Mohon tunggu...
Roni Bani
Roni Bani Mohon Tunggu... Guru - Guru SD

SD Inpres Nekmese Amarasi Selatan Kab Kupang NTT. Suka membaca dan menulis seturut kenikmatan rasa. Menulis puisi sebisanya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Mungkinkah Pendidikan Pedesaan Terdampak Forum G-20?

12 November 2022   21:01 Diperbarui: 18 November 2022   16:12 788
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Patung Garuda Kencana, Denpasar; foto dokpri, RoniBani

Pengantar

"Jadikan setiap tempat sebagai sekolah dan setiap orang sebagai guru," Ki Hadjar Dewantoro

Pada akhir tahun 2021 Presiden RI, Ir. H. Joko Widodo menerima tugas sebagai presidensi G20, suatu forum kerja sama internasional yang dibentuk pada tahun 1999 (baca, sumber) dengan tujuan menemukan solusi bersama atas kondisi ekonomi global.

G20 beranggotakan negara-negara: Afrika Selatan, Amerika Serikat, Arab Saudi, Argentina, Australia, Brasil, India, Indonesia, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Meksiko, Republik Korea, Rusia, Perancis, Tiongkok, Turki, dan Uni Eropa (di sini).

Menariknya, Indonesia menjadi satu-satunya wakil ASEAN yang oleh karenanya dipastikan memainkan peranan penting di kawasan ini.

Forum G20 pada tahun 2022 ini bertema: Recover Together, Recover Stronger (pulih bersama, pulih lebih kuat). Tema ini menjadi payung besar yang menjangkau berbagai isu di samping ekonomi global. Salah satu bidang pembahasan dalam forum G20 yakni pendidikan dan kebudayaan.

Presiden Ir. H. Joko Widodo sebagai yang memimpin forum G20 pada tahun 2022 ini, selanjutnya secara pasti mendelegasikan kewenangan pembahasan isu-isu pendidikan pada Menteri Pendidikan,Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Nadiem Anwar Makarim.

Mendikbudristek RI, Nadiem Anwar Makarim melalui kanal YouTube Kemdikbudristek telah melakukan kick of G20 on Education and Culture.

Ketika meluncurkan program kick of ini, Mendikbudristek RI, Nadiem Anwar Makarim sebagai Ketua Kelompok Kerja Bidang Pendidikan G20 (G20 Education Working Group) menyebutkan 4 isu pokok dalam pembahasan G20 bidang pendidikan. Keempat isu itu yakni: 

  • kualitas pendidikan untuk semua (universal quality education)
  • teknologi digital dalam pendidikan (digital technologies in education)
  • solidaritas dan kemitraan (solidarity and partnership)
  • masa depan dunia kerja pasca covid-19 (the future of work post covid-19) (sumber)

Lalu, jika boleh bertanya, mungkinkah pendidikan pedesaan di Indonesia akan terdampak dari forum G20 yang bermartabat ini?

Pendidikan Pedesaan Hidup Segan Mati Enggan

Sub judul ini tentu saja menggemaskan dan menggertakkan gigi pada para pengambil kebijakan. Seorang sahabat berkata dalam nada gurau bahwa para pejabat pengambil kebijakan rupanya kurang piknik.

Gurauan ini dapat saja dibenarkan. Pejabat birokrasi pendidikan di tingkat Kemdikbudristek manakah yang pernah tiba di daerah-daerah 3T (terdepan, terpencil, dan tertinggal). Pasti ada yang pernah sampai di daerah 3T, namun T pertama yang dikunjungi karena berada di garda TERDEPAN. Lalu 2T yang lain bagaimana? Mari lihat analoginya.

Jika kita hadir dalam suatu pertemuan/rapat, pejabat eselon manakah yang akan duduk di tengah (baca, terpencil) atau belakang (baca, tertinggal). Semua pejabat eselon akan mendapat tempat TERDEPAN. Analogi ini tidak harus menjadi perhatian, cukuplah sebagai lelucon.

Penyebutan untuk daerah 3T ada pula istilah daerah khusus (dasus) dan daerah terpencil (dacil). Dari penyebutan daerah-daerah ini, kemudian pemerintah (dhi.Kemendikbud/Ristek) menetapkan kebijakan penempatan guru dengan sebutan-sebutan itu pula. Guru daerah 3T, Guru Daerah Khusus (Gurdasus), Guru daerah terpencil (Gudacil/Gurdacil).

Kebijakan ini terlihat sebagai suatu hal yang membanggakan karena para guru akan ke daerah-daerah itu dengan memastikan akan mendapati sekolah dengan kondisi yang prioritas. Benarkah?

Buku Antologi, Secercah Harapan dalam Keterbatasan, Antologi Kisah Guru Daerah Khusus (2020); foto: dokpri, RoniBani
Buku Antologi, Secercah Harapan dalam Keterbatasan, Antologi Kisah Guru Daerah Khusus (2020); foto: dokpri, RoniBani

Dalam suatu kesempatan menulis bersama (antologi) dengan para guru daerah khusus (gurdasus), 20 artikel dikirimkan dari para guru yang berhadapan langsung dengan fakta pendidikan daerah khusus.

Saya lebih suka menggunakan sebutan pendidikan pedesaan. Ada guru berkisah bagaimana kondisi pendidikan di pulau kecil seperti Pulau Rangsang. Pulau ini masuk kategori daerah khusus. Maka, catatan Kusmawati (2020) sebagai berikut:

"Namanya sekolah daerah di daerah khusus, sesuai namanya daerah ini belum memiliki fasilitas yang memadai, salah satunya listrik sehingga sekolahnya juga belum dialiri listrik. Jadi segala administrasi sekolah dikerjakan di Kabupaten."

Apa kata dunia bila membaca catatan seperti ini?

Sahat S. Naibaho (2020) menulis dalam buku yang sama sebagai berikut:

Banyak suka duka yang saya rasakan ketika ditempatkan di sekolah tersebut. Pernah suatu ketika pulang sekolah saya berhenti di sebuah sungai hendak mencuci kaki yang kotor terkena lumpur, tetapi salah satu sandal saya tiba-tiba terbawa arus sungai yang cukup deras, akhirnya saya membuang yang satunya lagi dan membeli sandal jepit baru dari sebuah warung yang saya lewati. ADa momen saya terjatuh dari sepeda motor ke dalam lumpur yang cukup dalam pada saat hendak pulang sekolah, padahal saat itu saya membawa tas yang berisi berkas Sasaran Kerja Pegawai (SKP) yang mengakibatkan berkas tersebut basah dan berlumpur.

Sekali lagi, apa kata dunia membaca catatan ini? Bila membaca catatan para gurdasus/gurdacil seperti itu simpati dan empati akan terjadi. Lalu, kebijakan mungkin akan menuju ke sana?

Tentu jawaban pengambil kebijakan yakni, administrasi keadilan sosial masih harus terus dibenahi agar asas pemerataan pembangunan dari kota sampai ke pelosok dapat terjawab.

Mari melihat kata Mendikbudristek RI, Nadiem Anwar Makarim terkait keyakinannya pada prinsip gotong royong bangsa ini demi penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas untuk semua

Menteri Nadiem menggarisbawahi prinsip gotong royong sebagai nilai yang dipegang teguh bangsa Indonesia. Nilai gotong royong diyakininya dapat menginspirasi dan menjadi kunci bagi para delegasi untuk berkolaborasi menuju masa depan pendidikan yang lebih baik dan lebih berkelanjutan dengan adanya pendidikan berkualitas untuk semua.

"Saya sangat percaya bahwa gotong royong adalah kunci transformasi guna menciptakan pendidikan berkualitas untuk semua dan transformasi menuju masa depan yang lebih baik, lebih berkelanjutan," tegasnya.

Ekosistem pendidikan Indonesia, disampaikan Mendikbudristek, secara bergotong royong telah melakukan akselerasi transformasi sebagai solusi krisis pembelajaran yang sudah menahun dan diperparah oleh pandemi. Melalui berbagai terobosan Merdeka Belajar, pemulihan pembelajaran dilakukan antara lain dengan menghadirkan Kurikulum Merdeka, Asesmen Nasional, dan Program Guru Penggerak.(sumber)

Tiga terobosan disebutkan oleh Mendikbudristek Nadiem A. Makarim. Ketiga terobosan itu yakni, Kurikulum Merdeka, Asesmen Nasional dan Program Guru Penggerak.

Ketiga program itu sedang gencar diberlakukan di Indonesia dewasa ini. Evaluasi terhadap ketiga program ini seiring sejalan dalam penyelenggaraannya, namun tidak berarti telah secara merata telah menyentuh keseluruhan sekolah baik di perkotaan maupun di pedesaan.

Lalu dimana letak kekurangannya sehingga pendidikan pedesan belum tersentuh? Guru, prasarana-sarana, faktor di sekitar lingkungan sekolah (akses jalan & moda transportasi, akses jaringan listrik, akses jaringan internet) dukungan orang tua dan pemerintah daerah sampai kelurahan dan desa. Ini semua berada dalam satu keterhubungan yang disebut ekosistem pendidikan. 

Ketika G20 berlangsung dan Mendikbudristek RI, Nadiem A. Makarim menyebut 4 isu penting dalam dunia pendidikan, dibahas bersama para Menteri sejawatnya dari negara-negara G20, selanjutnya akan diimplementasikan sesuai konteks negara masing-masing, maka kita bertanya, mungkinkah akan berdampak pada pendidikan pedesaan di Indonesia sebagai pemegang Presidensi G20 tahun 2022 ini?

Menulis Sebagai Suar dari Pendidikan Pedesaan

Pada tahun 1999 sebanyak 60 guru dari Nusa Tenggara Timur ditempatkan sebagai Guru Daerah Terpencil (Gudacil/Gurdacil). Suatu pengalaman yang tak akan saya lupakan karena saya salah satu di antara ke-60 guru tersebut.

Kami disebar ke daerah-daerah terpencil sebagaimana namanya program ini. Saya sendiri dikirim kembali ke kampung sendiri, entah kebijakan daerah Kabupaten saat itu telah mengkategorikan kampung/desa saya sebagai daerah terpencil.

Sayangnya, tunjangan sebagai guru daerah terpencil sampai saat ini tak pernah saya terima. [Saya tidak pernah mempertanyakan hal ini kepada pemerintah kabupaten, mungkin ini kesalahan saya. Sementara rekan-rekan lainnya tak berkabar, karena saat itu belum ada yang namanya aplikasi media sosial. 

Ketika tiba di daerah terpencil itu, tugas pokok dan fungsi sebagai guru dilaksanakan sebagaimana umumnya pada guru senior bertugas. Lalu, sebagai kreasi saya memulai sesuatu yang kiranya ada harapan mendapatkan dukungan yakni menulis. Saya mulai dengan membuat koran sekolah dan majalah sekolah, dan pada akhirnya menulis buku.

ilustrasi, majalah yang dibiayai sendiri, gagal lanjut di sekolah, foto; dokpri, RoniBani
ilustrasi, majalah yang dibiayai sendiri, gagal lanjut di sekolah, foto; dokpri, RoniBani

Buku-buku yang saya tulis bermula dari kebiasaan menulis esai (opini) di koran lokal kota Kupang. Ketika saya ajukan untuk masuk dalam perhitungan angka kredit sebagai guru, justru dianggap tidak tepat oleh tim penilai angka kredit. Maka, saya memilih untuk diterbitkan.

Menerbitkan buku bagi seorang guru daerah terpencil bukanlah hal mudah. Guru yang tidak punya branding penulis terkenal tentu tidak bernilai jual (ekonomi) bagi penerbitnya sekalipun penerbit indie.

Usaha untuk menyakinkan penerbit tetap dilakukan sehingga pada akhirnya buku pertama Catatan Seorang Guru Daerah Terpencil dapat diterbitkan (2015). Usaha yang tidak sia-sia, walau tidak jua mendapat tempat di hati guru. Buku-buku itu menghias rak buku di sekolah. Saya terus menulis untuk menyalurkan inspirasi dari apa yang terjadi di lingkungan pendidikan pedesaan.

Ilustrasi, Serial Catatan Seorang Guru Daerah Terpencil; foto; dokpri, RoniBani
Ilustrasi, Serial Catatan Seorang Guru Daerah Terpencil; foto; dokpri, RoniBani

Selain serial Catatan Seorang Guru Daerah Terpencil, beberapa buku lain saya upayakan penerbitannya di antaranya Johny yang memanjat tiang bendera di perbatasan NKRI-RDTL.

Saya sebagai guru daerah terpencil terus menulis sebagai individu tanpa peran institusi (dalam hal sokongan dana/anggaran dari dana BOS). Saya sungguh berharap pada masa yang akan datang ada hal baik dari kerja keras ini.

Saya tidak sendirian dalam hal ini. Saya hanya satu "contoh kasus" di antara sekian banyaknya rekan-rekan guru di daerah terpencil yang bekerja keras untuk kemajuan bangsa ini demi menggapai visi, mencerdaskan kehidupan bangsa.

Penutup

Forum G20 gencar dipublikasikan dan menjadi trending topic sejak dalam tahun 2022 ini. Forum G20 membahas berbagai isu global termasuk dunia pendidikan.

Dunia Pendidikan di Indonesia mengacu pada sifat/prinsip gotong royong. Lalu, kegotongroyongan itu tentulah akan terlihat dan dirasakan oleh sekolah-sekolah di pedesaan agar asas pemerataan dengan mengedepankan prinsip mengadministrasikan keadilan sosial dapat sampai di sana.

Empat isu utama dunia pendidikan yang menjadi kertas kerja pada forum G20 kiranya akan berdampak pada kebijakan nasional pendidikan yang menyeluruh hingga pendidikan pedesaan. 

Akhirnya, suatu kebanggaan sebagai anak bangsa bahwa Indonesia akan memainkan peranan penting di kawasan Asia Tenggara dan Pasifik ketika Forum G20 berlangsung dan berakhir dengan segala bentuk kerja sama di dalamnya. 

Terima kasih.

Koro'oto-Nekmese, 12 November 2022

*satu uraian sekadar ikut meramaikan perhelatan internasional yang bermartabat di Denpasar-Bali-Indonesia, dimana Presiden RI, Ir. H. Joko Widodo menjadi Ketua Presidensi G20, dan Mendikbudristek RI Nadiem Anwar Makarim menjadi Ketua Kelompok Pendidikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun