Sementara sebagian besar dari kita bahkan lupa ziarah ke makam nenek sendiri, orang Toraja bersusah payah menuruni bukit, membuka makam batu, membersihkan tulang, dan mengganti baju orang yang telah wafat puluhan tahun. Bukankah ini cermin kesetiaan, cinta, dan rasa hormat yang dalam terhadap asal-usul?
Masihkah Kita Mengingat Siapa Kita dan Dari Mana Kita Berasal?
Ritual Ma'nene' bukan sekadar peristiwa adat, tetapi pengingat bahwa kita bukan individu yang berdiri sendiri, melainkan mata rantai dari sejarah panjang keluarga dan budaya. Di saat banyak budaya lokal mulai luntur dan tergerus globalisasi, Ma'nene' menjadi alarm: apakah kita masih mengenal akar kita sendiri?
Melalui tradisi ini, Toraja mengajarkan bahwa menghormati leluhur bukan sesuatu yang mistis, tapi bagian dari identitas dan jati diri. Bahwa memuliakan masa lalu adalah cara untuk melangkah tegak ke masa depan.
Mari Berdiskusi: Apakah Kita Masih Punya Ruang untuk Tradisi?
Apakah modernitas harus selalu berarti meninggalkan tradisi? Apakah kita masih punya waktu untuk merenungi akar-akar budaya kita, atau terlalu sibuk mengejar masa depan tanpa peduli fondasi yang menopangnya?
Ritual Ma'nene' mungkin terdengar asing bagi sebagian dari kita. Tapi dalam keasingannya, ia menawarkan refleksi yang dalam: tentang cinta yang tidak berhenti di pusara, tentang keluarga yang tidak dilupakan, dan tentang manusia yang tidak hanya hidup untuk hari ini.
Bagaimana menurutmu? Apakah kita, di tengah dunia yang cepat berubah, masih bisa menjaga kearifan seperti ini?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI