Mohon tunggu...
Dr. Herie Purwanto
Dr. Herie Purwanto Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PNYD di KPK (2016 sd. Sekarang)

Bismilah, Menulis Tentang Korupsi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Harun Masiku dan Kotak Pandora

28 Desember 2022   09:02 Diperbarui: 29 Desember 2022   08:19 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Harun Masiku dan Kotak Pandora

Tanggal 27 Desember 2022 kemarin KPK mengkhidmati Hari Bhakti KPK ke-20. Artinya, KPK sejak dibentuk, sudah 20 tahun telah menjalankan tugas sebagai lembaga antirasuah di negeri ini. Dalam perjalanannya yang penuh dengan dinamika, mengantarkan pada kondisi KPK yang sekarang. Ada sekitar 1.600 an Pegawai KPK, dengan beragam latar belakang usia, pendidikan/ keahlian. Namun yang nampak menjadi sebuah kesatuan adalah kesamaan dalam menjunjung tinggi nilai-nilai integritas dalam tugas.

Fakta menarik terkait perjalanan KPK yang sudah 20 tahun ini adalah, pascaberlakunya UU KPK yang baru, dimana  isu-isu yang selalu dimunculkan terkait dengan pelemahan KPK. Terstigma UU KPK yang baru simetris dan sebangun dengan kemauan pihak tertentu untuk melemahkan KPK dan memberikan ruang gerak yang bebas bagi koruptor.

Secara lebih spesifik, isu tersebut menjadi bagian antitesis dalam pemberantasan korupsi oleh KPK. Beberapa hal yang bisa dijadikan argumentasi, bahwa KPK berada dalam posisi tetap menjunjung nilai-nilai integritas adalah sebagai berikut :

Pertama, persepsi bahwa kinerja KPK diukur dengan kuantitas atau banyaknya koruptor yang ditangkap, dengan etalase banyaknya jumlah OTT, tidak lagi signifikan sejalan dengan UU KPK yang baru yaitu UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Dalam UU baru ini, tidak lagi menempatkan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi sebagai urutan pertama dalam pelaksanaan tugas KPK (Pasal 6 UU No 19/2019). Filosofinya adalah adanya keinginan strategi pemberantasan korupsi tidak hanya masalah law enforcement, namun juga mengedepankan fungsi dengan pendekatan pencegahan (kordinasi dan supervisi). Filosofi ini dianggap kontraproduktif pada semangat pemberantasan korupsi sebagai tindak pidana yang ekstraordinary crime. Pemberantasan korupsi harus tegas, tidak dengan cara-cara yang lunak lagi, begitu kontra-pendapat yang muncul.

Perubahan strategi yang diamanatkan dalam UU KPK baru, perlu untuk "dimaklumi" untuk diberikan ruang pelaksanannya. Mengapa, fakta historis, sejak berdirinya KPK tahun 2002 sampai dengan disahkannya UU KPK yang baru 2019 atau hampir 19 tahun, korupsi masih saja terjadi. Apakah ini menunjukan ada sub sistem dari sebuah sistem pemberantasan korupsi yang tidak berjalan? Perubahan strategi, mungkin bisa dianalogkan ketika pelatih dalam pertandingan olah raga melihat tim-nya tidak efektif bekerja, mengganti dengan strategi lain yang bertujuan untuk memaksimalkan permainan tim. Ada upaya perubahan, untuk sebuah kebaikan.

Kedua, dalam konteks kekinian, munculnya persepsi, apapun capaian kinerja KPK tetap saja dianggap "tidak ada capaian". Atau dengan kata lain, tidak ada prestasi bagi KPK, kecuali bisa menangkap Harun Masiku. Sebegitu besar harapan publik akan tertangkapnya Harun Masiku, sampai menenggelamkan apapun yang telah dilaksanakan oleh KPK. Seolah sudah terbangun pada image, Harun Masiku "yang dianggap"  bisa membuka kotak pandora adanya konspirasi tingkat tinggi, telah membranding "ketidakberdayaan KPK melawan korupsi.". Upaya penangkapan Harun Masiku sampai dengan detik ini dengan status sebagai DPO (Daftar pencarian Orang) yang belum menunjukan hasil signifikan, menguatkan branding tadi.

Kutipan Juru Bicara KPK, Ali Fikri, " Bagi kami semua perkara yang tersangkanya DPO (daftar pencarian orang) saat ini sama pentingnya untuk dicari dan segera diselesaikan," sebagaimana dikutip dari tempo.co,  merupakan bukti keseriusan KPK.  Maka, bila ada siapun elemen bangsa, baik perorangan atau kelembagaan, yang peduli pada negeri ini, KPK sudah membuka pintu, untuk menerima Informasi dan menindaklanjuti, menangkap Harun Masiku. Untuk kepentingan yang lebih besar, kepentingan atas nilai-nilai kepercayaan, tinggalkan prasangka. Mengutamakan sinergitas, menjadi salah satu bentuk keperdulian sebagai bentuk implementasi visi KPK yaitu bersama elemen bangsa mewujudkan Indonesia yang bersih dari korupsi.

Harapannya,  ada jalan bagi KPK menangkap Harun Masiku, agar semua menjadi jelas dan kotak Pandora terbuka lebar. Bismillah, Mohon do'anya selalu untuk KPK agar berada di jalan lurus dan benar.

Salam Anti Korupsi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun