Mohon tunggu...
Herlambang Saleh
Herlambang Saleh Mohon Tunggu... Guru

Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah (Pram)

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Menjelang Lonceng Pertama: Hiruk Pikuk Sederhana

14 Juli 2025   12:51 Diperbarui: 14 Juli 2025   12:51 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahun ajaran baru selalu membawa getaran aneh. Ada kegembiraan yang membuncah melihat anak-anak kembali belajar dan bertemu teman-teman, tapi ada juga sedikit kecemasan akan segudang persiapan yang harus dipenuhi. Mulai dari deretan seragam baru yang menunggu di lemari, alat tulis yang harus diisi ulang, buku-buku tulis yang harus dibeli, tas sekolah yang mungkin sudah butuh pengganti, hingga sepatu-sepatu yang mulai sempit. Daftar belanjaan itu seolah menggulung panjang, tak ada habisnya.

Tiba-tiba pagi itu, telepon berdering. Ternyata istri tercinta yang menelepon. Bukan menanyakan kabar atau apakah kegiatan di pagi hari sudah selesai, melainkan minta dibelikan kebutuhan anak sekolah. Jam 8.45, kegiatan "sekolah ahad" saya pun selesai. Saya langsung bergegas menuju toko buku. Tujuan saya sudah jelas: Toko Buku Sederhana di Jalan Raya Sawangan. Sejak dulu, toko ini adalah kiblat para orang tua di Depok menjelang tahun ajaran baru. Saya tahu persis apa yang akan kami hadapi di sana.

Dan benar saja, begitu saya tiba di Sederhana, pemandangan yang menyambut adalah lautan manusia. Parkiran penuh sesak, bahkan beberapa mobil terpaksa parkir di seberang toko. Dari luar saja sudah terdengar dengung obrolan dan langkah kaki yang berpacu. Memasuki pintu otomatis, saya langsung disambut oleh gelombang pengunjung yang memadati setiap lorong. Rasanya seperti menghadiri festival belanja buku terbesar di Depok.

Saya segera menuju lorong yang memajang alat tulis sekolah, mulai dari buku, pulpen, rautan, penggaris, penghapus, aneka macam lem, gunting, pensil kayu hingga pensil mekanik. Saya langsung melesat ke bagian alat tulis, mencari pensil warna dan penghapus.

Lorong demi lorong saya jelajahi, penuh perjuangan merebutkan oksigen. Di bagian seragam, para ibu-ibu sibuk membandingkan ukuran dan bahan, sesekali terdengar meminta ukuran baju yang pas ke pramuniaga. Di bagian buku tulis, tumpukan buku dengan sampul bergambar lucu ludes dalam hitungan menit. Anak-anak berlarian kegirangan, memilih sampul favorit mereka, seolah-olah buku adalah mainan paling menarik di dunia.

Saya sempat berhenti sejenak, mengamati keramaian ini. Ada kehangatan tersendiri di tengah hiruk pikuk ini. Semua orang tua di sini memiliki tujuan yang sama: mempersiapkan yang terbaik untuk anak-anak mereka. Ada senyum lelah di wajah-wajah mereka, tapi juga terpancar kebahagiaan. Bukankah begitu memang rasanya menjadi orang tua? Lelah, tapi setiap lelah itu terbayar lunas dengan senyum manis buah hati.

Setelah hampir satu jam berburu, keranjang belanja saya sudah penuh. Sepasang sepatu baru yang mengilap, tas sekolah, lusinan buku tulis, alat tulis lengkap dengan kotak pensil baru, dan beberapa seragam yang sudah ditentukan ukurannya. Misi utama berhasil!

Kini, tibalah saatnya menghadapi tantangan berikutnya: antrean kasir. Saya sudah menduga ini akan menjadi pertempuran. Tapi Sederhana rupanya sudah sangat siap. Mereka bahkan membuka tujuh meja kasir sekaligus! Pemandangan deretan meja kasir yang aktif itu sungguh luar biasa. Setiap kasir bekerja dengan cepat dan cekatan, memindai barang satu per satu.

Meskipun begitu, antrean tetap mengular panjang. Untungnya, kemudahan pembayaran di sini sangat membantu. Pembayaran tunai, debit, bahkan QRIS dari berbagai bank, semuanya tersedia. Saya mengeluarkan telepon seluler, bersiap untuk memindai kode QRIS.

Total belanjaan kami memang lumayan menguras dompet, tapi kepuasan melihat wajah ceria anak yang sudah tak sabar memakai barang-barang baru mereka, rasanya tak ternilai harganya. Keluar dari Toko Buku Sederhana, kami membawa kantong-kantong belanja yang penuh, tapi hati kami terasa lebih ringan.

Mungkin, sebagian orang menganggap ini hanya sekadar belanja kebutuhan sekolah. Tapi bagi saya, dan mungkin bagi banyak orang tua di Toko Buku Sederhana hari ini, ini adalah lebih dari itu. Ini adalah simbol harapan. Harapan akan ilmu yang akan diserap, pertemanan yang akan terjalin, dan petualangan baru yang akan dimulai di bangku sekolah. Lonceng pertama di tahun ajaran baru, tak sabar kutunggu. (hes50)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun