Pendukung klub pemenang tidak sabaran mau keluar gedung stadion merayakan kemenangannya sambil berteriak histeris, bernyanyi hymne the championnya the queen. Sedangkan pendukung klub yg kalah pada lesu berjalan gontai dan lunglai ingin segera meninggalkan gedung sambil meratapi kekalahannya.
Di halaman luar gedung bertemulah dua jenis crowd yg extremely berbeda ini yaitu kelompok pemenang dan kelompok pecundang. Para fans pemenang mulai mencekik leher botol minuman sambil menari dan bernyanyi ditingkahi suara terompet dan toast semburat air champagne.
Yang kalah juga mulai mennyeruput botol minuman dengan gaya gak sabaran hingga tandas dan dengan kesal melempar botol kosong hingga berkeping-keping kemudian memesan botol baru sambil berjalan sempoyongan.
Keributan lumrah terjadi dan menjadi pemandangan yg lazim setiap akhir pertandingan. Selanjutnya riot police pun dengan sigap memecah konsentrasi, memilah dan memisahkan pihak yg bertikai. Ritual para pecandupun berakhir. Berbagai moda transportasi dgn malas mengangkut para maniak pulang ke rumahnya masing-masing ke segenap penjuru kota.
Tinggalah sampah dan pecahan kaca botol minuman yg berserakan di pelataran luar stadion. Saatnya para pasukan orange membersihkan piring kotor dan rimah makanan yg tersisa hasil pesta kemarin. Suasana stadion kembali seperti semula dan bersiap-siap mengadakan hajatan pesta berikutnya.
Kawan, dari penggalan cerita diatas, aku memang sengaja menyelipkan kata-kata bernuansa ibadah haji atau umroh dalam penyelenggaraan pertandingan sepakbola sebagai refleksi bahwa dalam kadar tertentu ternyata terdapat kesamaan antara prosesi ritual sepakbola dan ibadah tsb.
Keduanya mempunyai kesamaan yakni adanya keinginan kuat pengunjung berdatangan ke tempat tsb didorong oleh rasa kecintaan dan keikhlasan yg sangat mendalam. Bahkan mereka rela berkorban sekalipun harus menyabung nyawa pada saat prosesi demi melakoni ritual yg dicintainya. Akal sehat kadang ditepis untuk menunaikan hasrat hati karena mengunjunginya merupakan rangkaian peristiwa transedental dan bersifat private yg pada gilirannya menyatu dan saling berbahu.
Namun bagaimana feedback yg diterima kedua belah pihak pengunjung buah dari kecintaan dan keikhlasannya menghadiri event tersebut?

Bagaimana dengan ritual ibadah haji dan umroh ke Masjidil Haram? Aku rasa kalian akan sependapat bahwa kecintaan akan peribadatan tersebut jauh lebih besar dari kecintaan penggemar sepakbola menyaksikan pertandingan akbar klub kesayangannya.
Namun apakah kecintaan calon jamaah berkunjung ke tanah suci tersebut sudah terbayar dengan profesionalisme penyelenggara maupun pengelola bangunan Masjidil Haram? Aku rasa kalian juga akan sependapat bahwa profesionalisme penyelenggara dan pengelolanya belumlah seprofesional EO dari soccer bigmatch tsb. Tuntutan keikhlasan para jamaah yg sedang beribadah mengharapkan keridhoan Allah kerap terdengar dijadikan sbg tameng atas ketidakprofesionalan kinerja pengelola.