Mohon tunggu...
Roni Bani
Roni Bani Mohon Tunggu... Guru - Guru SD

SD Inpres Nekmese Amarasi Selatan Kab Kupang NTT. Bahasa dan Kebudayaan masyarakat turut menjadi perhatian, membaca dan menulis seturut kenikmatan rasa.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Mungkinkah Pendidikan Pedesaan Terdampak Forum G-20?

12 November 2022   21:01 Diperbarui: 18 November 2022   16:12 788
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Patung Garuda Kencana, Denpasar; foto dokpri, RoniBani

Pada tahun 1999 sebanyak 60 guru dari Nusa Tenggara Timur ditempatkan sebagai Guru Daerah Terpencil (Gudacil/Gurdacil). Suatu pengalaman yang tak akan saya lupakan karena saya salah satu di antara ke-60 guru tersebut.

Kami disebar ke daerah-daerah terpencil sebagaimana namanya program ini. Saya sendiri dikirim kembali ke kampung sendiri, entah kebijakan daerah Kabupaten saat itu telah mengkategorikan kampung/desa saya sebagai daerah terpencil.

Sayangnya, tunjangan sebagai guru daerah terpencil sampai saat ini tak pernah saya terima. [Saya tidak pernah mempertanyakan hal ini kepada pemerintah kabupaten, mungkin ini kesalahan saya. Sementara rekan-rekan lainnya tak berkabar, karena saat itu belum ada yang namanya aplikasi media sosial. 

Ketika tiba di daerah terpencil itu, tugas pokok dan fungsi sebagai guru dilaksanakan sebagaimana umumnya pada guru senior bertugas. Lalu, sebagai kreasi saya memulai sesuatu yang kiranya ada harapan mendapatkan dukungan yakni menulis. Saya mulai dengan membuat koran sekolah dan majalah sekolah, dan pada akhirnya menulis buku.

ilustrasi, majalah yang dibiayai sendiri, gagal lanjut di sekolah, foto; dokpri, RoniBani
ilustrasi, majalah yang dibiayai sendiri, gagal lanjut di sekolah, foto; dokpri, RoniBani

Buku-buku yang saya tulis bermula dari kebiasaan menulis esai (opini) di koran lokal kota Kupang. Ketika saya ajukan untuk masuk dalam perhitungan angka kredit sebagai guru, justru dianggap tidak tepat oleh tim penilai angka kredit. Maka, saya memilih untuk diterbitkan.

Menerbitkan buku bagi seorang guru daerah terpencil bukanlah hal mudah. Guru yang tidak punya branding penulis terkenal tentu tidak bernilai jual (ekonomi) bagi penerbitnya sekalipun penerbit indie.

Usaha untuk menyakinkan penerbit tetap dilakukan sehingga pada akhirnya buku pertama Catatan Seorang Guru Daerah Terpencil dapat diterbitkan (2015). Usaha yang tidak sia-sia, walau tidak jua mendapat tempat di hati guru. Buku-buku itu menghias rak buku di sekolah. Saya terus menulis untuk menyalurkan inspirasi dari apa yang terjadi di lingkungan pendidikan pedesaan.

Ilustrasi, Serial Catatan Seorang Guru Daerah Terpencil; foto; dokpri, RoniBani
Ilustrasi, Serial Catatan Seorang Guru Daerah Terpencil; foto; dokpri, RoniBani

Selain serial Catatan Seorang Guru Daerah Terpencil, beberapa buku lain saya upayakan penerbitannya di antaranya Johny yang memanjat tiang bendera di perbatasan NKRI-RDTL.

Saya sebagai guru daerah terpencil terus menulis sebagai individu tanpa peran institusi (dalam hal sokongan dana/anggaran dari dana BOS). Saya sungguh berharap pada masa yang akan datang ada hal baik dari kerja keras ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun