Mohon tunggu...
Hermansyah Siregar
Hermansyah Siregar Mohon Tunggu... Administrasi - ASN

Menguak fakta, menyuguh inspirasi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kompromi dengan Minat Anak

29 Mei 2018   23:25 Diperbarui: 30 Mei 2018   00:06 944
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mengikuti kelas kursus piano cukup rutin diikuti anak sulungku tapi menyentuh dan bermain piano di rumah sangat jarang dilakukannya. Sarung piano dan kotak tuts baru dibuka saat akan berangkat kursus karena takut ditanya oleh guru kursusnya.

Tapi aku masih optimis, mungkin karena dia masih kecil dan belum mengerti manfaat bermain piano. Suatu saat ketika beranjak dewasa dan mengenal banyak lagu, dia akan lebih serius mempelajari dan mulai suka mengulik lagu dengan piano.

Pindah ke Berlin Jerman, piano tsb tidak dibawa karena ongkos angkutnya sangat mahal dan tidak ada juga desakan dari anakku untuk membawa piano tsb. Namun setelah beberapa lama tinggal di Berlin, dorongan keinginan agar kedua anak perempuanku bisa bermain piano kembali muncul.

Ada rasa khawatir sebagai ortu dalam diriku kalau setelah mereka dewasa tapi tidak bisa bermain piano seperti merasa bersalah. Dorongan tersebut semakin kuat setelah mengetahui kalau Jerman merupakan salah satu pusat pertumbuhan dan perkembangan musik klasik dunia.

Tokoh musik klasik dunia seperti Wolfgang Amadeus Mozart dan Ludwig van Beethoven berasal dari Jerman. Setiap kota tersedia gedung tempat pertunjukan musik klasik.

Setiap kali ada pertunjukan jumlah penonton yg datang membludak, lebih banyak dibanding penonton cinema sekalipun film box office Hollywood. Gemerlap film Hollywood belum dapat mengalahkan kemegahan musik klasik.

Penontonnya kebanyakan orang yg sudah berumur dan umumnya membawa pasangan dan berdandan dengan rapi. Penampilan penontonnya cukup berkelas apalagi pemain musiknya. Gedungnya sangat megah dan indah bergaya renaissance. Semua duduk dengan tertib dan berjajar rapi sesuai nomor kursi yg tertera di karcis.

Tidak boleh ada yg berisik sekalipun membuka plastik permen saat pertunjukan sedang berlangsung. Semua mata akan melotot ke arahmu. Tepuk tangan ada saatnya setelah 1 lagu pertunjukan usai. Gak boleh musik sedang mengalun, kamu bertepuk tangan. Bisa ditarik keluar oleh sekuriti.

So classy...but quite boring for me. Terlebih tidak adanya hentakan irama yg mengajak kita berdendang dan bergoyang. Alunan musik lebih mengajak kita berkontemplasi dari pada menghibur diri (maklumlah aku berasal dari negeri pencinta dangdut..he..he..).

Bermain musik klasik bagi anak Jerman sama halnya seperti anak Indonesia belajar bermain kecapi, gamelan, angklung dan musik tradisional lainnya.

Dengan dibantu teman, akhirnya anakku didaftarkan ditempat sekolah (kursus) musik atau musik schule yg dikelola pemerintah Jerman di kota Berlin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun