Rindu Seorang Abdi Negara Pada Putrinya
Digendongnya tubuh mungil tengah tertidur lelap dengan kepala bersandar di bahu kekar sang ayah yang terbalut pakaian loreng.
Seraya dicium lembut kening buah hati permata jiwa, intan baiduri yang kerap ditinggalkannya bertugas bela Negara.
Kerinduan pun kian membuncah tatkala menelusuri seraut wajah yang menggurat segumpal cinta tak pernah berkarat.
Kendati terpisah jarak sejauh ribuan kilo, serta dibatasi ruang dan dinding waktu, merupa partisi sendu merangkai untaian bisu.
Direngkuhnya erat putri nan jelita kerap menuntunnya pulang ke huma membawa setangkup rindu segenggam asa temu.
Sang ayah berharap waktu tak segera berlalu sehingga dapat menikmati kebersamaan yang teramat singkat, sebelum kembali ke Barak.
Namun waktu adalah suatu hal yang pasti ia terus bergerak, dalam detik dan menit yang lamat-lamat tumbang dalam jarum waktu.
Detik dan menit yang tak pernah berjeda pada pijakan kaki-kaki masa, mencipta masa sua kendati tak berlangsung lama.
Rindu terus di ukir di pualam hati beri silir sejuk dalam hela nafas, tiupkan ruh bahagia dalam rindu yang tak pernah ada habisnya.
Ayah pergi untuk kembali untukmu dan Ibumu, ujarnya lirih disertai belaian yang kian menghantarkan pada lelap lebih dalam.
***
Hera Veronica Sulistiyanto
Jakarta 07/10/2021