod) BSB City, sebuah pasar dengan tata kelola modern yang berlokasi di kawasan Bukit Semarang Baru (BSB) Semarang. Pasar yang menempati area seluas 1,5 hektar, dan terdiri atas 47 ruko, 72 kios, dan 110 lapak ini, setahun yang lalu telah diresmikan oleh Wali Kota Semarang, tepatnya pada 6 September 2024. Sebagai sentra pedagang dan UMKM, Pasmod BSB City menjadi pusat penggerak ekonomi lokal yang dapat meningkatkan kesejahteraan pedagang dan memberikan pengalaman berbelanja yang lebih baik bagi masyarakat. Pasar modern satu ini bisa dibilang ikonik di kota Semarang. Mengapa? Karena Pasmod BSB City merupakan pasar modern pertama yang ada di kota Semarang.
Baca juga: Vape : Catatan di Balik Kepulan UapSebagaimana pasar lainnya, Pasmod BSB City bukan hanya sekedar tempat jual beli saja, tetapi juga menjadi sebuah ruang publik dimana interaksi sosial dan budaya berlangsung secara otentik
Interaksi Sosial yang Humanis