Mohon tunggu...
Herman Efriyanto Tanouf
Herman Efriyanto Tanouf Mohon Tunggu... Penulis - Menulis puisi, esai, artikel lepas

Founder dan Koordinator Komunitas LEKO Kupang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Eksistensi Puisi Santai

26 Januari 2019   22:46 Diperbarui: 30 Juli 2019   02:26 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: diolah [net]

Perkembangan media dewasa ini turut mempengaruhi geliat literasi, khususnya dalam dunia tulis-menulis. Pada masa dahulu, seorang penulis yang ingin mempublikasikan karyanya memerlukan proses yang tidak mudah.

Menulis secara manual di kertas atau mesin ketik lalu mengirimkan hasil karya ke media cetak tertentu adalah aktivitas yang harus dilakukan. Belum lagi proses konfirmasi terjadi secara tidak langsung. Salah satu cara untuk mengetahui dimuat/ tidaknya hasil karya adalah "memburu" koran/ majalah/ jurnal bersangkutan.

Jauh berbeda, memang. Masa kini seseorang bisa saja dengan mudah dan cepat mengirimkan hasil karya. Cukup dengan mengetik naskah di komputer/ laptop seseorang sudah bisa mengirimkan hasil karya melalui surel (email) ke media tertentu. Baik media cetak ataupun online, itulah yang semarak terjadi. Tidak bisa dipungkiri bahwa perkembangan teknologi, informasi, dan komunikasi memiliki kontribusi yang amat besar terhadap kemajuan di dalam dunia kepenulisan, termasuk sastra.

Dalam kaitannya dengan dunia sastra yang melingkupi karya, pencipta dan masyarakat secara sosiologis, ada semacam budaya baru yang tengah dibangun. Era digital dalam segala tawarannya menjadikan seseorang dengan mudah dan cepat dalam mempubilkasikan karya-karyanya. Pada level mana saja siapa pun bisa jadi "penulis". Entah profesional, pemula, atau adapun yang menggunakan pilihan kata amatir. Semua melakukan hal yang sama yakni aktivitas menulis.

Jejaring/ media sosial semisal Facebook, Twitter, Instagram, Blog, Website/ platform seringkali menjadi media pilihan untuk mempublikasikan hasil karya. Selain instan, seseorang tidak terlampau gelisah sebab tak ada kurator di sana. Yah, kecuali website/ platform lainnya yang memang menggunakan sistem atau kebijakan tertentu sebagai bentuk kurasi. Bahkan ada media yang melibatkan kerja manusia (admin).

Menyikapi beberapa sentilan di atas, ada yang menarik untuk dibahas lebih lanjut. Sebagaimana telah diutarakan bahwa kemudahan "bermedia" telah menciptakan kultur baru. Dalam dunia sastra khususnya puisi, dapat kita temukan banyak puisi santai yang berseliweran dimana-mana.

Adanya puisi santai sebagai akibat dari kemudahan dimaksud. Ialah media yang dapat diakses kapan dan dimana saja. Laptop/ komputer rupanya terlampau besar, cukup dengan menggunakan perangkat Android (handphone) para user sudah dapat "berkarya".

Tentang puisi santai yang muncul dari pengalaman keseharian dan dicitrakan dalam susunan kata, memang benar-benar santai. Ia apa adanya tanpa suatu tendensi yang ambisius. Pada level ini puisi santai memang tidak bisa disandingkan dengan puisi-puisi konvensional apalagi kontemporer. Sebab puisi santai pada hakikatnya tidak berpotensi untuk menjadi sebuah puisi.

Walaupun tidak terikat akan estetika sebagaimana puisi ambisius, puisi santai tidak dapat dianggap remeh. Tanpa kurator sekalipun, puisi santai tentu memiliki makna yang hendak disampaikan penciptanya. Sederhananya, bukan tanpa alasan puisi itu dicipta. Ia lahir sebagai citraan yang juga sama-sama membahasakan realitas.

Berkualitas atau tidaknya puisi santai itu, saya tidak ingin membahasnya lebih jauh. Dikarenakan kualitas sebuah puisi adalah relatif, pembacalah yang "berhak" menilai. Bahasan ini lebih kepada tampilan puisi pada media-media yang digunakan. Kenyataannya bahwa puisi santai menjangkau semua kalangan. Baik itu sastrawan (penyair) maupun para penikmat sastra; mereka yang berkreasi dalam kata-kata puitis.

Di beberapa akun media sosial, sejauh ditilik kebanyakan Sastrawan ternama (tanpa menyebut nama) juga menggunakan akun mereka untuk membagikan hasil karya. Jelaslah, siapapun yang menaruh minat pada puisi tentu ingin memanfaatkan ketersediaan media. Situasi ini dapat kita asumsikan sebagai era dimana budaya digital menjadi trend media di masa kini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun