Trimoharjo, 01 September 2025Â -- Upaya pelestarian budaya lokal desa Trimoharjo dilakukan oleh mahasiswi KKN Universitas Nurul Huda, Hera Dita Triwidianingsih. Proses ini dilakukan dengan wawancara kepada perangkat desa hingga sesepuh desa, yang kemudian hasilnya disusun menjadi teks cerita utuh dan dipublikasikan dalam bentuk digital dalam artikel ini.
Kegiatan ini tidak hanya bertujuan untuk menambah pengetahuan masyarakat, tetapi juga menjadi sarana menjaga tradisi lisan agar tidak hilang ditelan zaman. Publikasi digital diharapkan mampu menarik minat generasi muda untuk mengenal kembali sejarah, tradisi, dan legenda yang hidup di desa mereka. Berikut cerita yang berhasil di dokumentasikan.
Nama Narasumber 1 : Jarkoni (Kadus 1)
Nama Narasumber 2 : Yohanes Suwardi ( Kadus 2)
Cerita 1
Sedikit Cuplikan dari Trimoharjo
Menurut keterangan dari Kadus 1 dan Kadus 2 Desa Trimoharjo adalah desa yang dipecah atau mengalami pemekaran menjadi 4 desa yaitu Trimoharjo, Trimorejo, harjo mulyo, Taman harjo (dusun 3 dan 4 digabung menjadi Tamanharjo).
Pada tahun 1980 an desa Trimoharjo memiliki tradisi yang terkenal yaitu Seni Tari Tayub. Warga rutin melakukan latihan tari tayub dengan menggunakan pakaian yang harus rapi menggunakan kemeja, sepatu dan celana panjang pada saat akan latihan tari tayub. Tradisi tersebut ada saat dibawah kepemimpinan Kepala desa ke 3 yaitu bapak Suyanto S. Tari ini biasanya ditampilkan dalam acara hajatan, pernikahan, khitanan, atau pesta rakyat sebagai bentuk hiburan rakyat sekaligus ungkapan rasa syukur. Masa itu pagelaran tari tayub di adakan besar besaran dan meriah untuk hiburan biasanya di adakan diacara hajatan, pernikahan, khitanan . Tayub di tarikan oleh banyak orang biasanya 9 orang an atau sesuai kemampuan dana yang dimilik karena setiap selendang yang dilempar dan mengenai sasaran, sasaran tersebut harus mengeluarkan uang sebagai saweran.
Adapula tradisi yang belum lama ini muncul adalah Tradisi bale-bale yang rutin dilaksanakan. Tradisi ini dilaksankan saat pembukaan atau penutupan bulan suro atau saat bertepatan dengan musim panen akan diadakan acara ini sebagai ungkapan rasa syukur. Acara ini biasanya digelar dirumah salah satu warga atau dihalaman rumah ketua RT dengan menggunakan tenda kursi serta banyak tersedia makanan dengan sistem prasmanan jadi warga bisa mengambil makanan sendiri. Selain acara makan besar-besaran biasanya adapula hiburan musik sebagai hiburan rakyat, selain itu masyarakat harus menyediakan sesajen disertai minyak fanbo dan lain-lain. Namun uniknya tradisi ini hanya ada di daerah Blitar atau tidak semua daerah di desa Trimoharjo melaksankaan tradisi ini.
Didaerah lain seperti RT 01 dan RT 02 juga memiliki tradisi acara syukuran yang rutin dilaksanakan saat pembukaan atau penutupan bulan suro, tradisi ini juga dimaksudkan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan yang maha esa, hanya saja tradisi ini tidak memiliki nama yang spesifik seperti Tradisi Bale- Bale, tradisi ini di laksanakan setiap tanggal 10 suro, berbeda dari Bale-Bale tradisi didaerah ini dilaksanakan Masjid atau Mushola yang dilakukan setelah sholat isya, acara ini di awali dengan pengajian doa bersama lalu makan bersama, biasanya juga dilakukan santunan untuk anak yatim atau kaum duafa.