Mohon tunggu...
Hesti CS
Hesti CS Mohon Tunggu... Lainnya - Bank Indonesia

Analis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Konsistensi dalam Kebijakan Moneter

31 Desember 2023   19:57 Diperbarui: 31 Desember 2023   20:18 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Ketidakpastian dalam perekonomian global mendorong Bank Indonesia (BI) berkomitmen penuh menjaga stabilitas nilai tukar dan inflasi. Salah satunya melalui keputusan BI mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DDR) pada tingkat 6,00%. Ini bentuk konsistensi kebijakan moneter agar inflasi tetap rendah dan terkendali.

Pertanyaannya, mengapa BI perlu konsisten menerapkan kebijakan moneter? Langkah apa lagi yang BI lakukan sebagai bentuk antisipasi dan mitigasi dari deretan ketidakpastian pasar keuangan global?

Pentingnya Konsistensi dalam Kebijakan Moneter

BI sebagai bank sentral perlu melakukan langkah strategis dalam menyusun kebijakan moneter. Jika terjadi inkosistensi kebijakan, situasi pasar akan kacau yang akhirnya mengganggu stabilitas ekonomi. Situasi demikian bakal meresahkan pelaku ekonomi karena mereka sulit mengambil keputusan tepat yang akhirnya merambat pada fluktuasi harga.

BI dapat memberi sinyal yang jelas pada pasar ketika konsistensi kebijakan moneter dilakukan. Pelaku ekonomi bisa memprediksi situasi perekonomian di masa depan, mengambil keputusan lebih baik, serta meningkatkan efisiensi dan produktivitas usahanya.

Lebih lanjut, konsistensi kebijakan moneter juga mampu meningkatkan kepercayaan pasar terhadap BI. Stabilitas nilai tukar terjaga, inflasi tetap terkendali. Berdasarkan hal tersebut, kita perlu memahami inflasi sebagai suatu fenomena kompleks yang dipengaruhi berbagai faktor internal dan eksternal.

Ketidakpastian Perekonomian Global dan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Melansir press release BI pada 21 September 2023 lalu, data menyebutkan tingkat pertumbuhan perekonomian global berada pada level 2,7%. Ada kecenderungan ekonomi Amerika Serikat (AS) makin kuat, sedangkan ekonomi Tiongkok justru melambat.

Namun, inflasi di negara maju cenderung tinggi akibat tingginya harga minyak, tekanan inflasi jasa, dan ketatnya pasar tenaga kerja. Hal tersebut berdampak pada peningkatan suku bunga kebijakan moneter negara maju, khususnya Federal Funds Rate (FFR) AS. Inilah yang membuat ketidakpastian pasar keuangan global terjadi.

Pelemahan nilai tukar di negara berkembang dan tekanan aliran modal keluar makin tinggi. Maka, perlu penguatan respons kebijakan sebagai upaya mitigasi dampak negatif kondisi demikian, seperti yang telah BI lakukan.

Di sisi lain BI memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023 berada pada rentang proyeksi 4,5-5,3%. Benar, ekspor cenderung melambat seiring berkurangnya permintaan global dan penurunan harga komoditas. Namun, situasi berbeda terjadi pada sektor ekspor jasa yang cukup menguat.

Saat ini pertumbuhan ekonomi Indonesia ditopang beberapa sektor jasa, seperti transportasi dan pergudangan, perdagangan besar dan eceran, serta penyediaan akomodasi dan makan minum. Keyakinan konsumen tinggi dan angka penjualan eceran meningkat menjadi sebagian indikasi yang mendukung pertumbuhan ekonomi tersebut. Itu sebabnya Indonesia bisa tetap optimis di tengah ketidakpastian perekonomian global.

Kebijakan Moneter Lain untuk Memperkuat Stabilitas Nilai Rupiah

Selain kebijakan terkait suku bunga, BI telah mengambil berbagai langkah lain guna memperkuat stabilitas nilai Rupiah. Respons cepat tanggap BI ini jelas dibutuhkan di tengah ketidakpastian situasi perekonomian global. Beberapa kebijakan moneter tersebut mencakup:

1. Perluasan pemakaian Liquidity Coverage Ratio (LCT)

LCT adalah instrumen yang mewajibkan bank mempunyai aset likuid yang cukup guna memenuhi kewajibannya dalam jangka pendek. Langkah ini bisa meningkatkan daya tahan bank terhadap berbagai risiko, seperti risiko volatilitas nilai tukar.

2. Penempatan DHE SDA di dalam negeri

Melalui PP No. 36 Tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor (DHE), setiap eksportir wajib menempatkan DHE minimal 30% ke dalam rekening khusus (reksus) dalam negeri dan sistem keuangan Indonesia (SKI) seperti LPEI. Ketentuan ini berlaku untuk pengekspor sektor perkebunan, perikanan, kehutanan, dan pertambangan dengan total nilai ekspor minimal USD 250 ribu.

3. Bersinergi untuk mengendalikan inflasi

BI, pemerintah, dan pelaku ekonomi bersinergi mengendalikan inflasi sebagai bentuk tanggung jawab bersama. BI telah mencanangkan GNPIP (Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan) sebagai sebuah gerakan sinergi berbagai pihak dalam pengendalian inflasi.

Beranggotakan kementerian/lembaga, asosiasi, dan pelaku usaha, GNPIP menyusun dan mengimplementasikan berbagai kebijakan maupun program untuk mengendalikan inflasi. Adanya sinergi dapat meningkatkan efektivitas kebijakan dan program yang telah dibuat.

Dalam mengkomunikasikan GNPIP, masing-masing pihak harus mengusung key message berikut:

  • GNPIP sebagai upaya lanjutan memperkuat pengendalian inflasi nasional
  • Mengutamakan sinergi, inovasi, dan komitmen bersama  Tim Pengendalian Inflasi Daerah dan Pusat (TPID dan TPIP)
  • Mengukuhkan upaya dan aksi nyata terkait stabilisasi harga pangan serta isu lain dengan mengacu pada kerangka 4K: Keterjangkauan Harga, Ketersediaan Pasokan, Kelancaran Distribusi, dan Komunikasi Efektif. Pada akhirnya hal tersebut memperkuat ketahanan pangan nasional, daya beli, hingga memulihkan ekonomi nasional.

Setiap upaya pengendalian inflasi harus berbasis digital, forward looking, dan bersifat struktural. Tentu tidak lupa harus memprioritaskan program yang relevan dan sesuai kondisi setiap daerah sehingga langkah yang diambil benar-benar nyata.

Adapun fokus utama program sinergi TPIP/TPID -- GNPIP 2023 mencakup:

  • Menguatkan koordinasi kelembagaan dalam rangka upaya pengendalian inflasi
  • Mendukung dan memfasilitasi operasi pasar, pasar murah, dan Strategi Pengendalian Harga Pangan (SPHP)
  • Mengkoordinasikan penguatan dan perluasan Kerjasama Antar Daerah (KAD)
  • Meningkatkan kapasitas TPID melalui program pembinaan
  • Komunikasi kebijakan melalui FGD, forum, atau event.

Konsistensi dalam kebijakan moneter seperti yang BI lakukan adalah kunci menjaga inflasi tetap dalam kendali. BI pun konsisten membangun sinergi dalam berbagai aspek dengan pihak terkait, seperti kementerian/lembaga, asosiasi, dan pelaku usaha.

Setiap sektor ekonomi bisa berkontribusi dalam pengendalian inflasi. Mulai dari menjaga kestabilan harga, meningkatkan produksi dan produktivitas, memperlancar distribusi barang dan jasa, hingga menjaga daya beli masyarakat. Dengan demikian, stabilitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat tercapai sehingga pertumbuhan ekonomi berkelanjutan terwujud.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun