Mohon tunggu...
Hensi Margaretta
Hensi Margaretta Mohon Tunggu... Konsultan - Pendidik, Trainer, Konsultan, Professional Coach

Fasilitator Sekolah Penggerak Angkatan 2, International Certified of Master Trainer of Education, Master Trainer of FIRST-ADLX, Associate Consultant of NICE Indonesia, ROOTs Consultant

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Memaksimalkan Potensi Penyandang Disabilitas dengan Program Coaching

30 Agustus 2022   12:59 Diperbarui: 30 Agustus 2022   13:07 444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Oleh: Hensi Margaretta*

Pendahuluan: Penyandang Disabilitas dan Permasalahannya

Penyandang disabilitas menurut Undang-Undang No, 8 Tahun 2016 adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/ atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak. Berdasarkan penjelasan Undang-undang tersebut, ada dua hal problematika yang dihadapi oleh penyandang cacat dalam kehidupan sehari-hari mereka. 

Pertama adalah keterbatasan fisik. Keterbatasan fisik yang dimiliki oleh penyandang disabilitas mengakibatkan mereka mengalami hambatan dan kesulitan untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya maupun untuk berpartisipasi dan melakukan aktivitas layaknya orang normal.  Yang kedua adalah kondisi mental. 

Keterbatasan fisik tersebut pun berpengaruh terhadap kondisi mental mereka. Penyandang disabilitas dengan ketidaksempurnaan indera yang dimilikinya akan mengalami berbagai permasalahan di ataranya berkaitan dengan penerimaan diri terhadap mereka, rasa minder terhadap fisik yang mereka miliki, rasa takut dan tidak percaya diri terhadap potensi mereka.

Penyandang cacat tersebut kerap membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menerima keadaan dirinya. Padahal, seseorang individu yang memiliki penerimaan diri rendah sangat rentan mengalami putus asa karena selalu menyalahkan dirinya, malu, rendah diri dengan kondisi dirinya, merasa tidak berarti, merasa iri terhadap keadaan orang lain, dan pada akhirnya akan mengalami kesulitan dalam menciptakan hubungan baik dengan orang lain. 

Dengan kata lain orang yang tidak mempunyai penerimaan yang baik bukan hal yang mudah untuk menerima keadaan dirinya sendiri. Penerimaan diri merupakan salah satu aspek yang sangat penting pada seseorang penyandang disablitas. Dengan penerimaan diri yang baik merekra akan mampu mengembangkan semua potensi yang dimilikinya dengan optimal dalam kehidupannya. 

Hal yang perlu ditanamkan adalah bahwa mereka memiliki penerimaan diri mereka dan mempunyai keyakinan untuk menghadapi persoalan, memiliki derajat yang sama dengan orang lain, dapat menerima pujian, mampu menerima kritikan, mampu menerima keterbatasan dan kelebihan yan gada pada dirinya, memiliki penilaian yang positif terhadap dirinya, mampu mengendalikan keadaan emosi, dan bertanggung jawab.

Keterbatasan bukanlah akhir dari segalanya dan dengan keterbatasa mereka tetap memiliki keinginan dan tekad yang kuat untuk mewujudkan keinginannya, serta mampu menyesuaikan dirinya terhadap keadaan dan lingkungannya dengna memandang diri seperti apa adanya dan mengenali diri sebagaimana adanya. 

Memaksimalkan Potensi Melalui Coaching

Coaching merupakan kegiatan atau metode yang berguna untuk mengembangkan keterampilan dan kemampuan, dan meningkatkan kinerja sumber daya manusia (SDM). Coaching lebih kepada memfasilitasi melalui bertanya dan menggali potensi dari dalam diri seseorang agar mampu menjadi manusia pembelajar, mampu menyesuaikan dengan kondisi yang ada dan terus berkembang, sehingga dia dapat mengaktualisasikan ide dan pemikirannya. Sehingga orang tersebut dapat mengandalkan diri sendiri untuk menghasilkan keputusan dan tindakan yang lebih baik lagi.

Coaching selama ini banyak digunakan oleh perusahaan untuk meningkatkan motivasi karyawan dan memaksimalkan performa karyawannya, baik secara individu maupun tim agar menjadi lebih kreatif, produktif dalam berkarya dan bekerja. Coaching pun banyak digunakan untuk membantu seseorang menemukan potensi diri. Seorang coach akan membantu, mengembangkan, dan membangun kesadaran coachee untuk melihat potensi dalam dirinya. 

Setiap orang pada dasarnya memiliki kelebihan masing-masing, begitu juga dengan penyandang disabilitas. Namun, penyandang disabilitas kurang mendapatkan perhatian dalam mengembangkan kemampuan mereka. Minimnya pendampingan terhadap penyandang disabilitas pun menjadi masalah utama. 

Pengalaman yang kerap terjadi adalah penyandang disabilitas memiliki perasaan kurang percaya diri apalagi berada di tengah orang yang secara fisik sempurna. Mereka merasa penerimaan orang-orang di sekitar mereka kepada mereka pun sangat kurang. 

Mereka kerap tidak dipercaya dalam melakukan banyak hal seperti layaknya mereka yang sempurna fisiknya. Terkadang mereka berpikir keras bagaimana agar orang-orang di sekitar mereka mau dan bisa mengakui keberadaan dan juga kemampuan mereka bahwa sesungguhnya meskipun mereka tidak sempurna secara fisik namun mereka masih dapat melakukan hal-hal lain yang sama nilainya. 

Permasalahan tersebut jika tidak dikelola dengan baik akan mematikan potensi penyandang disabilitas. Dan mereka akan semakin termarjinalkan dengan kondisi yang ada. Oleh sebab itu diperlukan pendampingan intensif kepada mereka melalui pemberian keterampilan hidup atau life skill buat penyandang disabilitas untuk dapat meningkatkan kemampuan dan kompetensi mereka, serta membangun kapasitas mereka.

Salah satu metode pendampingan buat penyandang disabilitas adalah dengan coaching. Coaching adalah metode yang dapat digunakan untuk mengembangkan keterampilan dan kemampuan, dan meningkatkan kapasitas atau kinerja sumber daya manusia, terutama bagi penyandang disabilitas. Menurut Loop Institute of Coaching, coaching adalah sebuah proses membangun kesadaran diri untuk menemukan potensi terbaik melalui percakapan bermakna untuk mencapai tujuan. 

Berdasarkan definisi tersebut, sesi coaching merupakan percakapan yang berlangsung antara seorang coach (pembimbing) dan coachee (bisa satu orang atau banyak orang). 

Dalam sesi coaching tersebut, coach dengan teknik tertentuk akan memulai percakapan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada coacheenya, dan coachee akan menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut secara bebas. 

Perlu digarisbawahi bahwa sesi percakapan dalam coaching harus bermakna artinya percakapan yang dilakukan antara coach dan coachee bukanlah komunikasi biasa melainkan ada arah dan tujuan yang hendak dicapai di akhir sesi coaching. 

Coaching untuk Penyandang Disabilitas

Pendampingan melalui coaching dapat memberikan inspirasi kepada coachee dalam hal ini penyandang disabilitas untuk memunculkan inspirasi dan memaksimalkan potensi mereka sendiri melalui penggalian kekuatan yang mereka miliki dan menggali hal-hal yang perlu dikembangkan lagi. Coaching diharapkan dapat memantik cakrawala mereka menjadi lebih terbuka dan memandang suatu persoalan dari kacamata atau sudut pandang yang lebih luas. 

Melalui coaching penyandang disabilitas dapat menemukan kesadaran diri mereka bahwa mereka pun memiliki potensi yang dapat dikembangkan lebih baik lagi. Melalui coaching penyandang disabilitas akan bangkit rasa percaya dirinya untuk mencapai apa yang mereka harapkan dan cita-citakan. Melalui coaching, mereka akan bergerak maju dan memunculkan perubahan perilaku sikap ke arah yang lebih positif. Dengan demikian coaching dapat menginspirasi mereka untuk berkarya dan bersikap lebih kreatif lagi. 

Ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan dalam sesi coaching dengan penyandang disabilitas agar sesi coaching berjalan dengan baik dan lancar. 

Pertama, seorang coach perlu memahami kondisi coachee (penyandang disabilitas) yang akan mereka bimbing. Seorang coach perlu mengetahui jenis disabilitas coachee yang akan dibimbingnya. Selain itu, sebagai sesama makhluk sosial, seorang coach sadar bahwa mereka memiliki hak-hak yang sama seperti manusia lainnya di muka bumi. Seorang coach hendaklah  memandang setara coachee yang akan dibimbing dan tidak merendahkan mereka. Penyandang disabilitas adalah juga manusia yang perlu dihargai dan tidak perlu dikasihani meskipun secara fisik mereka tidak sempurna. 

Kedua, kesiapan mental dan emosional. Seorang coach perlu menyiapkan mentalnya agar sesi coaching berlangsung tidak terlalu sentimental atau emosional ketika berhadapan dengan coachee yang berstatus sebagai penyandang disabilitas. Sebagai pembimbing, seorang coach perlu menjaga sikap, baik ucapan maupun tindakannya. Penyandang disabilitas meskipun secara fisik kekurangan, mereka sebaliknya memiliki perasaan yang sangat sensitif.

Ketiga, seorang coach perlu meyakinkan coacheenya (penyandang disabilitas) di awal sesi coaching bahwa mereka tidak perlu merasa insecure atau merasa tidak nyaman selama sesi coaching berlangsung. Seorang coach perlu meyakinkan bahwa sesi coaching yang dilakukan akan mengikuti kode etik coaching yang berlaku bahwa coaching yang berlangsung akan dijaga kerahasiaan atau konfidentialitinya. Ketika hal ini terjadi maka penyandang disabilitas tidak akan merasa insecure dengan kondisi mereka dan tidak merasa terdeskreditkan oleh pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan oleh seorang coach dalam sesi coaching yang berlangsung. 

Keempat, gunakan kata-kata yang sederhana. Hal yang perlu diperhatikan seorang coach sebagai pembimbing adalah menggunakan bahasa yang setara dengan coachee yang sedang dihadapi. Sebagian besar penyandang disabilitas memiliki keterbatasan berpikir, maka seorang coach perlu menyederhanakan kalimat atau pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan kepada mereka agar memudahkan mereka memahami atau menangkap pesan yang dimaksud. 

Kelima, coaching perlu dibangun dengan keterbukaan dan komunikasi yang asertif. Dengan keterbukaan akan menyebabkan komunikasi berjalan lancar dilandasi perasaan saling percaya. Pun dengan komunikasi asertif, seorang coach akan lebih mudah menggali penyandang disabilitas dengan cara mengajukan pertanyaan terbuka tanpa justifikasi tertentu. 

Demikian sebaliknya, penyandang disabilitas menjadi lebih bebas untuk menyampaikan ide-ide dan pemikiran mereka sendiri. Penyandang disabilitas tersebut tidak merasakan beban ketika mengeluarkan pendapatnya. Jadi, komunikasi asertif yang dilakukan selama proses coaching membuat penyandang disabilitas sebagai coachee merasa lebih nyaman dan percaya untuk bercerita dan mengeksplorasi pemikiran mereka. 

Keenam, dalam proses coaching, seorang coach hadir sepenuhnya untuk mendengar secara aktif dan memahami kondisi coachee (penyandang disabilitas). Ketika seorang coach hadir seutuhnya untuk coachee (penyandang disabilitas) maka mereka merasa dihargai keberadaannya dan pendapatnya meskipun mereka memiliki kekurangan secara fisik. 

Mereka juga merasa senang ketika didengar dalam proses coaching. Ada tempat untuk menyampaikan uneg-uneg yang selama ini ada dalam pemikiran mereka. Tentunya ada perasaan lega untuk berbagi rasa dan cerita kepada seseorang yang selama ini bisa jadi mereka anggap hal yang menakutkan. Lebih dari itu, seorang coach tidak hanya mampu mendengar dengan telinga tetapi dapat mendengar dengan mata, dan hatinya. 

Ada banyak pesan tentunya yang akan disampaikan oleh penyandang disabilitas meskipun secara fisik tidak sempurna. Pesan tersebut bisa berasal dari hal yang tidak tersirat oleh mata, namun dapat ditangkap melalui emosi, basa tubuh yang lain ataupun perubahan intonasi suaranya. 

Ketujuh, umpan balik positif. Hal yang terakhir dan sangat penting dalam sesi coaching adalah seorang coach perlu memberikan umpan balik kepada coacheenya (penyandang disabilitas) dengan cara mengapresiasi mereka secara positif. 

Umpan balik ini sangat penting untuk menginspirasi mereka untuk terus berkarya. Umpan balik yang dimaksudkan sebagai refleksi dan pengembangan diri bagi coachee agar secara personality menjadi sosok yang jauh lebih baik lagi ke depannya.

Penutup 

Ada sebuah pernyataan indah dari seorang penyandang cacat, "Sesungguhnya, keterbatasan itu bukan pada kondisi fisik seseorang melainkan pada pikiran kita sendiri. Jika kita berpikir bahwa kita terbatas maka kita akan terbatas dengan sendirinya. 

Namun jika kita berpikir kita bisa maka kita bisa melakukannya". Berdasarkan pernyataan tersebut, kita meyakini bahwa keterbatasan bukanlah alasan seseorang untuk menyerah pada keadaan dan berhenti mengejar impiannya. Begitu pun dengan mereka yang menyandang disabilitas. 

Coaching tidak dapat menghapus predikat mereka sebagai penyandang disabilitas tapi coaching dapat membantu mereka untuk menembus batas keterbatasan yang mereka miliki. Coaching membantu mereka mengelola kelemahan yang mereka miliki menjadi sebuah kekuatan baru. Coaching akan menjadikan kekurangan tersebut bukan sebagai hambatan, melainkan menjadikannya sebagai tantangan untuk meraih sukses di masa depan. 

*Life Coach, Education Coach, Business Coach, LOOP CPCP 49, Mentor dan Pembimbing Disabilitas Netra (Tunanetra)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun