Mohon tunggu...
David Herdy
David Herdy Mohon Tunggu... Penulis lepas

Penulis lepas yang aktif menulis fiksi dan non fiksi tema ruang publik sebagai bagian dari narasi ingatan kolektif. "Menulis adalah upaya kecil untuk mengabadikan pikiran sebelum ia lenyap. Karena ide tak punya kaki, kecuali kutuliskan."

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tradisi Manene di Toraja: Cinta Tak Pernah Mati Meski Sudah Dikubur"

21 Mei 2025   19:48 Diperbarui: 21 Mei 2025   19:48 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Dok web https://disbudpar.torajautarakab.go.id

Teaser

Di Toraja, kematian bukan akhir. Lewat ritual Ma'nene', mayat dibersihkan dan dikenakan baju baru sebagai bentuk cinta yang terus hidup. Apa makna budaya ini di tengah dunia modern yang semakin melupakan akar dan keluarga? Temukan jawabannya di sini.

"Ma'nene': Ritual Cinta yang Menghidupkan yang Telah Tiada"

Bayangkan suatu pagi di pegunungan Toraja. Angin dingin menyapu perbukitan, dan sekelompok keluarga berkumpul di depan sebuah makam batu. Mereka tertawa, menangis haru, sambil mengangkat jasad leluhur yang telah meninggal bertahun-tahun lalu. Mayat itu dimandikan, dibersihkan, dan dipakaikan baju terbaik. Bukan horor, bukan pula pertunjukan, ini adalah ritual cinta: Ma'nene'.

Bagi orang luar, pemandangan ini bisa terasa aneh, bahkan menyeramkan. Tapi di balik itu, tersimpan nilai-nilai budaya yang semakin langka di zaman modern. Tradisi Ma'nene' bukan sekadar upacara kematian, tetapi cara orang Toraja memaknai hidup, keluarga, dan hubungan antar generasi.

Antara Kematian dan Kehidupan: Tak Ada Jurang yang Dalam

Di banyak budaya, kematian adalah garis akhir. Setelah itu, nama seseorang perlahan-lahan menghilang dari ingatan, kecuali sesekali disinggung dalam doa atau pusara. Tapi tidak demikian di Toraja. Ma'nene' memperlakukan kematian sebagai bagian dari kehidupan yang berkelanjutan.

Ritual ini memperlihatkan bahwa orang mati bukan sekadar tubuh tanpa jiwa, tetapi bagian dari struktur sosial yang masih aktif. Mereka diingat, dirawat, dan dihormati seolah masih hidup. Tradisi ini mengajarkan bahwa hubungan antarmanusia tidak diputus oleh kematian, melainkan terus dijaga dalam bentuk penghormatan dan ritual.

Modernitas yang Terburu-Buru vs Kearifan yang Menyatu

Kita hidup dalam budaya yang serba cepat dan instan. Hubungan keluarga menjadi longgar, dan kematian hanya dianggap fase sedih yang harus segera ditinggalkan. Dalam kerangka ini, Ma'nene' memberi pukulan balik: bahwa hidup dan mati bukan dua kutub yang terpisah, melainkan ruang refleksi untuk melihat dari mana kita berasal dan ke mana kita menuju.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun