BSU 2025 dimaksudkan sebagai angin segar bagi pekerja, tapi banyak yang mengaku belum menerima bantuan hingga kini.
Saat bantuan diumumkan cair, kenyataan berkata lain. Banyak buruh hanya menatap layar ponsel tanpa kejelasan tanggal pencairan.
Di layar ponselku, tulisan itu tak berubah: "Belum tersedia." Padahal, negara sudah mengumumkan bahwa bantuan telah cair.
Seolah ada jarak antara niat pemerintah dan kenyataan pekerja. Di tengah janji, kami menunggu. Lagi-lagi menunggu.
BSU 2025 Dijanjikan Cair, Tapi Banyak yang Masih Gigit Jari
Bantuan Subsidi Upah (BSU) 2025 sudah diumumkan cair sejak 14 Juni. Tapi di banyak daerah, pekerja hanya mendengar kabar tanpa rasa.
Pemerintah mengklaim pencairan dilakukan bertahap melalui bank Himbara dan Kantor Pos. Namun realitas di lapangan lebih berliku.
Di grup WhatsApp buruh pabrik, keluhan bersahutan: ada yang belum masuk, ada yang diminta verifikasi ulang, bahkan ada yang mendadak tidak terdaftar.
Mereka yang paling membutuhkan justru paling jauh dari akses digital---dan sayangnya, sistemnya kini sepenuhnya digital.
Ini paradoks yang menyakitkan: subsidi bernama "bantuan," tapi terasa seperti "beban" bagi yang menanti tanpa kepastian.
Antara Hak yang Tertahan dan Data yang Tak Pernah Selesai Dibersihkan
BPJS Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa proses validasi data masih berlangsung agar bantuan tepat sasaran. Tapi siapa yang benar-benar tepat sasaran kalau datanya tak pernah benar-benar bersih?
Buruh yang sudah pensiun tapi datanya masih aktif. Buruh yang aktif tapi statusnya tidak diperbarui perusahaan. Siapa yang disalahkan?
Ada juga yang datanya hanya bermasalah satu huruf di nama rekening, dan itu cukup membuat dana tak bisa masuk.
Ini bukan kesalahan penerima, tapi sistem yang membuat seolah mereka tidak pantas dibantu.
Bantuan yang semestinya hadir sebagai pelipur justru berubah jadi teka-teki negara. Kami bingung: ini program bantuan atau kuis berhadiah?
Jika Tak Diambil, BSU Kembali ke Kas Negara: Bantuan yang Tak Pernah Sampai
Salah satu aturan yang luput disampaikan adalah ini: BSU yang tak diambil dalam jangka waktu tertentu akan dikembalikan ke kas negara.
Artinya, jika kamu tidak tahu bahwa kamu menerima, maka kamu juga tak tahu bahwa hak kamu sudah hilang begitu saja.
Ini bukan tentang dana yang tak cukup, tapi informasi yang tak menyebar. Di kampung-kampung, di pabrik-pabrik, banyak yang bahkan tak tahu harus mengecek lewat apa.
Aplikasi JMO (Jamsostek Mobile) memang mudah bagi mereka yang melek digital. Tapi bagaimana dengan yang tidak?
Yang lebih menyedihkan: negara sudah mencairkan, pekerja tak pernah menerima.
Dan akhirnya, uang kembali ke negara. Di kertas laporan, bantuan "sudah diberikan." Di dunia nyata, bantuan itu tak pernah sampai.
Reflektif  kolektif
BSU 2025 adalah niat baik yang tertahan oleh prosedur kaku, data kusut, dan komunikasi yang timpang. Ini bukan soal apakah negara mau membantu, tapi apakah rakyat cukup disiapkan untuk menerima.
Negara memang memberi. Tapi jangan-jangan, yang menerima bukan mereka yang paling membutuhkan---melainkan mereka yang paling bisa mengakses.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI