Mohon tunggu...
Hernan Solari
Hernan Solari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang yang selalu berusaha untuk menjadi lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

KEBUDAYAAN REMAJA DAN DISFUNGSI KELUARGA: MENELUSURI HUBUNGAN ANTARA PERILAKU TAWURAN DAN KONTROL SOSIAL

3 April 2024   23:27 Diperbarui: 3 April 2024   23:39 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Remaja merupakan kelompok yang berada pada fase transisi menuju dewasa, yang sering kali diwarnai oleh eksplorasi identitas, interaksi sosial yang intens, dan pergulatan dalam menemukan tempatnya dalam masyarakat. Di sisi lain, keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk kepribadian dan perilaku remaja.

Kebudayaan remaja merujuk pada seperangkat nilai-nilai, norma-norma, dan perilaku yang khas dari kelompok usia ini. Kebudayaan remaja seringkali dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti teman sebaya, media sosial, dan budaya populer, yang semuanya memainkan peran dalam membentuk identitas remaja dan cara mereka berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.

Di sisi lain, disfungsi keluarga mengacu pada berbagai masalah atau gangguan dalam struktur dan fungsi keluarga yang dapat mempengaruhi kesejahteraan anggota keluarga, termasuk remaja. Faktor-faktor seperti perceraian, konflik antara orang tua, kurangnya perhatian atau dukungan, dan pola pengasuhan yang tidak konsisten dapat menyebabkan disfungsi keluarga.

Perilaku tawuran merupakan manifestasi dari ketidakstabilan dan ketegangan yang mungkin terjadi di antara remaja, yang sering kali memiliki akar yang dalam dalam kebutuhan akan identitas, pengakuan, dan kontrol sosial. Tawuran remaja seringkali terjadi dalam konteks sosial yang tertentu, seperti di lingkungan sekolah atau kawasan tertentu di perkotaan.

Hubungan antara kebudayaan remaja, disfungsi keluarga, dan perilaku tawuran adalah kompleks dan saling terkait. Disfungsi keluarga dapat menjadi salah satu faktor pemicu atau penguat perilaku tawuran remaja, karena ketidakstabilan dalam lingkungan keluarga dapat meningkatkan kemungkinan remaja terlibat dalam tawuran sebagai bentuk ekspresi dari ketidakmampuan mereka menyelesaikan konflik secara positif. Selain itu, kebudayaan remaja yang mengagungkan kekerasan atau menekankan pentingnya identitas geng dapat juga mempengaruhi kemungkinan remaja terlibat dalam perilaku tawuran.

Dalam hal ini, kontrol sosial yang efektif dari keluarga, masyarakat, dan lembaga-lembaga lainnya memainkan peran yang penting dalam mencegah dan mengatasi perilaku tawuran remaja. Kontrol sosial yang kuat dari keluarga dapat membantu memperkuat nilai-nilai moral, norma-norma sosial yang positif, dan keterampilan konflik yang sehat pada remaja, sehingga mengurangi kemungkinan terlibat dalam tawuran.

Karakteristik Kebudayaan Remaja


Karakteristik kebudayaan remaja mencakup sejumlah aspek yang berpengaruh dalam kehidupan mereka. Nilai-nilai seperti kebebasan, eksplorasi, dan penerimaan terhadap perbedaan menjadi bagian integral dari kebudayaan remaja. Remaja seringkali mengeksplorasi batas-batas kemandirian dan mengembangkan identitas mereka sendiri.

Selain itu, norma-norma sosial juga memainkan peran penting. Pergaulan sebaya, misalnya, merupakan salah satu aspek yang signifikan dalam kebudayaan remaja. Remaja cenderung mencari persetujuan dan integrasi dalam kelompok sebaya mereka, yang kadang-kadang dapat memengaruhi perilaku dan keputusan mereka.

Pengaruh media sosial juga menjadi faktor penting dalam membentuk kebudayaan remaja saat ini. Remaja sering terpapar oleh berbagai konten yang dapat memengaruhi cara mereka berpikir, berperilaku, dan berinteraksi satu sama lain.

Kebutuhan akan identitas individu juga turut memainkan peran signifikan dalam kebudayaan remaja. Remaja seringkali berusaha untuk memahami dan mengekspresikan siapa mereka sebagai individu, termasuk preferensi, minat, dan nilai-nilai yang mereka pegang.

Secara keseluruhan, karakteristik kebudayaan remaja mencakup nilai-nilai, norma-norma sosial, dan perilaku yang merupakan bagian penting dari proses penemuan diri dan integrasi sosial dalam masa transisi mereka menuju kedewasaan.

Disfungsi Kontrol Sosial Keluarga

Disfungsi kontrol sosial keluarga merujuk pada kondisi di mana keluarga gagal memberikan arahan, pengawasan, dan pembatasan yang efektif terhadap anggotanya, khususnya terhadap anak-anak atau remaja. Artikel ini dapat menjelaskan bahwa disfungsi tersebut dapat muncul dalam berbagai bentuk, termasuk:

  1. Kurangnya Perhatian Orang Tua

Ketika orang tua tidak memberikan perhatian yang cukup terhadap anak-anak mereka, ini dapat menyebabkan rasa terabaikan dan kurangnya dukungan emosional bagi remaja. Hal ini dapat membuat remaja merasa tidak dihargai dan cenderung mencari pengakuan dari lingkungan luar.

  1. Kurangnya Komunikasi

Ketidakmampuan keluarga untuk berkomunikasi secara terbuka dan efektif dapat menghambat perkembangan hubungan yang sehat antara anggota keluarga. Kurangnya komunikasi dapat menyebabkan ketidakpahaman, konflik yang tidak terselesaikan, dan perasaan terisolasi di antara anggota keluarga, termasuk remaja.

  1. Ketidakstabilan Rumah Tangga

Konflik dan ketegangan dalam hubungan antara orang tua, seperti perselisihan atau perceraian, dapat menciptakan lingkungan yang tidak stabil dan tidak aman bagi remaja. Ketidakstabilan ini dapat memengaruhi kesejahteraan emosional dan perilaku remaja, yang mungkin mencari dukungan atau pelarian di luar keluarga.

Hal tersebut membuktikan bagaimana lingkungan keluarga yang tidak sehat dapat berdampak negatif pada perkembangan dan perilaku remaja. Hal ini juga dapat memberikan dasar untuk mempertimbangkan upaya-upaya intervensi dan pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengatasi disfungsi tersebut dan meningkatkan kesejahteraan keluarga secara keseluruhan.

Hubungan Antara Disfungsi Keluarga dan Perilaku Tawuran

Melalui studi kasus dan penelitian empiris, para peneliti telah menemukan korelasi yang signifikan antara kondisi disfungsi dalam keluarga dengan kecenderungan terlibat dalam perilaku tawuran pada remaja. Hal tersebut dapat dilihat dari faktor-faktor berikut ini:

  1. kurangnya Pengawasan Orang Tua

Studi kasus telah menunjukkan bahwa remaja yang berasal dari keluarga dengan disfungsi kontrol sosial seringkali mengalami kurangnya pengawasan dan pembatasan yang efektif dari orang tua. Ketidakmampuan orang tua untuk memberikan pengawasan yang memadai terhadap aktivitas dan pergaulan remaja dapat memberikan kesempatan bagi mereka untuk terlibat dalam perilaku tawuran sebagai bentuk ekspresi dari ketidakpuasan, frustrasi, atau pencarian identitas.

  1. Pola Pengasuhan yang Otoriter

pola pengasuhan yang otoriter atau otoriter-tirani, di mana otoritas orang tua ditegakkan dengan kekerasan atau ancaman, juga dapat berkontribusi terhadap perilaku tawuran remaja. Ketidakadilan dan ketidakseimbangan dalam hubungan antara orang tua dan anak-anak mereka dapat menyebabkan konflik yang meningkat dan pemisahan emosional antara anggota keluarga.

  1. Konflik dalam Keluarga dapat menjadi Pemicu Perilaku Tawuran

Konflik dalam keluarga, baik itu antara orang tua atau antara orang tua dan anak-anak mereka, juga dapat menjadi pemicu perilaku tawuran remaja. Lingkungan yang penuh dengan ketegangan, kebencian, atau ketidakstabilan dapat menciptakan ketidakamanan dan ketidakstabilan emosional bagi remaja, yang mungkin mencari pelarian atau rasa kekuatan melalui tawuran di luar rumah.\

Melalui studi kasus dan penelitian empiris, dapat dilihat bagaimana kondisi disfungsi dalam keluarga dapat berkontribusi terhadap terjadinya perilaku tawuran pada remaja. Faktor-faktor seperti kurangnya pengawasan, pola pengasuhan yang otoriter, dan konflik dalam keluarga semuanya dapat memainkan peran penting dalam membentuk lingkungan yang mendorong atau memfasilitasi terjadinya perilaku tawuran pada remaja.

Implikasi Psikologis dan Sosial

Secara psikologis, remaja yang terlibat dalam disfungsi keluarga dan perilaku tawuran cenderung memiliki tingkat stres, kecemasan, dan depresi yang lebih tinggi. Ketidakstabilan emosional yang dihasilkan dari lingkungan keluarga yang tidak aman dan kurangnya dukungan sosial dapat memengaruhi kesejahteraan mental mereka secara negatif. Hal ini dapat berdampak pada kemampuan mereka untuk berkembang secara optimal dan meraih potensi penuh mereka dalam berbagai aspek kehidupan.

Selain itu, dampak sosial dari perilaku tawuran remaja juga sangat serius. Tawuran dapat mengganggu keamanan dan stabilitas sosial di lingkungan mereka. Hal ini dapat menciptakan ketidakamanan di antara masyarakat, merusak hubungan antara tetangga dan komunitas, serta meningkatkan tingkat kekerasan di wilayah tersebut. Dampak sosial yang lebih luas ini dapat membentuk citra negatif tentang lingkungan tertentu, mempengaruhi investasi ekonomi dan pembangunan sosial, serta menciptakan lingkungan yang tidak kondusif untuk perkembangan yang sehat dan positif bagi anak-anak dan remaja.

Secara keseluruhan, implikasi psikologis dan sosial dari hubungan antara disfungsi keluarga dan perilaku tawuran remaja menekankan pentingnya untuk mengatasi masalah ini secara menyeluruh. Upaya pencegahan dan intervensi yang bertujuan untuk memperbaiki kondisi keluarga yang tidak sehat dan mencegah terjadinya perilaku tawuran harus menjadi prioritas utama dalam upaya meningkatkan kesejahteraan remaja dan membangun masyarakat yang aman dan harmonis.

Upaya Pencegahan dan Intervensi

Upaya pencegahan dan intervensi adalah langkah-langkah kritis dalam mengatasi disfungsi kontrol sosial keluarga dan mencegah perilaku tawuran remaja. Berikut adalah beberapa program yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan ini, yaitu:

  1. Program Pendidikan untuk Orang Tua

Program ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada orang tua tentang praktik pengasuhan yang positif dan efektif. Ini dapat mencakup keterampilan komunikasi, manajemen konflik, disiplin positif, dan pembentukan hubungan yang sehat dengan anak-anak mereka. Melalui pendidikan ini, orang tua dapat belajar cara memberikan pengawasan yang memadai, memberikan dukungan emosional, dan membangun hubungan yang positif dengan anak-anak mereka.

  1. Layanan Konseling Keluarga

Layanan konseling keluarga merupakan cara untuk membantu keluarga mengatasi konflik, meningkatkan komunikasi, dan memperbaiki hubungan antaranggota keluarga. Melalui sesi konseling, anggota keluarga dapat belajar cara mengidentifikasi dan mengatasi masalah, serta membangun pemahaman yang lebih baik tentang kebutuhan dan harapan masing-masing.

  1. Program Pembinaan Remaja

Program ini bertujuan untuk memberikan dukungan dan bimbingan kepada remaja yang berisiko terlibat dalam perilaku tawuran. Ini bisa mencakup sesi konseling individu atau kelompok, pelatihan keterampilan sosial, pembangunan rasa percaya diri, dan peningkatan kesadaran akan konsekuensi dari perilaku agresif. Program ini juga dapat menyediakan alternatif yang positif, seperti kegiatan ekstrakurikuler atau program pengembangan bakat, untuk mengalihkan perhatian remaja dari tawuran.

  1. Pengembangan Program Pendidikan Anti-Kekerasan

Program ini dapat diintegrasikan ke dalam kurikulum sekolah untuk memberikan pemahaman yang lebih baik tentang konflik, kekerasan, dan cara-cara yang sehat untuk menyelesaikannya. Ini dapat mencakup pelatihan keterampilan pemecahan masalah, manajemen emosi, dan peningkatan kesadaran sosial.

  1. Kerja Sama Antarlembaga

Pentingnya kerja sama antara lembaga-lembaga terkait, seperti sekolah, pemerintah, lembaga sosial, dan organisasi masyarakat sipil, tidak bisa diabaikan. Kolaborasi ini dapat memperkuat upaya pencegahan dan intervensi dengan memastikan koordinasi yang baik, pertukaran informasi, dan pemanfaatan sumber daya yang ada secara efisien.

Melalui upaya pencegahan dan intervensi yang terkoordinasi, diharapkan dapat mengurangi tingkat disfungsi keluarga dan mencegah terjadinya perilaku tawuran remaja. Dengan memperkuat hubungan keluarga, memberikan dukungan kepada remaja, dan membangun lingkungan yang aman dan mendukung, kita dapat menciptakan masyarakat yang lebih harmonis dan produktif bagi semua anggotanya.

Dalam menelusuri hubungan antara kebudayaan remaja, disfungsi keluarga, dan perilaku tawuran, kita dapat menyimpulkan bahwa hubungan ini merupakan sebuah dinamika yang kompleks dan saling terkait. Disfungsi keluarga, seperti kurangnya kontrol sosial, komunikasi yang buruk, atau ketidakstabilan rumah tangga, dapat berkontribusi terhadap kemungkinan terjadinya perilaku tawuran pada remaja. Di sisi lain, kebudayaan remaja yang memperkuat nilai-nilai agresi, konformitas, atau pencarian identitas juga dapat memperkuat kecenderungan terlibat dalam tawuran. Melalui pemahaman yang lebih dalam tentang faktor-faktor ini, kita dapat mengidentifikasi upaya pencegahan dan intervensi yang tepat, termasuk pendidikan orang tua, layanan konseling keluarga, dan program rehabilitasi remaja. Dengan kerja sama antara berbagai pihak, kita dapat menciptakan lingkungan yang mendukung dan aman bagi remaja untuk tumbuh dan berkembang secara positif, sementara juga membangun masyarakat yang lebih harmonis dan damai.

Daftar Pustaka

Mulyani, E., & Murti, B. (2019). Hubungan Kebudayaan Remaja dengan Perilaku Tawuran di Sekolah. Jurnal Psikologi Integratif, 7(2), 111-123.

Mulyani, E., & Murti, B. (2019). Kebudayaan Remaja: Eksplorasi Identitas dan Norma Sosial. Jurnal Psikologi Remaja, 5(1), 25-36.

Putri, A. D., & Wulandari, E. (2021). Intervensi keluarga untuk mencegah perilaku tawuran remaja: Sebuah studi eksperimen. Jurnal Psikologi Pendidikan, 18(2), 145-158.

Rahmawati, D., & Sari, N. K. (2022). Pola pengasuhan dan konflik keluarga sebagai faktor risiko perilaku tawuran remaja. Jurnal Bimbingan dan Konseling, 11(2), 123-135.

Sari, N. K., & Rahmawati, D. (2022). Pengaruh disfungsi kontrol sosial keluarga terhadap perkembangan emosi remaja. Jurnal Ilmiah Psikologi, 20(2), 145-158.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun